Oleh: Joko Tri Haryanto, Peneliti BKF Kemenkeu *)
Pemerintah saat ini telah memiliki banyak komitmen dan agenda besar khususnya yang terkait dengan pencapaian isu global, diantaranya target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau yang lebih dikenal sebagai Sustainable Development Goals (SDGs). Sebagai bentuk penguatan komitmen, dilingkup internal pemerintah telah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017. Harapannya dengan adanya reguasi tersebut, maka seluruh pemangku kepentingan akan dapat dipersatukan dalam perspektif yang sama sesuai dengan paradigma utama yang diusung yaitu ”no one left behind”. Perlu diingat bahwa TPB/SDGs ini bukan menjadi domain pemerintah saja, melainkan wajib dipenuhi juga komitmennya oleh aktor-aktor yang lainnya termasuk masyarakat sipil, akademisi, swasta dan komunitas internasional. Dengan demikian pendekatan kolaborasi nyata ini diharapkan mempu memperbaiki apa yang menjadi kelemahan dari pemenuhan target MDGs sebelumnya.
Selain memberikan tekanan kepada aksi nyata kolaborasi, SDGs juga berbeda dengan target Millenium Development Goals (MDG) dengan menempatkan manusia, bumi, kemakmuran, peramaian dan kemitraan sebagai agenda besar bersama yang harus diwujudkan. Kelima area ini sekiranya memang menjadi kunci utama kesuksesan global, ketika kelima nya dapat dijalankan dengan baik maka diyakini akan terjadi perubahan pola perilaku menjadi lebih bertanggung jawab sehingga hakikat manusia dan bumi akan semakin meningkat.
Sebagai tindak lanjut Perpres, Pemerintah menyusun Rencana Aksi Nasional Percepatan Implementasi SDGs (RAN-SDG). Dijelaskan bahwa RAN SDG adalah pedoman bersama yang disusun secara inklusif, rinci, transparan, terukur dan akuntabel, baik oleh pemerintah, organisasi kemasyarakatan, filantropi dan pelaku usaha, maupun akademisi, untuk mencapai tujuan 17 tujuan dan 169 target SDG’s yang mencakup dimensi sosial, ekonomi, lingkungan serta hukum dan tata kelola secara terintegrasi. Pemerintah juga berjanji bahwa RAN SDG adalah perencanaan yang dikerjakan sangat intensif untuk memenuhi capaian 319 indikator dengan ribuan kegiatan yang nyata.
Lebih dari 200 institusi non-pemerintah yang berkontribusi dan terlibat secara intensif memperlihatkan bahwa prinsip inklusif SDGs telah dijalankan dengan konsisten. Selain itu, sebagai upaya agar agenda pembangunan nasional dapat secara konkret berkontribusi signifikan untuk pencapaian agenda pembangunan global, Indonesia telah menyelaraskan RAN SDG tersebut dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Di level daerah, sudah ditetapkan juga Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pembuatan dan Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategik (KLHS) RPJMD dengan memasukkan isu-isu SDGs. Dengan demikian terjadi proses me-lokalkan isu SDGs di masing-masing daerah dengan menyesuaikan permasalahan sesuai tantangannya.
Hasil rekomendasi dari penyusunan KLHS RPJMD yang memasukkan pencapaian SDGs di daerah, wajib disinergikan dengan penyusunan RPJMD itu sendiri seduai Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian Dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, Dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Momen Pilkada serentak di bulan Desember 2020 yang lalu jelas menjadi momentum terbaik meningkatkan kualitas dari pengarusutamaan SDGs di RPJMD.
Kearifan Lokal
Dan pemerintah sepertinya sangat serius dalam menerjemahkan implementasi target SDGs ini bahkan hingga di level pemerintahan yang paling bawah yaitu di level desa. Melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (KemendesPDTT), pemerintah menetapkan kebijakan mengenai percepatan implementasi SDGs Desa dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi No 13/2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021 pada tanggal 14 September 2020 lalu. Namun demikian, SDGs desa memiliki sedikit elaborasi dibandingkan SDG global maupu nasional sebab kedua dokumen tersebut ternyata tidak mengatur mengenai kearifan lokal dan adat istiadat di desa sehingga SDGs Desa ditambahkan hingga tujuan ke-18 yaitu ‘ kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif’. Hal ini ditujukan agar masing-masing desa, mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan aspek kearifal lokal yang terus dijaga.
Pertanyaan yang muncul kemudian bagaimana mekanisme monitoring dan evaluasi pencapaian target SDGs khususnya di level desa? Perlu dicatat bahwa salah satu tantangan utama terkait implementasi sebuah komitmen adalah persoalan perencanaan dan penganggaran yang belum terkadang masih menghadapi banyak kendala di lapangan. Banyak program yang direncanakan namun faktanya tidak ada alokasi anggarannya atau justru sebaliknya, menjadi contoh sederhana tantangan tersebut. Tujuan penganggaran berbasis kinerja juga terus disempurnakan demi terciptanya perbaikan tata kelola anggaran publik yang mumpuni. Salah satu upaya perbaikan tata kelola yang saat ini dijalankan di pemerintah adalah implementasi budget tagging atau penandaan anggaran.
Pendekatan budget tagging ini akan mampu memisahkan alokasi belanja inti dan belanja pendukung dari suatu rencana program yang sedang dijalankan pemerintah. Selain itu juga mampu menjelaskan alokasi belanja berdasarkan kriteria jenis belanja operasional pegawai, belanja barang dan jasa habis pakai atau belanja kapital modal pembentukan investasi. Dengan demikian persoalan kualitas belanja mampu terus ditegakkan menuju arah penganggaran berbasis kinerja. Beberapa tematik pembangunan seperti isu pendanaan perubahan iklim, gender, stunting dan infrastruktur sedang disimulasi dengan pendekatan budget tagging ini. Di tahapan paling akhir, budget tagging harus mampu menjelaskan value for money sebagai representasi dari dampak dan manfaat setiap rupiah anggaran publik yang dialokasikan.
Karenanya menjadi sangat urgent untuk menjalankan mekanisme Budget Tagging Program SDGs Desa untuk mengukur setiap rupiah dana publik yang dialokasikan dalam APBDesa dalam upaya mencapai berbagai target yang diamanatkan dalam SDGs Desa. Dengan adanya pengukuran tersebut maka pemerintah akan dapat menjaga aspek transparansi dan akuntabilitas publik sekaligus menjadi bahan input yang sangat berharga bagi pemangku kepentingan lainnya untuk ikut bersama-sama menjaga efetivitas dan ketepatan sasaran dari paket kebijakan stimulus fiskal yang diluncurkan. Ketika seluruh sistem ini bekerja secara optimal, penulis yakin bahwa sistem masyarakat madani sudah berjalan dengan baik di Indonesia serta layak naik status menuju negara besar dan bermartabat. *)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Oleh: Esther Valentina, Pemerhati Sosial dan Budaya Dalam era digital yang penuh kemajuan teknologi, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,…
Oleh: Budi Sumantoro, Pengamat Pertanian Ketersediaan pupuk dalam jumlah dan waktu yang tepat menjadi fondasi utama…
Oleh : Awaliyah, Penyuluh Pajak di KPP PMA Empat *) Ketersediaan stok hewan ternak dari tahun ke tahun selalu…
Oleh: Esther Valentina, Pemerhati Sosial dan Budaya Dalam era digital yang penuh kemajuan teknologi, masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda,…
Oleh: Budi Sumantoro, Pengamat Pertanian Ketersediaan pupuk dalam jumlah dan waktu yang tepat menjadi fondasi utama…
Oleh : Awaliyah, Penyuluh Pajak di KPP PMA Empat *) Ketersediaan stok hewan ternak dari tahun ke tahun selalu…