Oleh: Dr. Edy Purwo Saputro, MSi
Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
Kilas balik peringatan 25 tahun reformasi tidak terlepas dari tragedi Trisakti 13 - 15 Mei 1998 lalu yang menandai sejarah perjalanan panjang reformasi dengan tumbangya rezim orba pada 21 Mei 1998. Ironisnya, 25 tahun reformasi ternyata KKN tidak redup tapi justru semakin subur dan diperparah dengan era Otda yang kemudian bermunculan juga dinasti politik dan politik dinasti. Bahkan korupsi semakin marak, termasuk yang terbaru dugaan korupsi kasus BTS dan melibatkan Menkominfo, Johnny G Plate dengan kerugian negara mencapai Rp8 triliun.
Tentu angka yang sangat fantastis yang kemudian kasus ini dikaitkan dengan pencapresan salah satu kandidat dan imbasnya juga mempengaruhi koalisi. Kilas balik menjelang pesta demokrasi selalu diwarnai korupsi dengan kerugian negara sangat fantastis, ingat juga kasus Hambalang.
Fakta semakin maraknya KKN di era reformasi secara tidak langsung mencederai etos reformasi yang 25 tahun lalu digelorakan mahasiswa. Ironisnya, justru segelintir oknum penumpang gelap di balik gerbong reformasi yang justru menikmatinya. Hal ini terlihat dari semakin maraknya dinasti politik dan politik dinasti, termasuk juga aksi korupsi di semua lini, tidak hanya di pusat tapi juga di daerah, tidak hanya kepala daerah tapi juga wakil rakyat, tidak hanya secara individu tetapi juga berjamaah. Artinya, tidak ada celah tanpa korupsi.
Oleh karena itu, momentum 25 tahun reformasi yang sudah seperempat abad harus ada reorientasi pemikiran agar semangat reformasi tidak salah arah dan dapat kembali ke niat awal dibalik gelora reformasi 25 tahun lalu yang digelorakan mahasiswa sehingga komitmen penciptaan pemerintahan yang bersih dapat tercapai. Jadi, semangat 25 tahun reformasi dan evaluasinya harus melibatkan koordinasi sektoral dan juga lintas sektoral, termasuk melibatkan parpol karena menjadi bagian dari demokrasi.
Terkait ini, paling tidak ada tiga hal yang harus dilakukan (Edyar, 2006) yaitu: pertama, melibatkan partai politik secara proaktif menangani ini. Hendaknya sebelum pemilu atau pilkada digelar, parpol sudah memiliki data figur calonnya. Begitu juga setelah pemilu -pilkada misalnya, oknum parpol yang terbukti melakukan korupsi harus diberi sanksi tegas. Baik buruknya figur akan menjadi gambaran bagi publik tentang kualitas parpol. Secara perlahan tentu masyarakat mulai kritis terhadap calon pemimpinnya.
Jadi, jangan sampai parpol tercoreng imagenya akibat salah mendukung kadernya untuk menduduki jabatan publik – strategis. Bahkan, parpol harus berani memecat kadernya yang terbukti bertindak korup, apalagi demi pencitraan pada tahun 2024 ketika ada pilpres. Fakta juga kontradiksi karena Kepala Daerah pastinya juga dituntut untuk menggalang dana untuk pemenangan pilpres di pusat dan di daerah. Dugaan korupsi BTS oleh Menkominfo Johnny G Plate harus menjadi pembelajaran terkait semangat reformasi 25 tahun yang lalu.
Kedua, perlu memberi hukuman yang terberat bagi koruptor berikut orang atau lembaga yang terlibat dalamnya. Sebenarnya, perundangan juga telah memberikan ancaman berat kepada koruptor tapi mungkin hitungan untung-rugi antara penjara dan hasil dari korupsi justru memperbanyak koruptor. Ketiga, sosialisasi anti korupsi, termasuk di kurikulum. Harus senantiasa diingatkan kekuasaan bukan segalanya. Masih ada banyak cara untuk menjadi orang yang bisa memberikan yang terbaik bagi bangsa ini. Kekuasaan bukanlah tujuan tapi sarana demi kebaikan dan kesejahteraan masyarakat banyak. Karenanya tidak ada alasan untuk menghalalkan segala cara dalam mendapatkannya atau memanfaatkan jabatan kekuasaan untuk korup.
Kalau mendapatkan jabatan dengan meninggalkan etika, sangat mungkin dalam menjalankan kekuasaan meninggalkan etika kekuasaan. Bahkan kekuasaan bisa menjadi senjata bagi korup. Jika dilakukan, good governance tidak akan tercapai dan yang terjadi justru sebaliknya. Era reformasi diharapkan dapat membangun pemerintahan bersih untuk memacu pembangunan, tidak korup, tidak jual beli jabatan dan tidak membangun dinasti politik agar reformasi tidak ternodai beragam korupsi. Jadi komitmen pengesahan UU perampasan aset koruptor harus secepatnya direalisasikan.
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…