Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, CPA., BKP Senior Partner Times Law Firm
Peran Akuntan Publik dalam perekonomian nasional amatlah penting dan strategis hal ini jelas tertuang pada konsiderans Undang Undang No. 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Lebih lanjut disebutkan bahwa Akuntan Publik merupakan profesi independen yang bebas dari benturan kepentingan (Pasal 28 Ayat 1). Posisi strategis yang dimiliki Akuntan Publik inilah yang menjadikan dasar pemikiran bahwa Akuntan Publik berwenang melakukan penghitungan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud oleh Undang-undang No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) selain oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Posisi hukum yang amat strategis yang dimiliki oleh Akuntan Publik perlu dibarengi upaya serius dan terus menerus untuk memperkuat kompetensi Akuntan Publik dalam hal penghitungan kerugian keuangan negara, karena jika tidak bisa berakibat fatal bagi AP itu sendiri. Pekerjaan penghitungan kerugian keuangan negara terbuka luas mengingat keterbatasan BPK dalam menangani berbagai permintaan dari instansi kejaksaan kepolisian maupun KPK seiring kasus hukum terkait korupsi cenderung meningkat beberapa tahun ini. Belum lagi kasus penggelapan keuangan di sektor korporasi privat dimana BPK tidak punya kewenangan hukum untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan yang dialami korporasi dan institusi privat seperti yang terjadi pada kasus Bank Bukopin beberapa tahun yang lalu.
BPK pernah menolak menghitung kerugian negara Bukopin dengan alasan audit bukan menjadi ruang lingkup badan tersebut. Karena Pasal 10 UU BPK No. 15/2006 menyatakan BPK hanya dibolehkan memeriksa pihak yang melakukan pengelolaan keuangan negara (Wirawan B. Ilyas, Investor Daily, 18 Maret 2019). Padahal hukum harus tetap ditegakkan meskipun keterbatasan yang ada pada lembaga yang berwenang menghitung kerugian keuangan. Ungkapan “fiat justitia ruat coelum - tegakkan keadilan meski langit akan runtuh”, sering kita dengar dari para penegak hukum.
Makna Kerugian Negara
Penulis mencoba melakukan kajian semata-mata berdasarkan pengamatan selaku praktisi akuntansi dan hukum selama ini, tanpa melihat siapapun tersangkanya. Benny Tjokrosaputro tempo hari yang ditetapkan sebagai tersangka, melalui pengacaranya melakukan gugatan kepada BPK karena dinilai telah membuat negara rugi sebesar Rp.16,9 triliun dalam laporan perhitungan kerugian keuangan negara. Selain BPK sebagai lembaga, dua pihak lain yang digugat Benny adalah Auditor BPK serta Jampidsus Kejaksaan Agung.
Gugatan yang terdaftar dengan No. 199/Pdt.G/2020/PN.Jkt.Pst itu menyatakan ketiga pihak tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perbuatan melawan hukum telah melanggar norma Pasal 1365 KUHPerdata, supaya pihak yang membawa kerugian mengganti kerugian yang ditimbulkannya.
Ketika unsur ‘kerugian negara’ dalam kasus pidana menjadi unsur pokok menjerat seseorang untuk dihukum, mestinya unsur ‘kerugian negara dapat dibuktikan secara materiil. Keadilan itulah yang diputus Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan No. 25/PUU-XIV/2016 mengenai frasa kata "dapat" dalam rumusan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor No 31/1999 jo UU No. 20/2001.
Jika kerugian riil (nyata) yang disangkakan tidak terbukti, tersangka harus bebas. Terlebih menghitung kerugian riil menurut penulis tidaklah mudah. Makna hukum ‘kerugian’ dalam bisnis asuransi maupun ragam bisnis lain termasuk investasi pada surat-surat berharga (efek) yang diperdagangkan di Bursa Efek, mesti dipahami dengan meminta ahli lain selain ahli hukum, supaya dapat dibuktikan apakah ‘kerugian’ bisnis melulu bisa disamakan dengan ‘kerugian negara’ dalam makna hukum.
Dalam opini Investor Daily (03/1/2020), penulis mengulas singkat penilaian kerugian maupun keuntungan dari sisi akuntansi yang merupakan bagian dari pencatatan biasa yang lumrah dijalankan. Bahwa suatu usaha bisa rugi, bisa untung, dua hal yang amat biasa. Penegak hukum mesti menilai kondisi demikian dengan bijak. Penilaian kerugian yang dimaksud hukum pidana harus berdasarkan filosofis hukum yaitu kerugian nyata yang tidak selalu sama dengan kerugian dalam konsep akuntansi. Hukum pidana adalah hukum eksak, tidak mengenal konsep asumsi, estimasi seperti yang dianut oleh akuntansi keuangan.
Pengalaman empiris penulis sekitar tahun 2020 ketika seorang Akuntan Publik melakukan penghitungan kerugian keuangan negara suatu BUMN, dimana Putusan Hakim Agung pada tahap kasasi di Mahkamah Agung membebaskan terpidana karena tidak terbukti merugikan negara bahkan kerugian negaranya dinyatakan tidak ada. Pihak yang merasa dirugikan melakukan gugatan perdata terhadap Akuntan Publik yang bersangkutan. Dari dua hal diatas yaitu gugatan balik terhadap auditor yang melakukan penghitungan kerugian keuangan negara (BPK dan Akuntan Publik) dapat menjadi pembelajaran yang sangat berarti dalam penghitungan kerugian keuangan negara khususnya bagi Akuntan Publik.
Pemahaman hukum yang memadai bagi Akuntan Publik yang akan melakukan penghitungan kerugian keuangan negara maupun kerugian keuangan privat yang terkait tindak pidana perlu ditingkatkan seiring telah dikeluarkannya Standar Jasa Investigasi (SJI) khususnya SJI 5400 tentang Penghitungan Kerugian Keuangan Negara oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). Keberadaan standar tersebut patut diapresiasi sebagai dasar para Akuntan Publik melakukan perikatan pekerjaan investigasi terkait penghitungan kerugian keuangan negara dan sekaligus kerugian keuangan korporasi atau lembaga privat terkait tindak pidana penggelapan.
Kesimpulan
Secara hukum Akuntan Publik mempunyai posisi hukum penghitungan kerugian keuangan negara, maupun keuangan privat namun demikian karena hal tersebut berkaitan dengan rezim hukum pidana maka pemahaman hukum yang memadai mutlak bagi Akuntan Publik yang tertarik menjalankan jasa investigasi penghitungan kerugian keuangan negara. Jika tidak maka dapat berakibat fatal dan sekaligus berpengaruh terhadap citra profesi Akuntan Publik secara umum.
Oleh : Rivka Mayangsari, Pemerhati Kesehatan Masyarakat Di awal masa pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen yang kuat untuk…
Oleh : Kenzo Malik, Pengamat Sosial Budaya Judi daring atau judi online tidak lagi sekadar menjadi persoalan moral,…
DEMI KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN BURUH: Mendesak Revisi Menyeluruh atas Sistem Outsourcing Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta Sistem…
Oleh : Rivka Mayangsari, Pemerhati Kesehatan Masyarakat Di awal masa pemerintahannya, Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen yang kuat untuk…
Oleh : Kenzo Malik, Pengamat Sosial Budaya Judi daring atau judi online tidak lagi sekadar menjadi persoalan moral,…
DEMI KEADILAN DAN KESEJAHTERAAN BURUH: Mendesak Revisi Menyeluruh atas Sistem Outsourcing Oleh: Achmad Nur Hidayat, Ekonom UPN Veteran Jakarta Sistem…