Oleh: Abrian Duta Firmansyah, Analis Kebijakan di BKF Kemenkeu
Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) memberikan dampak yang luar biasa bagi dunia di berbagai sektor. Berdasarkan data berbagai lembaga internasional, pandemi ini mendisrupsi 90 persen sistem kesehatan dunia, menyebabkan kerugian ekonomi sebesar USD12 triliun, menurunkan 20 persen investasi pada transisi energi bersih, menyebabkan 1.6 miliar siswa terdampak kemunduran akademis akibat penutupan sekolah, serta berpotensi menambah lebih dari 200 juta penduduk dunia hidup dalam kemiskinan ekstrim pada tahun 2030.
Namun demikian, COVID-19 diperkirakan bukanlah pandemi yang terakhir. Menurut Bank Dunia dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 2022, risiko terjadinya pandemi di masa yang akan datang semakin meningkat sejalan dengan terjadinya degradasi lingkungan, proses urbanisasi yang cepat, serta perjalanan dan perdagangan internasional. Selain itu, penyebab terjadinya pandemi juga akan semakin beragam termasuk dari infeksi zoonosis sebagaimana COVID-19.
Dampak signifikan dan berkepanjangan pandemi COVID-19 serta risiko kemungkinan terjadi kembali di masa yang akan datang, membuktikan bahwa semua negara saling terkoneksi dan tidak ada yang dapat pulih sendirian. Diperlukan aksi kolektif yang inklusif untuk memperkuat arsitektur kesehatan global. Salah satu cara untuk memenuhi tujuan tersebut adalah melalui pendirian mekanisme pembiayaan baru (bukan menggantikan) untuk memobilisasi sumber daya tambahan dalam rangka mengisi kesenjangan pembiayaan dan memperkuat fungsi pencegahan, persiapan, dan respon (PPR) terhadap pandemi.
Berdasarkan penilaian Bank Dunia dan WHO (2022), setiap tahunnya dibutuhkan pembiayaan sebesar USD31.1 miliar untuk memperkuat PPR pandemi. Memperhitungakan pembiayaan PPR pandemi yang saat ini tersedia, masih terdapat kesenjangan pembiayaan sebesar USD10.5 miliar per tahun untuk lima tahun ke depan terutama untuk memperkuat sistem kesehatan pada negara berpendatapan rendah dan menengah.
Forum G20 sebagai forum kerja sama utama ekonomi dunia, telah bersepakat untuk membentuk dana perantara keuangan yang diberi nama Pandemic Fund agar dunia lebih siap dalam menghadapi pandemi di masa yang akan datang. Dana ini akan didedikasikan khusus untuk memperkuat berbagai fungsi PPR pandemi di bawah International Health Regulation (2005) dan konsisten dengan One Health approach. Pembiayaan Dana Pandemi ditujukan untuk mengisi kesenjangan pembiayaan yang ada melalui investasi dan dukungan teknis baik pada tingkat nasional, regional, maupun global di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Pembentukan Dana Pandemi mencerminkan sebuah bentuk multilateralisme dan kolaborasi dalam membangun suatu resiliensi sistem kesehatan global. Dana ini dihasilkan dalam suatu forum bersama antara otoritas keuangan dan kesehatan negara-negara G20 bersama dengan kolaborasi antara Bank Dunia yang memiliki keahlian dalam pengelolaan trust fund dan WHO yang menjadi benchmark kesehatan dunia.
Dana Pandemi dibentuk dengan karakteristik tertentu. Pertama, dedikasikan khusus untuk PPR pandemi. Meskipun terdapat banyak lembaga dan mekanisme pembiayaan yang mendukung kegiatan PPR pandemi, namun hanya Dana Pandemi yang hanya berfokus pada hal tersebut. Kedua, inklusif. Meskipun dalam proses pembentukannya Dana Pandemi tidak terlepas dari proses pembahasan dan dukungan pada forum internasional G20. Dalam pengelolaannya, Dana Pandemi mengedepankan inklusivitas dan keseimbangan yang dicerminkan melalui keterwakilan pemilik hak suara yang seimbang baik dari negara donor, lembaga filantropi, LSM, serta co-investor.
Saat ini terdapat 25 lembaga atau negara donor (baik G20 maupun non-G20) yang telah menyatakan komitmennya untuk berkontribusi pada Dana Pandemi dengan total komitmen kontribusi sebesar USD1.6 miliar. Ketiga, terkait dengan forum G20. Pada struktur Pandemic Fund Governing Board, terdapat satu non-voting seat yang didedikasikan khusus untuk Presidensi G20 guna mencerminkan keterkaitan antara Dana Pandemi dan forum G20.
Saat ini Dana Pandemi tengah bersiap untuk meluncurkan First Call for Proposals-nya yang ditargetkan pada akhir Januari 2023. Call for Proposal ini diharapkan dapat memberikan dampak pada sistem kesehatan, bersifat katalis, dan inklusif utamanya pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menegah. Pembiayaan pertama ini akan difokuskan pada country level dengan memperkuat fungsi “deteksi” seperti peningkatan kapasitas sistem laboratorium nasional, surveilance, serta sumber daya manusia di bidang kesehatan.
Peran Strategis
Indonesia sendiri memiliki peran strategis pada Dana Pandemi. Dana ini resmi diluncurkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, dalam rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Presidensi Indonesia dan merupakan salah satu aksi nyata di bawah Presidensi G20 Indonesia tahun 2022. Hal ini menunjukkan kepemimpinan kuat Indonesia pada level global yang telah berhasil menavigasi forum G20 untuk menghasilkan kontribusi nyata bagi dunia di tengah berbagai tantangan global seperti dampak pandemi yang berkepanjangan, meningkatnya tingkat inflasi, serta situasi geopolitik di Ukraina yang menyebabkan krisis pada sektor energi dan pangan. Peran Indonesia sebagai pendiri Dana Pandemi menunjukkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memperkuat arsitektur kesehatan global sehingga dunia menjadi lebih siap dalam menghadapi pandemi di masa yang akan datang.
Indonesia juga telah menyampaikan komitmenya untuk berkontribusi pada lembaga tersebut sebesar USD50 juta yang akan dibayarkan secara bertahap selama lima tahun. Sebagai Presidensi G20 saat itu, penting bagi Indonesia untuk menjadi salah satu founding donors agar dapat menunjukkan bahwa Indonesia memimpin Presidensi G20 dengan memberikan contoh, selain juga sebagai bentuk solidaritas internasional Indonesia sebagai bagian komunitas global terhadap upaya peningkatan sistem kesehatan utamanya pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Pada pengelolaan Dana Pandemi, Indonesia juga mengambil peran kepemimpinan dengan menjadi Ketua pada Dewan Pengatur Dana tersebut yang dijabat oleh Dr. Chatib Basri (mantan Menteri Keuangan). Dewan Pengatur adalah struktur tertinggi pada Dana Pandemi yang memiliki peran dan tanggung jawab untuk menetapkan hal-hal yang bersifat strategis. Indonesia juga merupakan bagian dari Entitas Penerima Manfaat dan berpotensi mendapatkan sumber daya dari Dana Pandemi untuk meningkatkan kapasitas kesehatan di Indonesia. Skema kontribusi Indonesia yang akan dibayarkan secara bertahap selama 5 tahun diharapkan dapat efektif dan Indonesia mendapatkan kemanfaatan yang lebih dengan partisipasi aktifnya pada Dana Pandemi.
Mempertimbangkan peran strategis pada pengelolaan Dana Pandemi yang saat ini telah dimiliki, diperlukan upaya, dukungan, dan konsistensi untuk dapat mempertahankan berbagai peran sentral tersebut sehingga Indonesia mampu mengoptimalkan kebermanfaatan dari partisipasinya. Diharapkan Indonesia dapat terus berperan aktif pada Dana Pandemi untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia pada level global dan solidaritas internasional pada negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, karena inilah kontribusi Indonesia bagi dunia.
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…