Oleh: Etin Supriyatin, Penyuluh Pajak Ahli Muda di KPP WP Besar Satu *)
Pesatnya perkembangan teknologi memunculkan beragam inovasi di sektor jasa keuangan. Salah satunya adalah konsep pinjam meminjam uang berbasis teknologi finansial. Inovasi tersebut merupakan jawaban atas kebutuhan masyarakat terhadap akses permodalan usaha yang belum terjangkau oleh lembaga keuangan resmi seperti perbankan.
Tahun ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah merilis data pelaku peer-to-peer lending (P2L). Sejak kemunculannya pertama kali di tahun 2017, jumlah pelakunya terus bertambah. Di Indonesia, saat ini jumlahnya mencapai 102 (seratus dua) perusahaan.
Mengenal Lebih Dekat P2L
Sesuai Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 (POJK-77/2016), layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi (LPMUBTI) adalah layanan pinjam meminjam uang dalam mata uang rupiah secara langsung antara kreditur/lender (pemberi pinjaman) dan debitur/borrower (penerima pinjaman) berbasis teknologi informasi.
Meski serupa, terdapat perbedaan mendasar antara peer-to-peer lending atau LPMUBTI dengan pinjaman online. Perbedaan mendasarnya adalah pemilik dana yang dipinjamkan. LPMUBTI lebih dikenal dengan crowdfunding, di mana dana dimiliki oleh satu orang atau lebih pemilik dana (kreditur). Lain halnya dengan pinjaman online, dana yang dipinjamkan adalah milik satu orang atau perusahaan. Perbedaan lainnya, LPMUBTI menyalurkan pinjaman untuk digunakan untuk modal usaha, sedangkan pinjaman online digunakan untuk keperluan konsumtif.
Pemerintah tidak tinggal diam menangkap momentum ini. Oleh karena itu, tahun ini terbit Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-69/PMK.03/2022 mengenai Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial (PMK-69/2022). Beleid ini mendefinisikan LPMUBTI sebagai penyelenggaraan layanan untuk mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam secara langsung melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet, termasuk yang menerapkan prinsip syariah.
Para pihak yang terlibat dalam bisnis LPMUBTI ini terdiri dari tiga pihak, yaitu pemberi pinjaman (lender), penerima pinjaman (borrower), dan penyelenggara LPMUBTI. POJK-77/2016 telah mengatur prasyarat ketiga pihak tersebut. Pertama, lender dapat berstatus perorangan (warga negara Indonesia/WNI maupun asing), badan hukum (Indonesia maupun asing), atau lembaga internasional. Kedua, borrower adalah WNI dan badan hukum Indonesia yang berdomisili di Indonesia, yang dapat mengajukan pinjaman maksimal sebesar Rp2 miliar.
Ketiga, penyelenggara LPMUBTI yang dapat diberikan izin harus berbadan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas/koperasi, dapat dimiliki oleh perorangan baik WNI maupun WNA, badan hukum Indonesia/asing (dengan kepemilikan saham asing langsung/tidak maksimal 85%). Selain itu, syarat modal disetor minimal sebesar Rp1 miliar pada saat pendaftaran, dan minimal sebesar Rp2,5 miliar pada saat mengajukan permohonan perizinan ke OJK.
Adapun jasa yang diberikan oleh penyelenggara LPMUBTI adalah menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan LPMUBTI dari pihak lender kepada pihak borrower yang sumber dananya berasal dari pihak lender. Penyelenggara LPMUBTI dilarang bertindak sebagai borrower maupun lender.
Lender maupun borrower melakukan pendaftaran pada aplikasi penyelenggara layanan dengan menyampaikan informasi berupa nama, alamat, NIK, nomor telepon, email, jenis kelamin, tanggal lahir, pekerjaan, pendidikan dan NPWP. Kemudian setelah terdaftar pada aplikasi penyelenggara LPMUBTI, untuk borrower dapat mengajukan proposal pinjaman. Selanjutnya penyelenggara LPMUBTI melakukan analisis kelayakan proposal pinjaman dan penetapan tingkat risiko borrower berdasarkan analisa tersebut. Permohonan borrower bisa diterima ataupun ditolak, tentunya tergantung dari beragam faktor. Jika berdasarkan analisis proposal tersebut hasilnya diterima kemudian ditampilkan dalam aplikasi penyelenggara LPMUBTI.
Sedangkan untuk lender melakukan top-up dana pada akun yang dimiliki pada aplikasi tersebut, kemudian dapat melakukan investasi kepada proposal dari borrower yang diinginkan dalam aplikasi penyelenggara LPMUBTI. Kemudian jika proposal sudah cukup terdanai, maka penyelenggara LPMUBTI menyalurkan dana melalui escrow account. Penyelenggara LPMUBTI akan memungut komisi (fee) marketing, sehingga uang yang dicairkan kepada borrower sudah sebesar nilai bersih (dikurangi komisi). Perjanjian dibuat dalam dokumen elektronik antara penyelenggara LPMUBTI dengan lender dan antara lender dengan borrower.
Pada saat yang ditentukan, borrower mengembalikan pokok pinjaman beserta bunga sesuai dengan perjanjian, baik itu sekaligus maupun bulanan melalui escrow account penyelenggara LPMUBTI. Lalu diteruskan kembali kepada akun lender beserta bunganya dengan dikurangi komisi.
Aspek Pajak
Berdasarkan PMK-69/2022 dan melihat proses bisnis LPMUBTI, maka kita dapat melihat dengan mudah aspek mana saja yang wajib dipenuhi perihal pemotongan dan pemungutan pajaknya. Di sini kita akan melihat kewajiban masing-masing pihak. Pertama, Penyelenggara LPMUBTI wajib memungut PPh Pasal 23/26 atas bunga yang dibayarkan oleh borrower. Kewajiban membuat bukti potong, membayar PPh terutang, dan melaporkan dalam SPT Masa tentu saja menjadi hal baru, karena sebelum PMK ini diundangkan hal tersebut belum diwajibkan.
Kedua, terhadap perolehan fee, komisi, ujrah, maupun imbalan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun dari borrower dan/atau lender wajib dilaporkan penyelenggara LPMUBTI ke dalam SPT Tahunan. Penghasilan tersebut merupakan jasa layanan pinjam meminjam yang termasuk dalam Jasa Kena Pajak, sehingga penyelenggara LPMUBTI juga wajib melakukan pemungutan PPN dengan tarif sesuai ketentuan dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Ketiga, bagi pihak pemberi pinjaman (lender), atas penghasilan bunga yang diperoleh wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan dan mengkreditkan bukti potong yang diperoleh dari penyelenggara LPMUBTI.
Simpulan
Data pelaporan bulanan Penyelenggara LPMUBTI kepada OJK bulan Juni 2022 menunjukkan kenaikan jumlah akun rekening yang memberikan pinjaman sebanyak 4 juta akun. Dari sebelumnya di bulan April sebanyak 13 juta akun menjadi 17 juta akun. Begitu pula jumlah dana yang dipinjamkan naik dari sebesar Rp17.915,38 miliar menjadi Rp20.670,69 miliar. Sehingga dari data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan berlakunya PMK-69/PMK.03/2022 per 1 Mei 2022 tidak membuat bisnis LPMUBTI ini menjadi menurun daya tariknya bagi masyarakat. LPMUBTI tetap menjadi alternatif sumber pendanaan yang memiliki kelebihan dan keuntungan tersendiri bagi pengusaha UMKM. *) Tulisan merupakan pendapat pribadi
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…
Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…
Oleh: Ratna Soemirat, Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…