APBN, Utang dan Pembiayaan Pandemi Covid 19

 

Oleh: Prof. Dr. Didik J Rachbini, Ekonom Senior dan Pendiri Indef

APBN 2201 saat ini mempunya masalah berat, dan itu diduga berpotensi akan memicu krisis ekonomi.  Jika pada masa lalu krisis bisa terjadi lewat nilai tukar, maka sekarang krisis akan bisa terjadi melalui APBN, yang memang bermasalah. Hal itu terjadi akibat proses politik dan demokrasi yang bias sehingga berdampak pada penyusunan APBN.

Krisis pandemi covid 19 yang melanda Indonesia, semestinya disikapi dengan kehati-hatian untuk menjaga APBN agar tidak bermasalah. Ironisnya, ketika di tengah krisis ekonomi dan pandemi mendera, APBN yang defisit besar digenjot oleh utang yang luar biasa besar.  Tidak ada upaya untuk efisiensi lebih dahulu, tetapi langsung meningkatkan utang untuk membiayai pandemi ini.  Akibatnya, defisit tidak dapat dielakkan dan masalah ekonomi juga tidak dapat diatasi.  Sementara pada saat yang  penanganan dampak pandemi covid 19 juga terbengkalai.  Tidak ada perbaikan ekonomi tanpa mengatasi pandemi.

Pada akhir 2019 ketika DPR dalam proses perancangan anggaran, Anggarain utang sempat diturunkan menjadi Rp 625 triliun dari tahun sebelumnya.  Namun karena mendadak pandemi datang, tiba-tiba utang digenjot dari Rp625 triliun menjadi Rp 1222 triliuin. Dikhawatirkan di masa depan di masa normal pun siapapun presidennya akan kesulitan menambal defisit yang sangat besar.

Jika ada defisit APBN, ditambah defisit perdagangan menjadi semakin besar, begitu pula dengan masalah pada nilai tukar dan APBN, maka tingkat kepercayaan publik atau investor juga akan bermasalah.  Jika ditambah kepercayaan publik terhadap pemerintah terus merosot karena gagal dalam penanganan pemberantasan covid-19, maka potensi krisis tersebut bisa terjadi.

Pembiayaan anggaran PEN dan pandemi 19 covid sangat besar padahal kasat mata kita melihat justru hasilnya kebalikan dari anggarannya. Mengapa?  Karena sejumlah anggaran yang besar tersebut sangat sedikit untuk Kesehatan secara langsung dengan implementasi yang lambat.  

Pada 2020 lalu anggaran Rp 699 triliun digunakan untuk pemulihan ekonomi sekaligus untuk penangan pandemi.  Lalu bisa dilihat sekarang hasilnya yang dipertanyanakan. Indonesia menjadi juara dunia angka terpapar Covid-19 yang tidak kunjung selesai. Namun pertumbuhan ekonomi tetap saja rendah. Hal itu karena dilakukan hanya  sekadar ekspansi, utang digenjot habis-habisan dalam keadaan krisis dan menumbuhkan rente luar biasa besar.

Lima Masalah

Ada lima masalah dan faktor kritis, mengapa APBN berpotensi mendorong krisis ekonomi ke depan dan ini harus diantisipasi. Pertama adalah politik APBN adalah politik yang bisa, tidak berdasarkan akal sehat, tidak teknokratis.  Politik APBN ini berasal dari faktor eksternal, kondisi demokrasi yang merosot, mundur dan tampil sebagai demokrasi siluman.Asal mujasal pokitik APBN sekarang merupakan turunan dari demokrasi yang sakit, tidak jelas wujud teklnokratisnya, demokrasi siluman. Demokrasi Politik APBN adalah turunan dari demokrasi siluman tersebut. Sebagai contoh adalah keputusan utang yang meningkat pesat dari Rp625 triliun (2020) menjadi Rp1.222 triliun seperti ini tidak dijalankan dengan demokrasi yang terbuka, tetapi cukup dengan Perpu 01 tahun 2020 secara sepihak oleh pemerintah. 

Kedua,  defisit primer APBN semakin berat dimana penerimaan tidak bisa mengatasi keperluan untuk pengeluaran, tanpa keterlibatan utang di dalamnya.   Defisit tersebut semakin besar dari tahun ke tahun. INi merupakan indikasi APBN yang sakit cukup serius.

Ketiga,  utang yang melonjak sangat besar dua tahun terakhir ini akan menjadikan APBN semakin rapuh. Ini akan menjadi warisan yang samngat krusial dan berat bagi presiden yang akan datang.  Jumlah utang pemerintah sekarang mencapai Rp6.555 triliun dan pada saat yang sama utang BUMN mencapai Rp2.100 triliun.

Keempat, transfer dana ke daerah hampir mencapai Rp800 triliun, sangat besar. Tetapi pengelolaan dana daerah boros, tidak efisien dan banyak mengendap tidak teremanfaatkan dengan baik sehingga tidak mendorong perumbuhan ekonomi dan tidak membantu mengatasi pemberantasn pandemi.

Kelima adalah pemborosan dana APBN tidak semestinya, seperti pemanfaatan PMN dana yang berasal APBN untuk BUMN-BUMN yang sakit, terutama BUMN karya yang mendapat beban mengerjakan proyek infrastruktur.  Pemborosan seperti ini menyebabkan APBN lebih bermasalah.

Bisa dilihat salah satu sumber dari kekacauan itu adalah kepemimpinan yang lemah dan tidak efektif. Anggara sosial banyak, namun keluhan juga sangat banyak. Keputusan lockdown sebenarnya tidak masalah yang pada ujungnya tidak akan menimbulkan efek yang panjang seperti saat ini. Dibanding negara tetangga Filipina yang ekonom juga tidak baik, tetapi penanganan Covid tidak buruk. Berlanjutnya masalah dalam penanganan pandemi adalah cermin dari kegagalan penanganan Covid-19.

Memburuknya kinerja APBN dan defisit serta berlanjutnya pandemi lebih diakibatkan pada kepemipinan yang lemah dan absennya dimensi rasionalitas dan teknorasi yang semakin tidak profesional akibat terlalu banyaknya pihak yang berkepentingan dengan alokasi anggaran APBN utk penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Menurun jauhnya rasio penerimaan pajak sehingga Indonesia menjadi negara tergolong paling kecil dalam rasio perpajakan. Disertai adanya rent seeking tertutup yang semakin memperburuk situasi. Kepemimpinan yang lemah dan tidak efektif tidak akan dapat menyelesaikan krisis ekonomi dan pandemi Covid-19 yang datang bersamaan.

BERITA TERKAIT

Pemberantasan Narkoba Tanggung Jawab Kolektif Selamatkan Bangsa

    Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan   Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…

Kesiapan Total Pemerintah Tekan Ancaman Karhutla

    Oleh: Ratna Soemirat,  Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…

Paket Stimulus Baru Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pemberantasan Narkoba Tanggung Jawab Kolektif Selamatkan Bangsa

    Oleh: Khalilah Nafisah, Pengamat Sosial Kemasyarakatan   Isu peredaran narkoba di Indonesia terus menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Pada…

Kesiapan Total Pemerintah Tekan Ancaman Karhutla

    Oleh: Ratna Soemirat,  Ahli Tata Kelola Lingkungan Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) menjadi ancaman serius bagi lingkungan, kesehatan,…

Paket Stimulus Baru Dorong Pertumbuhan Ekonomi

    Oleh: Dhita Karuniawati,  Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia   Dalam upaya mempercepat pemulihan dan mendorong pertumbuhan…