Pajak dan Sosmed

 

Oleh: Moch Arief Risman, Staf Pusdiklat BPPK Kemenkeu

Suatu saat anak kami pernah menyebutkan beberapa nama pesohor Sosmed seperti Baim Wong, Atta Halilintar, Raffi Ahmad, Ria Ricis dan Deddy Corbuzier.  Mereka adalah youtubers papan atas Indonesia. Secara spontan anak kami menyebutkan, penghasilan mereka besar sekali, bisa mencapai miliaran rupiah per bulan. Sebuah profesi yang muncul di era Sosmed dan menjadi dambaan jutaan orang di Indonesia. Seiring dengan fenomena tersebut kini banyak bermunculan youtuber baru yang membuat beragam acara atau konten tertentu sehingga bisa dilihat oleh para netizen.

Selama pandemi Covid-19,  sosial media (Sosmed) makin berjaya karena orang lebih banyak tinggal di rumah masing-masing dan membuka akun-akun sosial media lewat gadgetnya.  Seiring dengan fenomena tersebut kemudian banyak orang yang beriklan di sosial media untuk mengembangkan bisnisnya. Melalui media mainstream, biasanya perlu waktu lama untuk memperkenalkan bisnisnya. Kini melalui sosial media bisa dipercepat. Sosmed memiliki algoritma tersendiri sehingga membuat sebuah informasi bisa disebar dengan cepat ke berbagai penggunanya.

Bisa kita ambil contoh misalnya jika kita ingin berpromo di Instagram, maka bisa kita manfaatkan layanan promo yang disediakan oleh Instagram dengan jumlah pembayaran tertentu sesuai jumlah target yang ingin diraih. Tentu saja jika sebuah perusahaan yang selama ini berpromosi melalui surat kabar cetak kini beralih ke sosial media karena lebih banyak orang yang kini menggunakan Sosmed ketimbang membaca surat kabar cetak.  Dalam kondisi seperti ini, beralihlah media cetak ke media digital yang juga memanfaatkan Sosmed. Sebuah fenomena lain dari dunia sosial media kaitannya dengan bisnis.

Dengan makin canggihnya teknologi informasi dan perkembangan sosial media saat ini, akan menyebabkan perubahan beberapa pola kehidupan. Salah satu pola yang berubah adalah pola belanja.  Terjadi perubahan pola belanja yang biasanya mendatangi sebuah toko atau mal kini cukup mengunjungi akun sosial media yang berisi banyak informasi barang-barang yang dibutuhkan. Lalu orang tinggal memesan sesuai contoh barang yang dipromokan di Sosmed. Begitu banyak orang yang tertarik dengan melihat contoh barang yang tersaji di sosial media lalu ia bisa memesan barang-barang tersebut. Seolah transaksi tidak kelihatan ada di sebuah toko atau pasar, kenyataannya terjadi transaksi.

Perubahan pola transaksi ini tentu akan sedikit menyulitkan Ditjen Pajak untuk mengamati atau memeriksa adanya aliran penghasilan ataupun barang.  Begitu banyak transaksi yang terjadi melalui Sosmed sehingga kini mampu menggeser kejayaan supermarket yang berada di mal-mal besar. Begitu banyaknya potensi perpajakan dari transaksi di sosial media ini, sudahkah Ditjen Pajak menyongsong perubahan ini untuk menggali penerimaan pajak dari perkembangan dunia sosial media?

Ada satu fakta menarik, ketika di sebuah akun Sosmed milik seseorang yang mengaku Crazy Rich ia memperlihatkan saldo rekening banknya. Para netizen tentu terpukau dengan besarnya saldo sang Crazy Rich senilai Rp. 11,4 triliun, ternyata di dalam kolom komentar muncul akun resmi Ditjen Pajak yang menanggapi konten tersebut. Sementara itu Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan bahwa pihaknya senang jika ada orang super kaya yang pamer hartanya di Sosmed.  Saat pamer jumlah uang di rekening bank nya, menurut Menkeu, petugas pajak nanti akan mendatanginya. Dari beberapa fakta ini menandakan bahwa Ditjen Pajak mengikuti perkembangan yang terjadi di dunia sosial media untuk penggalian potensi penerimaan pajak.

Masa pendemi menjadi masa-masa sulit untuk dunia bisnis. Beberapa masih bertahan, lebih banyak yang menghadapi kesulitan keuangan bahkan sampai ada yang mengalami kebangkrutan. Penurunan kondisi usaha secara umum menurunkan pula tingkat penghasilan perusahaan ataupun orang pribadi. Kondisi ini terus berlanjut ke potensi penerimaan pajak yang ikut menurun. 

Namun demikian, di tengah fenomena penurunan usaha ternyata ada angin optimis dimana terjadi peningkatan transaksi di sektor yang lain. Sektor itu adalah penjualan melalui berbagai sosial media, selain itu banyak sekali data penghasilan Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi yang bisa digali dari para youtuber, podcaster atau para selebgram. Meski diperkirakan terjadi penurunan penerimaan pajak di era pandemi, namun gambaran optimistis bisa didapatkan dari apa yang berkembang di Sosmed.

Gambaran adanya perkembangan transaksi bisnis di sosial media perlu diantisipasi oleh Ditjen Pajak. Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh Ditjen Pajak untuk menyongsong era perkembangan sosmed diantara: (1) peraturan pajak yang bisa menjaring semua potensi penerimaan pajak dari perkembangan sosial media, (2) Ditjen Pajak perlu lebih mengaktifkan penyuluhan pajak terutama di sosial media sehingga orang akan lebih sadar dan paham akan transaksi di sosial media yang bisa dikenakan pajak, (3) mengamati WP yang memiliki profesi Youtuber, Conten Creator, Selebgram, dan pihak lain yang terkait langsung dengan kegiatan sosial media. 

Potensi penerimaan pajak adalah dari honor atas endorse, honor sebagai bintang iklan, jasa pembuatan video, juga honor atas pembuatan konten yang dibuat, (4) penguatan data-data perusahaan yang beriklan di sosial media, dari situ akan diperoleh data ke pihak mana saja biaya iklan atau marketing dibelanjakan. Dari sini akan tergali potensi Pajak Penghasilan pasal 21 atau 26.

Selain itu pemotongan Pajak Penghasilan pasal 23 atas jasa yang dinikmati, (5) penguatan data-data transaksi penjualan yang dilakukan via sosial media untuk peningkatan jumlah Pengusaha Kena Pajak dan juga peningkatan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai.  Data ini diperoleh dari para produsen atau pabrikan yang menjual ke berbagai pihak terutama penyalur atau agen ke berbagai pengecer yang biasa berjualan di sosial media.

Melihat perkembangan zaman semakin cepat seiring perkembangan teknologi komunikasi, pola transaksi mengalami perubahan yang pesat. Apapun yang terjadi para fiskus dihadapkan pada satu tantangan untuk mengikuti fenomena yang terjadi.   Harapannya Ditjen Pajak mampu menyongsong perubahan perilaku di Sosmed untuk melayani para WP dan menggali potensi penerimaan pajaknya.  

BERITA TERKAIT

Sinergi Danantara"Himbara, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Nasional

Oleh : Ricky Rinaldi,  Analis Kebijakan Publik   Pemerintah Indonesia terus menunjukkan keseriusannya dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui kolaborasi…

Kebijakan Terpadu Dorong Indonesia Mandiri Pangan

    Oleh: Zikri Warmena, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi langkah konkret untuk…

Membangun Ekosistem Kerja Baru, Cegah PHK Jangka Panjang

    Oleh: Fikri Permana, Pengamat Ketenagakerjaan   Pemerintah Indonesia terus menunjukkan keseriusannya dalam membangun ketahanan sektor ketenagakerjaan secara jangka…

BERITA LAINNYA DI Opini

Sinergi Danantara"Himbara, Langkah Strategis Perkuat Ekonomi Nasional

Oleh : Ricky Rinaldi,  Analis Kebijakan Publik   Pemerintah Indonesia terus menunjukkan keseriusannya dalam memperkuat ketahanan ekonomi nasional melalui kolaborasi…

Kebijakan Terpadu Dorong Indonesia Mandiri Pangan

    Oleh: Zikri Warmena, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Pemerintah Indonesia terus mengakselerasi langkah konkret untuk…

Membangun Ekosistem Kerja Baru, Cegah PHK Jangka Panjang

    Oleh: Fikri Permana, Pengamat Ketenagakerjaan   Pemerintah Indonesia terus menunjukkan keseriusannya dalam membangun ketahanan sektor ketenagakerjaan secara jangka…