Jakarta-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan ada 11 perusahaan asuransi bermasalah di 2023. Perusahaan tersebut dalam pengawasan khusus. Jumlah asuransi bermasalah ini turun ketimbang tahun lalu yang mencapai 13 perusahaan. Pasalnya, 2 perusahaan dari daftar tersebut sudah dikembalikan kepada sistem pengawasan normal.
NERACA
Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank OJK Ogi Prastomiyono mengatakan, pengawasan lembaga jasa keuangan non-bank (LJKNB) terbagi menjadi tiga kategori, yakni normal, intensif, dan khusus. Bagi perusahaan dengan kategori bermasalah dilakukan pengawasan khusus.
"Di sini ada 11 perusahaan bermasalah. Kami tidak bisa menyebut satu per satu namanya, tetapi kami kasih clue bahwa dari perusahaan itu ada 6 asuransi jiwa, 3 asuransi umum, 1 reasuransi, dan 1 perusahaan asuransi dalam likuidasi," kata Ogi dalam konferensi pers, pekan ini.
Ogi menuturkan Terlepas dari masalah itu, Ogi merinci perkembangan premi sektor asuransi yang mengalami kenaikan signifikan. OJK mencatat premi asuransi komersial mencapai Rp54,11 triliun atau tumbuh 9,88 persen year on year (yoy) per Februari 2023.
Dia mengatakan, jumlah perusahaan asuransi bermasalah sejatinya telah berkurang dibanding akhir 2022. Ketika itu, OJK mencatat sebanyak 13 perusahaan asuransi bermasalah. Dalam perjalanannya, dua perusahaan asuransi lolos dari pengawasan khusus dan kembali masuk jenis pengawasan normal.
Namun demikian, sejumlah perusahaan masih dalam proses penyelesaian masalah. PT Asuransi Jiwa Adisarana Wanaartha (Wanaartha Life/PT WAL) masih dalam pemantauan khusus OJK, meski sudah masuk tahap likuidasi. Pemantauan ini terlebih dilakukan terhadap aktivitas dan perkembangan dari tim likuidasi.
"Tim likuidasinya sedang melakukan identifikasi dan proses sedang berjalan. Nah ini merupakan suatu tindakan yang telah disetujui oleh RUPS, untuk melakukan inventarisasi, menghitung aset-aset, untuk kemudian dibagikan kepada pemegang polis," ujar Ogi.
Di samping proses likuidasi, PT WAL juga dalam proses hukum yang kini masih berjalan. Aktivitas beriringan ini dihadapkan dapat mengoptimalkan penguasaan aset dan mencapai rasa keadilan bagi berbagai pihak terkait.
PT WAL sendiri telah dicabut izin usahanya sejak 5 Desember 2022 akibat tidak kunjung memenuhi batas modal minimum. Belakangan, keputusan OJK ini digugat sejumlah pihak agar gugur secara hukum. Ogi bilang, pihaknya belum menerima pemberitahuan atau pemanggilan terkait gugatan tersebut.
"Sampai saat ini OJK belum menerima relaas pemberitahuan dan/atau panggilan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas gugatan yang diajukan beberapa pihak melalui penguasa hukumnya," tutur Ogi.
Meski begitu, OJK menghargai dan menghormati segala bentuk upaya hukum yang dilakukan oleh para pihak terkait perkara PT WAL. Selain itu, OJK tetap meminta kepada aparat penegak hukum agar bisa memulangkan pemegang saham pengendali (PSP) PT WAL ke Indonesia guna mempertanggungjawabkan pelanggaran yang telah dilakukan selama ini.
Di sisi lain, OJK mengungkapkan sedang menangani permasalahan yang menimpa pada PT Asuransi Jiwa Indosurya Sukses (Indosurya Life). Perusahaan milik Grup Indosurya ini juga tengah berupaya memperbaiki kondisi kesehatan keuangannya.
Adapun skema yang ditawarkan yakni mengalihkan utang klaim pemegang polis single premium menjadi ekuitas atau kerap disebut sebagai policy holder's bailout. Sedikit berbeda dengan skema yang ditawarkan Kresna Life, tapi skema policy holder's bailout mesti mendapat persetujuan dari seluruh pemegang polis.
"Pemegang polis harus memahami risiko keseluruhan dari program beserta konsekuensinya. Artinya dalam kesepakatan itu, pemegang saham pengendali (PSP) daripada Asuransi Indosurya Life bersedia untuk keluar sebagai pemegang saham dan kemudian pemegang polis mengkonversi utang klaim menjadi ekuitas," ujar Ogi.
Dia menambahkan, proses penanganan permasalahan Indosurya Life masih berlangsung dengan memerhatikan kepentingan nasabah. "Itu yang dilakukan. Tapi saat ini kami masih menunggu daripada konversi tersebut," tutur Ogi.
Devisa Hasil Ekspor
Pada bagian lain, OJK mendukung implementasi kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam (SDA) yang memperkenalkan pemanfaatan instrumen Term Deposit Operasi Pasar Terbuka Konvensional dalam Valuta Asing di BI (TD OPT Valas BI) sebagai alternatif penempatan dari dana DHE yang disimpan di Indonesia dan berlaku di awal Maret ini. Dukungan OJK dilakukan melalui panduan bagi perbankan terkait penyajian aktivitas penempatan TD OPT Valas BI dalam Laporan keuangan bank sebagai berikut:
- Pada saat Eksportir/nasabah memilih DHE SDA ditempatkan pada TD OPT Valas BI maka Dana eksportir yang ditempatkan di TD OPT Valas BI dapat disajikan sebagai Liabilitas Lainnya dan di sisi asset penempatan disajikan sebagai Aset Lainnya.
- Bank menyajikan fee/imbal hasil yang diterima dari BI sebagai pendapatan non bunga, sedangkan bunga/imbal hasil dari penempatan TD OPT Valas BI langsung di-pass through kepada nasabah eksportir.
Aset dan Liabilitas yang timbul dari penempatan TD OPT Valas BI secara umum (sepanjang tidak terdapat eksposur risiko) tidak berdampak pada perlakuan secara prudensial (seperti Liquidity Coverage Ratio (LCR), Net-Stable Funding Ratio (NSFR), Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM)/Capital Equivalency Maintained Assets (CEMA), Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), dan Kualitas Aset).
Selain itu, OJK berupaya untuk menumbuhkembangkan industri perbankan syariah dengan melakukan penguatan, percepatan, dan penyempurnaan implementasi konversi bank konvensional menjadi bank syariah melalui penerbitan pedoman konversi Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum Syariah serta konversi BPR menjadi BPRS.
OJK juga meluncurkan Sistem Informasi Daftar Efek Syariah (SIDES) pada Maret 2023 yang diharapkan dapat meningkatkan peran Emiten dan Perusahaan Publik dalam menyampaikan informasi terkait aktivitas bisnis dan keuangan yang relevan dan obyektif serta mendukung OJK dalam rangka penyusunan Daftar Efek Syariah.
Di bidang IKNB, saat ini OJK telah menerbitkan ketentuan teknis untuk mendukung penguatan pengawasan terhadap Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), yaitu SEOJK 4/SEOJK.05/2023 tentang Laporan Bulanan LPEI, dan SEOJK 5/SEOJK.05/2023 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) oleh LPEI. Dengan terbitnya ketentuan tersebut, penyampaian
laporan bulanan LPEI dilakukan secara online sehingga lebih efisien dan cepat. Sementara, SEOJK 5/SEOJK.05/2023 memberikan pedoman bagi LPEI serta mengatur bahwa KPMM mencakup 1) Internal Capital Adequacy Assessment Process (ICAAP); 2) Supervisory Review and Evaluation Process (SREP); dan 3) Perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum sesuai profil risiko.
Sebagai bagian dari upaya penguatan pengawasan secara off-site dan membantu pengawas untuk melakukan deteksi secara dini (early warning) terhadap potensi masalah yang ada pada LJKNB, maka OJK telah menyelesaikan pengembangan aplikasi Portal Informasi dan Monitoring Efek IKNB (PRIME), sebagai tools bagi pengawas yang antara lain digunakan untuk memantau kesesuaian pengelolaan investasi LJKNB dengan persyaratan dan batasan yang telah diatur di dalam ketentuan yang berlaku. bari/mohar/fba
Jakarta-Akademisi dan Manajer Riset CITA tidak menyarankan penurunan ambang batas PTKP untuk memperluas basis pajak seperti yang disarankan Organization…
NERACA Bandung - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, koperasi desa merah putih akan diberi modal awal dari pemerintah…
NERACA Jakarta – Pemerintah menegaskan komitmennya dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan memastikan bahwa makanan yang disediakan aman,…
Jakarta-Akademisi dan Manajer Riset CITA tidak menyarankan penurunan ambang batas PTKP untuk memperluas basis pajak seperti yang disarankan Organization…
NERACA Bandung - Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengungkapkan, koperasi desa merah putih akan diberi modal awal dari pemerintah…
NERACA Jakarta – Pemerintah menegaskan komitmennya dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan memastikan bahwa makanan yang disediakan aman,…