Nilai Ekonomi Karbon dan Transformasi Ekonomi Indonesia

 

Oleh: Mahpud Sujai, Peneliti Madya, Peneliti Madya BKF Kemenkeu *)

 

Komitmen pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim dan menciptakan kelestarian lingkungan terus diperkuat. Kehadiran Presiden Jokowi dalam pertemuan tingkat tinggi COP 26 di Glasgow Inggris pada awal November lalu yang merupakan bagian dari forum PBB UNFCCC mempertegas komitmen pemerintah dalam melaksanakan rencana aksi perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan sesuai dengan Paris Agreement dan Agenda 2030.

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement tersebut dengan menetapkan target Nationally Determined Contribution (NDC) yaitu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri dan 41 persen dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Komitmen ini juga telah menjadi bagian dari dokumen perencanaan pembangunan nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sehingga menjadikan penanganan perubahan iklim sebagai salah satu agenda prioritas nasional. 

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mempertegas komitmen tersebut adalah dengan mendorong perkembangan sektor ekonomi dan industri menuju bebas emisi atau net zero emission pada tahun 2060. Ekonomi bebas emisi sangat terkait dengan produksi karbon yang dihasilkan oleh berbagai sektor perekonomian seperti sektor energi, industri, transportasi, perkebunan, pertanian hingga kehutanan. Namun sektor yang strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, sektor energi dan sektor transportasi, karena ketiga sektor ini telah mengakumulasi sekitar 97 persen dari target penurunan emisi NDC Indonesia.   

Untuk menciptakan ekonomi bebas emisi tersebut, pemerintah telah bergerak cepat dengan menerbitkan Peraturan Presiden tentang Nilai Ekonomi Karbon. Pemerintah menyadari bahwa untuk mencapai target NDC diperlukan berbagai inovasi-inovasi instrumen kebijakan. Perpres NEK disusun dengan tujuan sebagai landasan hukum bagi berbagai inovasi kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam mendukung tercapainya target pengurangan emisi di Indonesia.

Dengan terbitnya NEK, pemerintah telah mengambil kebijakan berbasis pasar (market based) dalam menentukan nilai karbon. Pemerintah menetapkan kebijakan pengurangan emisinya berdasarkan aspek penetapan nilai ekonomi karbon atau carbon pricing. Secara umum, penetapan nilai karbon mencakup dua mekanisme utama, yaitu instrumen perdagangan karbon (carbon trading) dan instrumen non perdagangan (non-trade instrument).  

Instrumen perdagangan karbon yang dapat dilakukan pemerintah antara lain adalah terkait kebijakan cap and trade, pembatasan perdagangan serta offsetting mechanism. Sementara itu, instrumen non perdagangan mencakup pungutan atas karbon, pajak karbon maupun pembayaran berbasis kinerja atau result based payment. Instrumen perdagangan karbon ditegaskan dengan diterbitkannya Perpres NEK ini. Perdagangan karbon dapat dilakukan baik antar negara, negara dengan swasta maupun antar swasta dengan mekanisme harga karbon yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penetapan ini tentu saja akan mendorong berbagai institusi dan lembaga baik publik maupun swasta untuk berlomba-lomba mengurangi emisi karbonnya.  

Dalam hal instrumen non perdagangan, pemerintah telah berinisiatif mengambil berbagai kebjakan terutama dalam aspek kebijakan fiskal. Kebijakan yang telah diimplementasikan antara lain adalah pemberian insentif perpajakan dan alokasi anggaran pendanaan perubahan iklim di tingkat Kementerian dan Lembaga.

Terobosan kebijakan lain yang sudah diambil adalah alokasi transfer ke pemerintah daerah dan dana desa serta inovasi-inovasi pembiayaan lain melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Sustainable Development Goals (SDGs) Indonesia One dan Green Climate Fund (GCF). Kebijakan terbaru yang akan dilaksanakan terkait dengan telah ditetapkannya Undang-undang yang terbaru tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). UU HPP telah mengamanatkan pemerintah untuk mengimplementasikan pajak karbon di Indonesia.     

Terbitnya Perpres NEK tersebut menjadikan Indonesia sebagai penggerak pertama (first mover) penanggulangan perubahan iklim berbasis pasar di tingkat global untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.  Sebagai first mover dalam kebijakan pengurangan emisi karbon berbasis pasar, Indonesia akan mendapat berbagai keuntungan antara lain akan dijadikan sebagai acuan dan tujuan investasi rendah karbon di berbagai sektor pembangunan.

Sektor-sektor industri yang ramah lingkungan, rendah emisi dan berbasis hijau akan menjadi harapan dan primadona investasi di masa depan. Energi terbarukan seperti tenaga surya, angin dan air akan menggantikan energi fossil yang sangat mencemari lingkungan. Transportasi berbahan bakar listrik akan lebih berkembang dibandingkan dengan transportasi berbahan bakar minyak. Penggunaan kemasan plastik akan digantikan dengan kemasan yang dapat didaur ulang dan ramah lingkungan.

Berbagai terobosan dalam sektor-sektor ekonomi tersebut tentu saja akan menciptakan transformasi ekonomi secara besar-besaran bagi masa depan ekonomi Indonesia yang lebih bersih dan hijau. Sehingga Perpres NEK menjadi salah satu tonggak penting dalam pengembangan transformasi ekonomi yang sebelumnya hanya berbasis mencari keuntungan menjadi ekonomi yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

BERITA TERKAIT

Pemberantasan Narkoba Tanggung Jawab Kolektif Selamatkan Bangsa

    Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan   Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…

Kesiapan Total Pemerintah Tekan Ancaman Karhutla

    Oleh: Ratna Soemirat,  Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…

Paket Stimulus Baru Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pemberantasan Narkoba Tanggung Jawab Kolektif Selamatkan Bangsa

    Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan   Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…

Kesiapan Total Pemerintah Tekan Ancaman Karhutla

    Oleh: Ratna Soemirat,  Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…

Paket Stimulus Baru Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…