Ikrar Metana Global

Oleh: Amanda Katili Niode, Ph.D., Direktur Climate Reality Indonesia

Gas Metana menjadi perhatian di Glasgow, Britania Raya, ketika berlangsungnya Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim awal bulan ini. Pasalnya, sebanyak 110 negara, termasuk Indonesia, menandatangani Global Methane Pledge – Ikrar Metana Global, untuk mengurangi emisi metana hingga 30% pada tahun 2030.

Gas metana adalah salah satu gas rumah kaca penyebab pemanasan global dan pemicu perubahan iklim. Enam gas rumah kaca yang dipantau dalam kesepakatan internasional adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrogen monoksida (N2O), sulfur heksafluorida (SF6), hidrofluorokarbon (HFCs), dan perfluorokarbon (PFCs).

Meskipun yang umum dibahas dalam perbincangan tentang krisis iklim adalah karbondioksida, karena jumlahnya lebih besar dibanding gas lainnya, namun metana bukan hal remeh. Selama 20 tahun setelah pelepasannya, gas ini memerangkap panas 80 kali lebih kuat dibandingkan dengan karbondioksida. Selain itu sebanyak 17 persen dari emisi gas rumah kaca global akibat ulah manusia, berasal dari metana.

Gas metana keluar selama proses produksi dan pengangkutan batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Emisi metana juga dihasilkan dari kegiatan peternakan dan pertanian, penggunaan lahan, serta pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah kota.

Penelitian yang dipimpin Universitas Stanford di Amerika Serikat, menunjukkan emisi global metana dari aktivitas manusia meningkat tajam dalam beberapa dekade terakhir.

Ikrar Metana Global di Glasgow merupakan inisiatif Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, bersama Presiden Komisi Uni Eropa, Ursula von der Leyen. Tujuan ikrar itu meliputi katalisasi tindakan global dan memperkuat dukungan untuk mengurangi emisi metana di tingkat global.

Di awal teks ikrar itu tertera bahwa, untuk memastikan agar komunitas global memenuhi tujuan Persetujuan Paris dalam menjaga kenaikan suhu global abad ini di bawah 2 derajat C, dan diupayakan menekannya hingga 1,5 derajat C, pengurangan emisi metana yang signifikan harus dicapai secara global pada tahun 2030.

Karenanya, negara yang bergabung setuju untuk secara sukarela berperan dalam upaya kolektif untuk mengurangi emisi metana global setidaknya 30 persen dari tingkat tahun 2020 dan akan dicapai pada tahun 2030. Hitung-hitungannya, jika berhasil, maka ikhtiar ini dapat mencegah pemanasan lebih dari 0,2oC pada tahun 2050.

Situs web Global Methane Pledge menjelaskan, lebih dari 100 negara yang berkomitmen terkait dengan hampir 50% dari emisi metana global karena aktivitas manusia, dan merupakan representasi lebih dari dua pertiga Produk Domestik Bruto global.

Negara-negara yang menandatangani Ikrar itu berkomitmen melaksanakan tindakan komprehensif di dalam negeri masing-masing untuk mencapai target. Fokusnya adalah mencapai pengurangan yang layak di sektor energi dan limbah, mengusahakan pengurangan emisi pertanian melalui inovasi teknologi, serta insentif dan kemitraan dengan petani.

Dalam laporan dua tahunan yang diajukan ke Sekretariat Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC), Pemerintah Indonesia memaparkan, pada tahun 2016 porsi emisi metana sekitar 13% dari total gas rumah kaca Negara ini. Dari angka itu, emisi terbesar metana datang dari kategori limbah; dilanjutkan dengan pertanian, kehutanan, dan penggunaan lahan lainnya; energi; serta proses industri, dan penggunaan produk.

Komitmen Indonesia dalam menyikapi perubahan iklim tercermin dalam NDC/ Nationally Determined Contribution atau kontribusi yang ditentukan secara nasional. Ini merupakan komitmen masing-masing negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca penyebab perubahan iklim (mitigasi), dan menyesuaikan terhadap dampak perubahan iklim (adaptasi). Target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia tahun 2030  yang tercantum dalam NDC adalah 29 persen dengan usaha sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional. (W)

BERITA TERKAIT

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

BERITA LAINNYA DI

Tantangan APBN Usai Pemilu

   Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Pemilu untuk Presiden dan Wakil Presiden, serta DPR, DPD…

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…