Oleh: Melani Dewi Astuti, Analis Kebijakan Ahli Muda BKF Kemenkeu *)
Digitalisasi ekonomi menyebabkan makin maraknya transaksi digital dengan jenisnya yang makin beragam. Hal ini merupakan tantangan baru di bidang perpajakan karena ketentuan yang ada saat ini tidak sepenuhnya bisa mengatasi permasalahan pemajakan akibat digitalisasi ekonomi, salah satunya terkait transaksi aset kripto. Untuk itu, Pemerintah telah menerbitkan peraturan baru terkait pemajakan kripto, yaitu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2022 (PMK 68) yang akan berlaku efektif pada 1 Mei 2022.
Tujuan pengaturan pemajakan aset kripto adalah untuk memberikan kepastian hukum, kesederhanaan, dan kemudahan administrasi pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas perdagangan aset kripto. Meskipun berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang PPh, setiap tambahan kemampuan ekonomis merupakan penghasilan yang dapat dikenakan pajak, namun belum terdapat pengaturan mengenai siapa pihak yang akan memungut pajak atas transaksi aset kripto, sehingga penerimaan pajak dari transaksi kripto belum optimal.
Aset kripto telah ditetapkan sebagai komoditas berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 99 Tahun 2018, di mana pembinaan, pengawasan, dan pengembangannya ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Beberapa negara juga menganggap aset kripto sebagai komoditas, seperti: Austria, Kanada, dan Tiongkok. Selain itu, Bank Indonesia juga melarang aset kripto digunakan sebagai alat pembayaran. Senada dengan Indonesia, beberapa negara juga melarang kripto digunakan sebagai alat pembayaran, antara lain: Bangladesh, Bolivia, Rusia, Ekuador, dan Saudi Arabia
Menurut Bappebti, jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia mencapai 7,5 juta akhir tahun 2021, meningkat sekitar 87,5% dari tahun 2020 yang hanya mencapai 4 juta pelanggan. Jumlah transaksi kripto hingga Juli 2021 sebesar Rp487,5 triliun yang mengalami peningkatan 636,15% dari tahun 2020. Asosiasi Blockchain Indonesia menyatakan bahwa jumlah ini akan terus meningkat meskipun jumlah pelanggan di Indonesia masih pada posisi 30 besar dunia.
PMK 68 mengatur pemajakan atas transaksi aset kripto yang meliputi PPN dan PPh. PPN dikenakan atas penyerahan: (1) aset kripto oleh penjual aset kripto; (2) jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE); dan/atau (3) jasa verifikasi transaksi aset kripto dan/atau jasa manajemen penambang aset kripto (mining pool). Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 11%, namun untuk transaksi kripto dikenakan tarif PPN dengan besaran tertentu.
Penyerahan aset kripto yang dicakup dalam PMK 68 adalah penyerahan aset kripto oleh penjual di dalam daerah pabean atau penyerahan aset kripto kepada pembeli di dalam daerah pabean, yang meliputi: jual beli aset kripto dengan mata uang fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya, dan tukar menukar aset kripto dengan barang selain aset kripto dan/atau jasa. PPN yang dikenakan atas transaksi penyerahan tersebut yaitu sebesar 1% dari tarif PPN dikali nilai transaksi aset kripto jika PPMSE merupakan pedagang fisik aset kripto, dan sebesar 2% dari tarif PPN dikali nilai transaksi aset kripto jika PPMSE bukan merupakan pedagang fisik aset kripto. Pedagang aset kripto adalah pihak yang telah memperoleh ijin dari pejabat berwenang untuk melakukan transaksi aset kripto baik atas nama diri sendiri atau sebagai fasilitator
Sementara itu, untuk penyerahan jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan aset kripto oleh PPMSE, PPN dihitung dengan mengalikan tarif PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak, yaitu jumlah imbalan atau komisi yang diterima PPMSE. Sedangkan untuk penyerahan jasa pelayanan verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto dikenakan PPN sebesar 10% dari tarif PPN dikali dengan nilai berupa uang atas aset kripto yang diterima penambang.
Pengenaan PPN atas aset kripto telah diatur di beberapa negara, seperti negara-negara di uni eropa, Jepang, Jerman, dan India. Sebagian besar negara di dunia yang mengatur pemajakan kripto mengecualikan PPN atas penyerahan aset kripto, terutama negara-negara yang memperlakukan aset kripto sebagai alat pembayaran, sedangkan untuk penyerahan jasa PPMSE atau jasa penambang, pada umumnya dikenakan PPN.
Sementara itu, terkait pajak penghasilan, penghasilan yang diterima: (1) penjual aset kripto; (2) PPMSE; dan (3) penambang aset kripto, dikenakan pajak penghasilan dengan tarif tertentu. Penghasilan dari aset kripto yang meliputi: transaksi dengan pembayaran mata uang fiat, tukar menukar aset kripto dengan aset kripto lainnya, dan transaksi aset kripto lainnya, dikenakan PPh Pasal 22 sebesar 0.1% dari nilai transaksi, bersifat final untuk PPMSE yang merupakan pedagang aset fisik, sedangkan untuk PPMSE yang bukan pedagang aset fisik, dikenakan tarif 0.2%.
Penghasilan yang diperoleh PPMSE dikenakan PPh dengan tarif umum sedangkan penghasilan yang diterima penambang aset kripto dikenakan PPh Pasal 22 dengan tarif 0.1% bersifat final yang disetor sendiri oleh penambang.
Pengenaan PPh di berbagai negara pada umumnya dikenakan atas capital gain, yaitu selisih harga penjualan dengan harga pembelian dan dikenakan tarif PPh umum. Berbeda dengan perlakuan perpajakan aset kripto di Indonesia yang mengenakan PPh dari nilai transaksi dengan tarif yang sangat rendah.
Pengenaan pajak atas aset kripto dapat memperluas basis pajak. Dengan makin maraknya transaksi kripto, penerimaan pajak tentunya akan meningkat. Diharapkan, dengan telah diaturnya ketentuan pemajakan kripto, Wajib Pajak dapat melaksanakan kewajibannya dengan mudah dan benar karena pada dasarnya setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, merupakan penghasilan yang dapat dikenakan pajak. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Oleh: Esther Valentina, Pemerhati Sosial dan Budaya Dalam era digital yang penuh kemajuan teknologi, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,…
Oleh: Budi Sumantoro, Pengamat Pertanian Ketersediaan pupuk dalam jumlah dan waktu yang tepat menjadi fondasi utama…
Oleh : Awaliyah, Penyuluh Pajak di KPP PMA Empat *) Ketersediaan stok hewan ternak dari tahun ke tahun selalu…
Oleh: Esther Valentina, Pemerhati Sosial dan Budaya Dalam era digital yang penuh kemajuan teknologi, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,…
Oleh: Budi Sumantoro, Pengamat Pertanian Ketersediaan pupuk dalam jumlah dan waktu yang tepat menjadi fondasi utama…
Oleh : Awaliyah, Penyuluh Pajak di KPP PMA Empat *) Ketersediaan stok hewan ternak dari tahun ke tahun selalu…