Pemerintah Masih Punya PR Soal Pajak Karbon

PR Besar dalam Penerapan Pajak Karbon
NERACA
Jakarta - Pasca diresmikannya bursa karbon oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (26/9) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, nyatanya pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan peta jalan perdagangan dan pajak karbon. Hal itu seperti disampaikan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 
"Dilaporkan masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan antara lain penyelesaian peta jalan perdagangan karbon sektor dan pajak karbon. Kami ingin segera tuntaskan ini berangkat dari hasil ratas (rapat terbatas) yang lalu," kata Luhut dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Jakarta, Selasa (26/9).
Luhut menyebutkan beberapa peraturan teknis juga masih dibutuhkan yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) terkait Nationally Determined Contribution (NDC) hingga perdagangan karbon luar negeri dan Peraturan Menteri Keuangan terkait pajak karbon. "Supaya ini (peraturan) tidak lari dari hasil keputusan ratas lalu," katanya.
Luhut menjelaskan penyelenggaraan bursa karbon yang baru diluncurkan Selasa ini akan diawasi langsung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengawasan oleh OJK itu akan dilakukan dengan teknologi blockchain, dan menggunakan unit karbon berkualitas yang dijalankan secara bertahap. "Dimulai dari pasar dalam negeri, dan akan dikembangkan untuk perdagangan pasar karbon luar negeri serta sebagai karbon market regional hub," ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Luhut juga melaporkan bahwa telah ditetapkan peraturan tentang tata kerja Komrah, tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan, POJK tentang bursa karbon, dan peraturan lain yang berkaitan dengannya. Selain itu, implementasi perdagangan emisi atau ETF dari 99 unit PLTU batu bara, juga telah diluncurkan pada 22 Februari 2023. Selanjutnya, terdapat implementasi perdagangan karbon sektor kehutanan dan mekanisme non-pasar, melalui program carbon fund di Kalimantan Timur, biocarbon di Jambi, dan kerja sama dengan pemerintah Norwegia dengan total nilai mencapai 236 juta dolar AS.
Bursa karbon Indonesia yang diluncurkan pada Selasa memiliki potensi 13 ton CO2 kredit karbon dengan nilai kredit karbon melebihi Rp3.000 triliun. “Di catatan saya ada kurang lebih 13 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp3.000 triliun bahkan lebih,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia
Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah masih terus mematangkan peraturan pajak karbon, yang bertujuan antara lain untuk mengantisipasi Mekanisme Penyesuaian Karbon Perbatasan (CBAM) yang akan diterapkan Uni Eropa (EU) mulai 2026. “Regulasinya akan dilengkapi, salah satunya karena Eropa akan menerapkan CBAM pada 2026. Tahun 2024 mereka akan sosialisasi, artinya industri kita harus siap untuk menjadi basis energi hijau dan menjadi industri bersih—dan itu perlu ada investasi,” katanya. 
Pemberlakuan pajak karbon oleh pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha dalam upaya mengurangi emisi karbon. Selain pajak karbon, pemerintah juga telah secara resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia guna memacu pemenuhan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (Nationally Determined Contribution /NDC) sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri atau 43,20 persen dengan bantuan internasional.
“Pajak karbon itu ada dua, satu yang sifatnya sukarela dan satu lagi adalah kewajiban terkait. Yang sukarela tadi baru diluncurkan Bapak Presiden (Joko Widodo) melalui bursa karbon, sementara pajak karbon itu hanya melengkapi jadi kalau tidak diperdagangkan di dalam bursa baru dicarikan melalui pajak karbon,” tutur Airlangga.
Dia mengimbau agar perusahaan-perusahaan yang industrinya menghasilkan emisi karbon agar turut berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi di Indonesia, baik melalui bursa maupun pajak karbon. “Kalau produknya diekspor akan dikenakan pajak karbon di negara lain, daripada dikenakan di negara lain kan mending di dalam negeri,” kata Airlangga.

 

NERACA

Jakarta - Pasca diresmikannya bursa karbon oleh Presiden Joko Widodo pada Selasa (26/9) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, nyatanya pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah untuk menyelesaikan peta jalan perdagangan dan pajak karbon. Hal itu seperti disampaikan oleh Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. 

"Dilaporkan masih ada beberapa pekerjaan yang harus diselesaikan antara lain penyelesaian peta jalan perdagangan karbon sektor dan pajak karbon. Kami ingin segera tuntaskan ini berangkat dari hasil ratas (rapat terbatas) yang lalu," kata Luhut dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Jakarta, Selasa (26/9).

Luhut menyebutkan beberapa peraturan teknis juga masih dibutuhkan yakni Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) terkait Nationally Determined Contribution (NDC) hingga perdagangan karbon luar negeri dan Peraturan Menteri Keuangan terkait pajak karbon. "Supaya ini (peraturan) tidak lari dari hasil keputusan ratas lalu," katanya.

Luhut menjelaskan penyelenggaraan bursa karbon yang baru diluncurkan Selasa ini akan diawasi langsung Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengawasan oleh OJK itu akan dilakukan dengan teknologi blockchain, dan menggunakan unit karbon berkualitas yang dijalankan secara bertahap. "Dimulai dari pasar dalam negeri, dan akan dikembangkan untuk perdagangan pasar karbon luar negeri serta sebagai karbon market regional hub," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Luhut juga melaporkan bahwa telah ditetapkan peraturan tentang tata kerja Komrah, tata cara perdagangan karbon sektor kehutanan, POJK tentang bursa karbon, dan peraturan lain yang berkaitan dengannya. Selain itu, implementasi perdagangan emisi atau ETF dari 99 unit PLTU batu bara, juga telah diluncurkan pada 22 Februari 2023. Selanjutnya, terdapat implementasi perdagangan karbon sektor kehutanan dan mekanisme non-pasar, melalui program carbon fund di Kalimantan Timur, biocarbon di Jambi, dan kerja sama dengan pemerintah Norwegia dengan total nilai mencapai 236 juta dolar AS.

Bursa karbon Indonesia yang diluncurkan pada Selasa memiliki potensi 13 ton CO2 kredit karbon dengan nilai kredit karbon melebihi Rp3.000 triliun. “Di catatan saya ada kurang lebih 13 ton CO2 potensi kredit karbon yang bisa ditangkap, dan jika dikalkulasi potensi bursa karbon kita bisa mencapai Rp3.000 triliun bahkan lebih,” kata Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Peluncuran Bursa Karbon Indonesia.

Sementara itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah masih terus mematangkan peraturan pajak karbon, yang bertujuan antara lain untuk mengantisipasi Mekanisme Penyesuaian Karbon Perbatasan (CBAM) yang akan diterapkan Uni Eropa (EU) mulai 2026. “Regulasinya akan dilengkapi, salah satunya karena Eropa akan menerapkan CBAM pada 2026. Tahun 2024 mereka akan sosialisasi, artinya industri kita harus siap untuk menjadi basis energi hijau dan menjadi industri bersih—dan itu perlu ada investasi,” katanya. 

Pemberlakuan pajak karbon oleh pemerintah Indonesia dimaksudkan untuk memberikan alternatif kepada dunia usaha dalam upaya mengurangi emisi karbon. Selain pajak karbon, pemerintah juga telah secara resmi meluncurkan Bursa Karbon Indonesia guna memacu pemenuhan komitmen pengurangan emisi gas rumah kaca (Nationally Determined Contribution /NDC) sebesar 31,89 persen dengan kemampuan sendiri atau 43,20 persen dengan bantuan internasional.

“Pajak karbon itu ada dua, satu yang sifatnya sukarela dan satu lagi adalah kewajiban terkait. Yang sukarela tadi baru diluncurkan Bapak Presiden (Joko Widodo) melalui bursa karbon, sementara pajak karbon itu hanya melengkapi jadi kalau tidak diperdagangkan di dalam bursa baru dicarikan melalui pajak karbon,” tutur Airlangga.

Dia mengimbau agar perusahaan-perusahaan yang industrinya menghasilkan emisi karbon agar turut berkontribusi dalam upaya pengurangan emisi di Indonesia, baik melalui bursa maupun pajak karbon. “Kalau produknya diekspor akan dikenakan pajak karbon di negara lain, daripada dikenakan di negara lain kan mending di dalam negeri,” kata Airlangga.

 

BERITA TERKAIT

Digitalisasi Ferizy, ASDP Tingkatkan Keamanan dan Kemudahan Layanan Penyeberangan

  NERACA Jakarta — PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terus berinovasi dengan mengakselerasi digitalisasi layanan, diantaranya pemesanan tiket online di…

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Pembangunan Tol Lampung - Jambi

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Tol Bayung Lencir - Tempino NERACA  Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG)…

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan NERACA  Jakarta - Mengelola sumber daya manusia (SDM) di era…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Digitalisasi Ferizy, ASDP Tingkatkan Keamanan dan Kemudahan Layanan Penyeberangan

  NERACA Jakarta — PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) terus berinovasi dengan mengakselerasi digitalisasi layanan, diantaranya pemesanan tiket online di…

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Pembangunan Tol Lampung - Jambi

SIG Pasok Beton Siap Pakai untuk Tol Bayung Lencir - Tempino NERACA  Jakarta – PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG)…

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan

HR Excellence Award 2024, Terobosan Juara HR Dongrak Kinerja Perusahaan NERACA  Jakarta - Mengelola sumber daya manusia (SDM) di era…