NERACA
Jakarta - Ekspor produk sawit bulan Agustus mengalami lonjakan yang sangat signifikan dibandingkan bulan Juli 2022 yaitu sebesar 1.629 ribu ton, dari 2.705 ribu ton menjadi 4.334 ribu ton. Kenaikan ekspor tertinggi adalah jenis olahan CPO, dari 1.923 ribu ton menjadi 2.971 ribu ton.
“Lonjakan ekspor yang terjadi pada bulan Agustus dikarenakan pemerintah memberikan relaksasi berupa zero levy yang diperpanjang sampai Oktober 2022, dan rencananya Pemerintah (melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian) akan memperpanjang sampai akhir tahun. Relaksasi zero levy sangat membantu eksportir sehingga daya saing produk minyak sawit Indonesia makin baik di pasar global di tengah persaingan yang tinggi dengan minyak nabati lain,” papar Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Mukti Sardjono.
Lebih lanjut, Mukti menerangkan, kenaikan ekspor diikuti dengan kenaikan nilai ekspor sebesar US$ 900 juta dari US$ 3.800 juta pada bulan Juli menjadi US$ 4.791 pada bulan Agustus, meskipun harga CPO Cif Rotterdamturun dari US$ 1.203/ton pada bulan Juli menjadi US$ 1.095/ton pada bulan Agustus.
Kenaikan ekspor terbesar dari bulan Juli ke Agustus terjadi untuk tujuan India yang naik 193% dari 370,8 ribu ton menjadi 1.086,0 ribu ton diikuti oleh China yang naik 68% (355,7 ribu ton) dari 524,0 ribu ton menjadi 879,7 ribu ton dan oleh EU yang naik 51,7% (172,8 ribu ton) dari 334,0 ribu ton menjadi 506,8 ribu ton.
“Kenaikan ekspor didukung oleh kenaikan produksi sebesar 503 ribu ton menjadi 4,3 juta ton dari sebelumnya 3,8 juta ton juta ton. Kenaikan produksi ini selain disebabkan oleh faktor musiman juga karena PKS sudah beroperasi secara normal. Namun secara YoY sampai dengan Agustus, produksi 2022 sebesar 31,6 juta ton adalah lebih rendah dari produksi 2021 sebesar 33,6 juta ton,” papar Mukti.
Kemudian, Mukti pun menjelaskan bahwa konsumsi dalam negeri bulan Agustus sebesar 1.841 ribu ton, sedikit turun (-2,2%) dibandingkan dengan konsumsi bulan Juli sebesar 1.881 ribu ton, tetapi lebih tinggi dari bulan Agustus 2021 sebesar 1.465 ribu ton. Secara YoY konsumsi sampai dengan Agustus 2022 sebesar 13.299 ribu ton, 8,5% lebih tinggi dari tahun 2021 sebesar 12.253 ribu ton.
Berdasarkan perkembangan tersebut, stok minyak sawit turun dari 5.905 ribu ton pada bulan Juli menjadi 4.036 ribu ton pada bulan Agustus.
Selain itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memacu perluasan pasar ekspor untuk industri pengolahan kelapa sawit, seperti pengapalan produk biomassa cangkang sawit ke Negeri Sakura. Produk turunan cangkang sawit asal Indonesia sangat diminati oleh pasar Jepang sebagai sumber energi primer yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
“Kami juga mendukung masuknya investasi di sektor industri hilir pengolahan cangkang sawit menjadi bahan bakar terbarukan dengan nilai kalori tinggi setelah komoditas tersebut diolah menjadi produk industri pellet biomassa dengan kerapatan energi yang lebih tinggi,” kata Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin Eko SA Cahyanto.
Cangkang sawit merupakan biomassa potensial yang bisa diolah menjadi produk hilir. Di Indonesia, potensi produksi cangkang sawit mencapai 11 juta ton/tahun, tetapi masih diekspor sekitar 3,5 juta ton/tahun dalam bentuk komoditas setengah jadi.
Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab pembinaan atas sektor industri pengolahan biomassa kelapa sawit, Kemenperin melalui fasilitasi Atase Perindustrian KBRI Tokyo menginisiasi kegiatan forum bisnis di Tokyo. Kegiatan ini mempertemukan para pelaku usaha cangkang sawit yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) dengan Japan Biomass Power Association (BPA).
Sementara itu, Ketua Umum APCASI, Dikki Ahmar mengemukakan, dalam hal aspek keberlanjutan produk kelapa sawit asal Indonesia, para pelaku usaha industri cangkang sawit telah menjalankan prinsip ramah lingkungan dan lestari berkelanjutan, termasuk juga membangun perekonomian masyarakat di daerah produsen cangkang sawit.
“Saat ini aspek keberlanjutan menjadi sangat penting karena semakin banyak negara pembeli produk hilir kelapa sawit, termasuk Cangkang Sawit, mensyaratkan sertifikasi keberlanjutan atas produk perkebunan kelapa sawit seperti RSPO (Roundtable Sustainable Palm Oil) dan ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil),” tutur Dikki.
Kemenperin berharap akan terjalin penguatan kerja sama tekno-ekonomi di sektor industri energi terbarukan. Kerja sama tersebut merupakan salah satu implementasi dari Program Transisi Energi nasional, khususnya meningkatkan peran sektor industri pengguna energi untuk dapat memproduksi energi baru terbarukan dengan memanfaatkan produk samping perkebunan kelapa sawit.
NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Luar Negeri dan Pembangunan Inggris (FCDO), meluncurkan Program…
NERACA Jakarta – Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) R. Azis Hidayat mengusulkan agar dibentuk Pelaksana Harian…
NERACA Indramayu — Pertamina EP melalui terobosan terbaru, yang disebut DOBBER (downhole scrubber), berhasil menurunkan angka loss production opportunity/LPO, dari…
NERACA Jakarta – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama Kementerian Luar Negeri dan Pembangunan Inggris (FCDO), meluncurkan Program…
NERACA Jakarta – Ketua Bidang Perkebunan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) R. Azis Hidayat mengusulkan agar dibentuk Pelaksana Harian…
NERACA Indramayu — Pertamina EP melalui terobosan terbaru, yang disebut DOBBER (downhole scrubber), berhasil menurunkan angka loss production opportunity/LPO, dari…