Waspadai Ancaman Krisis Global

Pemerintah memastikan Indonesia tidak akan mengalami krisis ekonomi pasca pandemi Covid-19. Sebab, sejak sebelum pandemi terjadi, pemerintah sangat disiplin dalam mengelola standar kebijakan fiskal. Apalagi pernyataan Menko Perekonomian, Menteri Keuangan dan Gubernur BI optimis pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2022 diprediksi mencapai lebih 5%.

Ini membuat Indonesia menjadi negara yang berdaya tahan (resilien) dalam menghadapi krisis pandemi dan gejolak global. "Pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter ini sejak lama prudent dan konservatif. Kebijakan fiskal kita disiplin, defisit kita di bawah 3% dari PDB dan utang kita di bawah 30% dari PDB," ujar Kepala BKF Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, pekan lalu.

Di sisi lain, tingkat inflasi Indonesia dalam 5 tahun terakhir masih di bawah 5%. Neraca berjalan juga mengalami surplus. Belum lagi Indonesia tengah menikmati keuntungan dari kenaikan harga komoditas. Mulai dari ekspor nikel, batubara, CPO dan yang lainnya.

Jelas, fundamental ekonomi Indonesia memang masih baik dan bahkan memasuki fase ekspansi, namun demikian perlambatan pertumbuhan global perlu tetap diwaspadai. Ancaman resesi global yang nyata di tengah lonjakan inflasi tinggi harus segera diantisipasi otoritas fiskal, moneter, maupun jasa keuangan kita.

Perekonomian RI yang masih cukup stabil, di tengah ancaman resesi global dan volatilitas sektor keuangan yang tinggi, ini berkat makin pulihnya mobilitas masyarakat seiring pandemi mereda, plus harga-harga komoditas unggulan ekspor kita melambung luar biasa. Alhasil, berbeda dari biasanya yang defisit, kinerja APBN tahun ini malah sangat positif, dan membukukan surplus signifikan.

Kementerian Keuangan mencatat, realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) surplus Rp 73 triliun pada semester I-2022, setara 0,39% dari total PDB. Penerimaan negara melonjak 48,5% (yoy) menembus Rp 1.317, 2 triliun hingga akhir Juni lalu, jauh lebih tinggi dari realisasi belanja pemerintah Rp 1.243,6 triliun.

Meski demikian, ekonomi Indonesia juga tidak terlepas dari dampak gejolak ekonomi global, yang bersumber dari melambungnya harga energi dan pangan karena gangguan pasokan global lantaran pandemi Covid-19, ditambah perang berkepanjangan di Eropa antara Rusia dan Ukraina. Inflasi di Amerika Serikat, yang merupakan ekonomi terbesar dunia, sudah menembus 9,1% (Juni) atau tertinggi dalam empat dekade.

Begitu juga Bank Sentral AS (The Fed) terpaksa menaikkan agresif suku bunganya guna memerangi inflasi, di tengah pertumbuhan ekonomi yang sudah kontraksi dua kuartal terakhir berturut-turut tahun ini. Kenaikan fed funds rate itu mendorong dolar pulang kandang dan menimbulkan gelombang dahsyat, foreign capital outflow, dari emerging markets termasuk dari Indonesia. Alhasil, nilai tukar rupiah dan mata uang negara lain terhadap dolar AS terdepresiasi.

Meski Gubernur The Fed Jerome Powell dan Presiden AS Joe Biden yakin ekonomi AS tak memasuki resesi, namun produk domestik brutonya yang terkontraksi dua kuartal berturut-turut tentu berdampak menekan pemulihan ekonomi global. Bahkan The Fed menegaskan belum ada tanda-tanda ekonomi Amerika mengalami resesi, karena banyak aspek yang menunjukkan kinerja terlalu baik untuk dikategorikan resesi, seperti penambahan lapangan kerja AS pada Juni tetap kuat dengan 372.000 pekerjaan diciptakan dan tingkat pengangguran bertahan di kisaran 3,6%. Angka pengangguran ini lebih baik dari Indonesia.

Selain banyak kalangan masih mengkhawatirkan ekonomi AS terancam resesi, kinerja perekonomian Tiongkok dan kawasan Uni Eropa yang menurun juga perlu kita waspadai. Apalagi, semalam muncul episentrum ketegangan geopolitik baru di Asia, setelah Ketua DPR AS Nancy Pelosi kemarin mendarat di Taipei, di tengah protes dan ancaman keras China yang menolak kunjungan provokatif pejabat tinggi negara adidaya tersebut ke Taiwan.

Artinya, bila kini mereka sedang dilanda perlambatan pertumbuhan ekonomi atau kontraksi plus hiperinflasi (stagflasi), bahkan terancam resesi, maka kita juga harus segera melakukan langkah antisipasinya. Indonesia tidak boleh meremehkan ancaman resesi global.

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…