Mega Port Carey Island

 

Oleh: Siswanto Rusdi

Direktur The National Maritime Institute (Namarin)

 

Malaysia berniat mengembangkan sebuah mega port di Carey Island, Kesultanan Selangor. Adalah Menteri Transportasi Malaysia, Loke Siew Fook, yang mengungkapkannya di hadapan audiens Langkawi International Maritime & Aerospace (LIMA) 2023 yang baru saja usai. Jadi jelas hal ini tidak main-main. Saking terpesonanya dengan rencana ini, salah satu media memberitakan niat pemerintah Malaysia tadi dengan headline berjudul “Malaysia moving ahead with ‘game changer’ Carey Island mega-port”. Pelabuhan mega Carey Island dinilai mereka sebagai “perubah permainan” dalam bisnis kepelabuhanan yang ada saat ini. Baik di level kawasan serantau maupun pada tingkatan mondial.

Proyek ini ditaksir akan menelan biaya sebesar RM 28 miliar atau sekitar Rp 90 triliun lebih. Proyek ini akan membangun Carey Island dengan fasilitas kepelabuhanan, terminal peti kemas dan konvensional, dari nol alias greenfield. Berkaca dari pengembangan Pelabuhan Tanjung Pelepas di Johor Baru, Malaysia punya pengalaman dalam bidang financial engineering bagi pembiayaan pelabuhan. Kala itu, pembiayaan pembangunan Tanjung Pelepas dengan menggandeng pelayaran global.

Rencananya terminal-terminal yang akan dibangun di Pelabuhan Carey Island akan memilik kapasitas terpasang sebesar 30 juta twenty foot equivalent unit atau TEU untuk terminal peti kemas. Dan 20 juta ton untuk terminal konvensional. Bakal pelabuhan baru itu masih berada di kawasan Pelabuhan Klang. Saat ini di pelabuhan ini terdapat terminal Northport, Westport dan Southport. Disampaikan oleh Capt. K. Subramaniam, General Manager Port Klang Authority/PKA. Sang GM juga mengungkapkan bahwa groundbreaking akan dihelat di tahun 2025 dan completion diharapkan pada 2055.

Bagaimana dengan Indonesia? Dari berbagai proyek pengembangan pelabuhan (peti kemas atau konvensional), baik yang sudah beroperasi maupun yang sedang dikerjakan, rata-rata berkapasitas kecil; tidak layak disandingkan dengan Pelabuhan Carey Island. Ambil contoh Pelabuhan Kuala Tanjung di Sumatra Utara. Direncanakan dan dibangun pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada 2019, kapasitasnya hanya 600,000 TEU. Sejak diresmikan, jujur saja, tidak banyak kapal yang datang berlabuh. Namun, seiring dengan merger Pelindo, dulu Kuala Tanjung berada di bawah kendali Pelindo I, barangkali kinerjanya bisa membaik. Semoga saja. Ada juga Pelabuhan Patimban yang berlokasi di Subang, Jawa Barat. Ini pelabuhan tengah digarap. Terminal peti kemasnya diplot hanya berkapsitas 3,5 juta TEU.

Ada pula pengembangan Makassar New Port dan Ambon New Port. Yang pertama direncanakan akan mampu melayani peti kemas antara 2,5 hinga 2,6 juta TEU. Sementara yang terakhir, sulit menemukan data berapa TEU kapasitasnya. Dalam rencananya, Ambon New Port dikembangkan lebih untuk melayani logistik perikanan mengingat daerah ini kaya dengan potensi perikanan tangkap. Proyek atau program pembangunan pelabuhan baru, peti kemas maupun konvensional, sesungguhnya baik walaupun kapasitasnya terbatas. Rencana pembangunan mega port sempat dimunculkan oleh pemerintah, yaitu di daerah Tanjung Pinggir, Pulau Batam, Kepulauan Riau. Sepertinya rencana ini masih berlaku karena belum terdengar ada pejabat pemerintah yang mengungkapkan pembatalannya kendati di lapangan tidak terlihat kerja-kerja fisik yang berarti.

Pemerintah berniat mengembangkan pelabuhan Tanjung Pinggir sebagai pelabuhan besar alias hub. Besarnya akan melebihi pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta. Seperti pernah diungkap Muhammad Rudi, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, kapasitasnya sekitar 18 juta TEU. Menurut dia, jumlah itu merupakan peti kemas Indonesia yang dilayani di pelabuhan Singapura selama ini. Pascamerger Pelindo, beredar kabar bahwa perusahaan kepelabuhanan pelat merah ini akan membesut satu pelabuhan berukuran mega, disebut-sebut kapasitas terpasangnya sekitar 15 juta TEU, berlokasi di wilayah yang tidak berjauhan dari pelabuhan-pelabuhan utama di kawasan serantau (baca: Singapura dan Malaysia). Kita tunggu saja pengumuman resmi dari Pelindo atau menteri. Mega port ini diharapkan dapat terwujud dan benar-benar mega seperti namannya.

Sejauh ini Pelabuhan Tanjung Priok dengan berbagai terminal peti kemas yang ada di dalamnya seperti JICT, TPK Koja, MAL, NPCT1 dan IPC TPK merupakan “juara” dalam pelayanan kontainer di Tanah Air. Yang terbesar di antaranya adalah JICT dengan throughput tahunan lebih dari 4 juta TEU. Jika semua terminal peti kemas ini disatukan kinerja bongkar muatnya, angka totalnya bisa mencapai 7 juta TEU. Pada derajat tertentu, Pelabuhan Tanjung Priok merupakan mega port. Entahlah..

BERITA TERKAIT

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

BERITA LAINNYA DI

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…