NERACA
Jakarta – Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman Hutajulu mengungkapkan pemerintah memiliki komitmen yang sangat kuat untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), yang dibuktikan dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (E-NDC) dimana pada tahun 2030.
Indonesia menargetkan mengurangi emisi GRK sebesar 32% dengan usaha sendiri dan sebesar 41% dengan bantuan dunia internasional. Hal tersebut diungkapkan pada acara yang diselenggarakan oleh Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI) yang bertajuk 'MKI's Coffee Morning: Membangun Sinergi Nasional Untuk Mencapai Target NDC-2030 dalam mempersiapkan Transisi menuju NZE - 2060' di Jakarta.
"Target pengurangan emisi GRK sektor energi pada tahun 2030 yaitu sebesar 358 juta ton CO2 dengan kemampuan sendiri dan 446 juta ton CO2 dengan bantuan internasional dari skenario business as usual," jelas Jisman.
Untuk mewujudkan komitmen pengurangan emisi GRK, Jisman menyebutkan bahwa Kementerian ESDM telah berkolaborasi dengan Kementerian dan Lembaga lain, serta stakeholder terkait untuk melakukan pemodelan guna menghasilkan peta jalan transisi energi, yang berisikan target dan milestone yang akan ditempuh Indonesia dari sisi supply dan demand energi untuk menuju Net Zero Emission pada tahun 2060 atau lebih cepat.
"Berdasarkan peta jalan tersebut, emisi GRK sektor energi diproyeksikan akan turun sebesar 93% dari skenario business as usual, dimana sisa emisi yang dihasilkan adalah sebesar 129,4 juta ton CO2 di tahun 2060," imbuh Jisman.
Untuk itu, sambung Jisman, diperlukan beberapa strategi untuk mengakselerasi dalam mengurangi emisi GRK sektor energi. Pertama, mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT) dan interkoneksi melalui supergrid.
"Pada peta jalan transisi energi, proyeksi kebutuhan listrik Indonesia pada tahun 2060 akan mencapai 1.942 Tera Watt Hour (TWh) dan konsumsi listrik per kapita sebesar 5.862 KWh. Listrik tersebut akan dihasilkan 100% dari EBT dengan total kapasitas sekitar 708 Giga Watt (GW) pada tahun 2060," jelas Jisman.
Strategi selanjutnya adalah dengan moratorium Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta mempensiunkan secara dini PLTU yang sudah ada. Kemudian, menerapkan prinsip-prinsip efisiensi energi secara masif. Strategi keempat adalah dengan mendorong penggunaan kendaraan listrik serta kompor induksi secara massal. Terakhir, yaitu dengan pengembangan smart grid untuk mengatasi intermittency pada variable renewable energy.
Meski demikian, Jisman mengungkapkan, untuk mengurangi GRK di sektor energi bukanlah perkara mudah, karena banyak tantangan yang dihadapi, seperti pendanaan proyek infrastruktur, perluasan dekarbonisasi, pengembangan teknologi, hingga pengembangan kapasitas dari sumber daya manusia.
"Untuk itulah kami berharap dari pertemuan yang diselenggarakan MKI ini bisa menghasilkan dan memberikan suatu rekomendasi kepada pemerintah dalam mengurangi GRK dan mencapai NZE, khususnya di sektor ketenagalistrikan," ungkap Jisman.
Selain itu, sebagai acuan dalam penetapan Nilai Ekonomi Karbon subsektor pembangkit tenaga listrik, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik.
Peraturan ini merupakan turunan Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan Secara Nasional dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Dalam Pembangunan Nasional. Dimana Nilai Ekonomi Karbon merupakan salah satu instrumen dalam pengurangan emisi GRK.
Direktur Mobilisasi Sumberdaya Sektoral dan Regional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wahyu Marjaka menyatakan bahwa komitmen indonesia sangat kuat dalam mendukung usaha pengurangan emisi secara global.
"Wujud komitmen Indonesia inline dengan situasi yang ada. Kita diminta komitmen ekonomi karbon yang transparan, nanti bagaimana Permen ESDM No. 16 ini bisa inline juga dengan peraturan yang sudah ada," ujar Wahyu.
Dalam Peraturan Menteri tersebut terdapat 6 (enam) lingkup pengaturan yang meliputi: penetapan Persetujan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE), penyusunan Rencana Monitoring Emisi GRK pembangkit tenaga listrik, penetapan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU), Perdagangan Karbon, penyusunan laporan Emisi GRK pembangkit tenaga listrik dan evaluasi pelaksanaan Perdagangan Karbon dan pelelangan PTBAE-PU.
NERACA Jakarta – Indonesia dan Uni Eropa optimistis mengenai proses negosiasi Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) yang…
Pelaku Usaha Ingin Kebijakan Pro-Industri Jakarta – Kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari bebagai dampak…
Kontribusi Ekonomi Industri Pengolahan Nonmigas Meningkat Jakarta – Industri pengolahan nonmigas mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional, yang tercermin…
NERACA Jakarta – Indonesia dan Uni Eropa optimistis mengenai proses negosiasi Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA) yang…
Pelaku Usaha Ingin Kebijakan Pro-Industri Jakarta – Kondisi industri manufaktur di dalam negeri terbukti menghadapi pukulan berat dari bebagai dampak…
Kontribusi Ekonomi Industri Pengolahan Nonmigas Meningkat Jakarta – Industri pengolahan nonmigas mengalami peningkatan dalam kontribusinya terhadap perekonomian nasional, yang tercermin…