Kreativitas Jaga Pertumbuhan

Presiden Jokowi saat berpidato di depan anggota PPAD (Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat) belum lama ini, terungkap penyataan bahwa setelah kebijakan pemerintah menyetop ekspor bahan mentah nikel ke luar negeri, pendapatan devisa Indonesia melesat menjadi Rp 300 triliun dari semula Rp 15 triliun per tahun. Jelas, ini merupakan hasil kreativitas dan inovasi produk nikel olahan BUMN memiliki nilai tambah luar biasa, ketimbang saat ekspor bahan mentahnya saja.

Nah, apabila daya kreativitas dan inovasi semua hasil produksi BUMN terus diberdayakan, niscaya akan menambah kekuatan fundamental ekonomi Indonesia, yang tentunya masih cukup kuat untuk menangkal ancaman resesi yang sedang menghantui dunia. Itu sebabnya, pemerintah optimistis perekonomian Indonesia pada kuartal II-2022 tumbuh di atas 5%. Namun patut disadari, resesi bisa datang setiap saat secara tidak terduga, kapan saja.

Ancaman resesi bisa datang dari kenaikan harga pangan impor. Lonjakan harga pangan impor bisa mendorong inflasi di dalam negeri. Apalagi nilai tukar rupiah terhadap US$ sedang dalam tren berfluktuasi sejalan dengan kebijakan Bank Sentral AS (The Fed). Faktanya tahun ini, The Fed telah sebanyak 4 kali fed funds rate (FFR) ke level 2,25%-2,50%, dan diprediksi di akhir 2022 diperkirakan mencapai level 3%-4%.

Tidak hanya itu. Ancaman resesi juga bisa datang dari kenaikan harga minyak. Tingginya harga minyak mentah dunia berpotensi mendorong inflasi di dalam negeri karena Pertamina dan produsen BBM lainnya harus mengikuti harga pasar. Apalagi jika pemerintah akhirnya menaikkan harga BBM bersubsidi dan BBM penunjukan khusus (solar dan Pertalite), serta tarif listrik dan elpiji bersubsidi karena APBN lama-lama tak mampu lagi menanggung beban subsidi.

Risiko inflasi dapat berasal dari gejolak harga pangan (volatile food), tarif yang diatur pemerintah (administered price), dan inflasi barang impor (imported inflation) yang tidak bisa dianggap ringan. Karena kondisi itu bisa semakin menekan daya beli masyarakat yang sedang melemah akibat minimnya aktivitas selama pandemi.

Kenapa laju inflasi jangan dianggap enteng? Data menunjukkan pada Juli 2022 terjadi inflasi 0,64%, atau secara tahun kalender (Januari–Juli) 2022 dan secara tahunan (Juli 2021-Juli 2022) masing-masing 3,85% dan 4,94%. Komponen inti pada Juli 2022 mengalami inflasi 0,28%, dengan tingkat inflasi komponen inti tahun kalender 2,11% dan tingkat inflasi komponen inti tahun ke tahun 2,86%. Dengan laju inflasi saat ini, target inflasi 2022 sebesar 3% plus minus 1% dipastikan terlewati.

Selain itu, terjadinya pelemahan ekonomi China dan AS merupakan kabar kurang baik bagi para eksportir Indonesia, mengingat China dan AS adalah negara tujuan ekspor utama Indonesia. Pada kuartal II-2022, ekonomi China hanya tumbuh 0,4% (yoy), padahal kuartal sebelumnya tumbuh 4,08%. Kondisi ekonomi AS bahkan lebih parah lagi, dimana PDB negeri Paman Sam pada kuartal I dan kuartal II-2022 masing-masing minus 1,6% dan 0,9% (yoy). Meski demikian, ekonomi AS belum dapat dikategorikan masuk ke jurang resesi, mengingat masih besarnya penyerapan tenaga kerja di negeri itu.

Jelas, dari berbagai tantangan menghadapi sejumlah risiko eksternal tersebut, ekonomi Indonesia tetap optimis jangan sampai jatuh ke dalam resesi. Namun sebaliknya, perekonomian domestik harus tetap dijaga tumbuh secara berkualias, berkelanjutan dan inklusif. Kita tentu optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 dapat tembus 5%, serta diikuti penurunan angka kemiskinan.

Jadi, pemerintah perlu terus konsisten menjaga konsumsi rumah tangga yang memiliki porsi terbesar sekitar 58% dalam struktur PDB pengeluaran. Dengan konsumsi tetap bertumbuh dan daya beli masyarakat tetap stabil merupakan tantangan pemerintah ke depan. Artinya, pemerintah tetap mempertahankan kebijakan bansos yang tepat sasaran kepada masyarakat bawah, dan mewaspadai laju inflasi, terutama inflasi yang berasal dari gejolak harga pangan (volatile food) dan kebijakan tarif (administered price).

Selain itu, pemerintah perlu terus memberikan insentif perpajakan kepada masyarakat menengah atas, di antaranya insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN-DTP) kendaraan bermotor dan properti. Kebijakan relaksasi kredit UMKM hingga akhir 2024 merupakan akselerasi kebijakan pemerintah untuk mengantisipasi situasi ekonomi global yang yang tidak menentu di masa depan.

BERITA TERKAIT

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Kejar Pajak Tambang !

    Usaha menaikkan pajak dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) seperti royalti dari perusahaan tambang batubara merupakan sebuah tekad…

Pemerintah Berutang 2 Tahun?

  Wajar jika Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan kaget saat mendengar kabar bahwa Kementerian Perdagangan belum…

Hilirisasi Strategis bagi Ekonomi

Menyimak pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 tumbuh sebesar 5,4 persen ditopang oleh sektor manufaktur yang mampu tumbuh sebesar 4,9…