NERACA
Persoalan malnutrisi, atau kekurangan gizi pada anak, menjadikan persoalan yang sangat penting di Indonesia dan negara-negara lainnya, dikarenakan penyakit malnutrisi pada anak akan mengancam perekonomian bangsa.
Ahli di bidang nutrisi dan kesehatan umum, Prof. Ricardo Uauy, MD PhD, memaparkan, beberapa penemuan pentingnya dari hasil riset di negara-negara seperti India, Guatemala, Afrika Selatan, Brazil dan Filipina yang mengalami kenaikan signifikan pada jumlah anak penderita obesitas dan penyakit nutrisi kronis lainnya yang pada akhirnya menyebabkan tingginya prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan adanya tantangan yang harus dihadapi negara-negara ini. Pada negara-negara yang mengalami transisi nutrisi, kekurangan gizi dan nutrisi seperti zat besi, vitamin A dan zinc pada anak, terjadi bersamaan dengan kasus obesitas dan penyakit nutrisi kronis lainnya.
"Kami menamakan kondisi ini sebagai double burden,” tuturnya.
Malnutrisi pada anak akibat adanya perubahan pada pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik masyarakat yang menjadi penyebab utama kasus-kasus ini.
Selama lebih dari 20 tahun terakhir, pola hidup pada negara-negara yang mengalami transisi nutrisi banyak dipengaruhi oleh globalisasi.
Berbagai faktor seperti urbanisasi, perbaikan sanitasi, pengaruh berbagai kebijakan di bidang pertanian, kemudahan akses pada teknologi, dan pengaruh pesatnya informasi dari televisi dan media massa juga turut memberikan perubahan yang signifikan pada sistem pangan dan pola konsumsi keluarga Indonesia.
Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Badrul Hegar, Dr., Sp. A(K), PhD menyadari perubahan tersebut. Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi yang pesat, Indonesia masih harus berhadapan dengan angka kekurangan nutrisi dan kekurangan berat badan pada wanita dan anak usia 0-2 tahun. Di sisi lain, kegemukan, diabetes dan berbagai penyakit tidak menular yang terkait dengan kelebihan nutrisi juga menjadi tantangan baru bagi Indonesia.
Sedangkan hasil riset yang dilakukan oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) yang dibantu oleh Kementerian Kesehatan Indonesia pada tahun 2010, menemukan bahwa 17,9% status malnutrisi terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun. Hasil riset itu menyebutkan juga bahwa 14% anak pada kelompok usia yang sama mengalami kegemukan. Sementara itu, kasus malnutrisi dan kegemukan pada anak kelompok usia 6-12 tahun terjadi sebesar 11,2% dan 9,2%.
"Untuk mengatasi malnutrisi yang menjadi momok bagi setiap negara, Indonesia sebagai salah satu negara dalam masa transisi nutrisi, akan mampu mengatasi situasi ini dengan mempelajari contoh kasus negara-negara lainnya yang telah berhasil melewati periode ini dengan baik," ujar Badriul Hegar.
Persoalan malnutrisi bukan masalah mudah untuk mengatasi, ini diperlukan adanya dukungan dan kerja sama lintas sektor dalam mengatasi tantangan dari periode transisi nutrisi di Indonesia. Langkah intervensi yang harus diambil adalah mencegah terjadinya ”stunting” atau kekurangan nutrisi dan meningkatkan pertumbuhan linear pada anak usia 2-3 tahun serta mencegah kenaikan berat badan yang berlebihan atau Indeks Massa Tubuh (BMI) setelah usia tersebut.
NERACA Jakarta - Bagi perempuan, terutama generasi Z yang aktif dan sibuk dengan kuliah maupun pekerjaan, ada kalanya kondisi mental dan…
Ada pepatah bijak mengatakan, mencegah lebih baik dari mengobati dan usus yang sehat adalah kunci umur panjang. Namun sayangnya belum…
Seiring dengan dinamisnya kemajuan dunia Kesehatan dan pengobatan, beragam pula penyakit baru dan termasuk neurofibromatosis tipe 1 atau penyakit langka.…
NERACA Jakarta - Bagi perempuan, terutama generasi Z yang aktif dan sibuk dengan kuliah maupun pekerjaan, ada kalanya kondisi mental dan…
Ada pepatah bijak mengatakan, mencegah lebih baik dari mengobati dan usus yang sehat adalah kunci umur panjang. Namun sayangnya belum…
Seiring dengan dinamisnya kemajuan dunia Kesehatan dan pengobatan, beragam pula penyakit baru dan termasuk neurofibromatosis tipe 1 atau penyakit langka.…