Indonesia, Malaysia dan Kolumbia Bersatu

Menteri dari tiga negara yang tergabung dalam Ministerial Meeting Of Council Of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) menggelar pertemuan di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, beberapa waktu lalu (28/2). Pertemuan tersebut dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution.

Adapun menteri tamu yang hadir yakni Menteri Industri Utama Malaysia, Teresa Kok dan Kementerian Pertanian Kolombia yang diwakili Felipe Fonseca Fino selaku Direktur Unit Perencanaan Pertanian dan Pedesaan.

Darmin mengungkapkan ruang lingkup pertemuan membahas sejumlah isu terkini terkait minyak kelapa sawit termasuk kebijakan perdagangan internasional dan akses pasar. Kemudian pelibatan dunia usaha dan petani kecil dan the United Nations 2030 Agenda for Sustainable Development Goals (SDGS).

Dia menyebutkan pertemuan sepakat untuk secara bersama menanggapi langkah-langkah diskriminatif yang muncul dari rancangan peraturan Komisi Eropa atau Uni Eropa (UE), yaitu Delegated Regulation Supplementing Directive 2018/2001 of the EU Renewable Energy Directive ll.

"Para Menteri memandang rancangan peraturan ini sebagai kompromi politis di internal UE yang bertujuan untuk mengisolir dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari sektor biofuel UE yang menguntungkan minyak nabati lainnya, termasuk rapeseed yang diproduksi oleh UE," kata Darmin.

Selain itu, dia menegaskan jika rancangan peraturan tersebut bertujuan untuk membatasi dan secara efektif melarang sama sekali penggunaan biofuel berbasis kelapa sawit di UE melalui penggunaan konsep Indirect Land Use Change (ILUC) yang secara ilmiah dipertanyakan.

Kriteria yang digunakan pada rancangan peraturan tersebut secara langsung difokuskan pada [minyak kelapa sawit]( 3903330 "") dan deforestasi dan tidak berupaya untuk memasukkan masalah lainnya terkait lingkungan yang berkaitan dengan pengolahan lahan untuk sumber minyak nabati lainnya, oleh rapeseed.

"Lebih Ianjut, konsep ILUC bukan hanya merupakan instrumen unilateral yang ditujukan untuk menyerang upaya-upaya negara-negara produsen minyak kelapa sawit dalam rangka pencapaian SDGs, namun (dengan demikian) juga menghambat semua biofuel yang diproduksi oleh negara-negara produsen kelapa sawit, (tidak hanya yang diekspor ke Eropa) dan ini bertentangan dengan prinsip kedaulatan negara. Dalam kaitan ini, para Menteri sepakat untuk melakukan Joint Mission ke Eropa untuk menyuarakan lisu ini kepada otoritas terkait di Eropa," tegasnya.

Tidak hanya itu, para Menteri juga sepakat untuk terus menentang rancangan peraturan tersebut melalui konsultasi bilateral, ASEAN, WTO, dan forum lainnya yang tepat.

Pada saat yang sama, negara-negara produsen minyak kelapa sawit tetap terbuka untuk melakukan dialog terkait lingkungan dengan UE dalam kerangka UN SDGs 2030, yang telah diterima secara luas oleh negara-negara anggota PBB., termasuk UE dan negaranegara produsen minyak kelapa sawit.

Para Menteri menyampaikan keprihatinan mereka atas kebijakan diskriminatif terhadap minyak kelapa sawit yang tertuang di dalam rancangan resolusi mengenai ”Deforestation and Agricultural Commodity Supply Chains”, yang diusulkan oleh UE melalui United Nations Environment Assembly.

Pertemuan juga menyepakati untuk terus berkolaborasi dengan organisasi-organisai multilateral, khususnya UNEP dan FAO guna meningkatkan kontribusi minyak kelapa sawit terhadap pencapaian UN SDGs 2030, di mana peran petani kecil dibahas.

"Para Menteri menyambut baik upaya-upaya CPOPC dalam menyampaikan keprihatinan mereka tentang minyak kelapa sawit dan keamanan pangan, khususnya 3-MCPDE dan GE. Pertemuan menyepakati pula posisi bersama untuk menggunakan satu batas maksimum 3MCPDE dan GE bagi semua minyak pangan dan lemak," ujarnya.

Lebih lanjut, dia mengungkapkan Indonesia akan menjadi tuan rumah Pertemuan Codex Committee of Contaminants in Foods pada bulan April 2019. CPOPC mendukung upaya-upaya untuk memfinalisasi rancangan Code of Practice for the Reduction 3-MCPDE and GE in Refined Oils and Products.

CPOPC berkomitmen penuh untuk mewakili kepentingan negara-negara produsen minyak kelapa sawit dan mendukung penuh peningkatan kesejahteraan dan kemaslahatan petani kecil kelapa sawit.

CPOPC akan terus mengundang negara-negara produsen kelapa sawit global lainnya untuk menjadi anggota. Sebagai contoh upaya kerja sama, seminar tentang “Investment Opportunities in Palm Oil Sectorin Colombia” akan dilaksanakan sore ini (28 Februari 2019). "Para Menteri sepakat untuk menyelenggarakan Second Ministerial Meeting of Palm Oil Producing Countries (MMPOPC) di Kuala Lumpur, Malaysia pada tanggal 18 November 2019," tutupnya.

 

Pengusaha Bantah

 

Sementara Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) membantah jika minyak goreng yang berasal dari kelapa sawit merupakan sumber dari beragam penyakit. Hal ini dinilai sebagai bagian dari kampanye hitam terhadap produk turunan sawit.

Direktur Eksekutif GIMNI Sahat Sinaga mengatakan, minyak sawit merupakan produk yang dapat dimakan, bahkan sudah berlangsung sejak ribuan tahun dikonsumsi oleh masyarakat di Afrika Barat. "Sawit itu sudah sejak 5.000 tahun lalu dikonsumsi di Afrika. Tapi tidak ada penyakit. Lalu kenapa ini di-banned. Ini semua karena business competition," ujar dia dalam Seminar Sawit Indonesia di Jakarta.

Dia menjelaskan, kampanye negatif terhadap produk turunan sawit yang terkait dengan isu kesehatan dimulai pad era 1980-an. Sawit dikatakan menjadi penyebab penyakit jantung koroner. "Isu kampanye negatif, minyak sawit dikaitkan pada masalah gizi dan kesehatan dengan argumen tropical oils termasuk minyak sawit berbentuk padat pada temperatur ruang dapat menyumbat pembuluh darah, akan berakibat pada penyakit jantung coroner," kata dia.

Padahal faktanya, lanjut Sahat, kandungan nutrisi dalam sawit identik dengan nutrisi dalam air susu ibu (ASI). Berdasarkan penelitan Maranggonni pada 2000, menunjukkan jika minyak sawit mengandung asam palmitat yang dibutuhkan oleh bayi dalam masa pertumbuhan. "Inilah konsideran, kenapa minyak sawit sangat banyak dipakai dan dipergunakan dalam industri susu," tandas dia.

Sementara itu, ‎Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menyatakan, k‎ampanye hitam di industri sawit harus cepat ditangani pemerintah. Hal ini agar dampaknya tidak meluas terhadap neraca perdagangan dan investasi luar negeri. "Apalagi, Indonesia terus mengalami defisit perdagangan sejak beberapa tahun terakhir. Pembiaran terhadap maraknya kampanye hitam bisa mengakibatkan nasib sawit akan seperti komoditas rempah-rempah yang sekarang hanya kita dengar cerita kejayaannya saja," ungkap dia.

Dalam perdagangan global, lanjut Bhima, persoalan hambatan dagang dan kampanye hitam terhadap CPO dapat dipetakan ke dalam beberapa isu. Di Amerika Serikat isu dumping dan persaingan biofuel lebih mendominasi. Sementara itu, di Uni Eropa, sawit dihadang persoalan lingkungan dan Hak Asasi Manusia (HAM). “Perlu lobi intensif agar persoalan itu, tidak dipolitisir menjadi kampanye hitam." tandas dia. (dbs)

 

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…