NERACA
Jakarta-Kalangan pengusaha di bidang teknologi berbasis finansial (financial technology-fintech) masih menunggu kepastian pemberian perolehan izin secara penuh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pasalnya, mereka umumnya sudah mengajukan semua persyaratan yang diminta OJK.
"Ketentuan dari OJK sudah bisa kami penuhi semuanya. Semuanya sudah kami lengkapi. Ya sekarang tinggal menunggu," ujar Direktur Amartha Mikro Fintek Aria Widyanto seperti dikutip Antara, Sabtu (8/9).
Menurut dia, perusahaan yang bergerak dalam bisnis simpan pinjam yang terdaftar sejak 31 Mei 2017 ini telah mengantungi sertifikat keandalan sistem elektronik atau ISO 27001 yang dikeluarkan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Namun, Aria juga memaklumi OJK yang masih memerlukan waktu untuk menganalisis berbagai dokumen perizinan yang masuk dari perusahaan lainnya.
Hal senada dilontarkan Corporate Communication UangTeman, Dimas Siregar, yang masih menunggu kepastian perolehan izin penuh meski pihaknya sudah memperoleh sertifikasi keandalan sistem elektronik. Saat ini, “UangTeman” yang terdaftar di OJK sejak 21 Juni 2017 telah menjamin adanya keamanan data maupun sistem audit yang telah menggunakan standar internasional. "Kami di “UangTeman” selama ini memang berkomitmen untuk menjadi platform pinjaman online mikro jangka pendek di Indonesia yang cepat, aman, dan terpercaya," ujarnya seperti dikutip CNNIndonesia.com.
Secara terpisah, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, proses perizinan penuh memang membutuhkan waktu lama. Sebab, proses ini tidak hanya melibatkan OJK, namun juga pemangku kepentingan lainnya yang tergabung dalam sistem perizinan nasional, sesuai UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Lamanya proses perizinan sertifikat ini karena dibutuhkan audit yang sangat mendalam, misalnya dari sistem keamanan hingga mekanisme platformnya. "Untuk mendapatkan sertifikat keandalan ini, Kemenkominfo telah menunjuk 3 lembaga sertifikasi," ujarnya.
Hendrikus mengakui selama ini para penyelenggara jasa fintech sudah taat aturan dan mengikuti tata kelola berlaku, meski belum mendapat izin penuh.
Fintech Bodong
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencoret enam perusahaan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau fintech peer to peer lending (P2P lending) hingga Agustus 2018. Lima diantaranya, menurut Hendrikus, secara sukarela membatalkan tanda bukti terdaftarnya.
Lima fintech P2P lending yang dimaksud, antara lain PT Relasi Perdana Indonesia (Relasi), PT Tunaiku Fintech Indonesia (Tunaiku), PT Dynamic Credit Asia (Dynamic Credit), PT Progo Puncak Group (Pinjamwinwin), dan PT Karapoto Teknologi Finansial (Karapoto). Sementara, satu fintech P2P lending lainnya bernama PT Danakita Data Prima (DanaKita) dicabut status terdaftarnya oleh OJK.
Sebelumnya Satgas Waspada Investasi OJK kembali menemukan 182 layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi (P2P) tidak memiliki izin usaha. "Satgas Waspada Investasi kembali menemukan 182 entitas yang melakukan kegiatan fintech P2P tanpa izin OJK dan berpotensi merugikan masyarakat," ujar Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam Lumban Tobing di Jakarta, Jumat (7/9).
Dengan temuan ini, menurut Tongam, total fintech P2P tak berijin yang ditemukan OJK mencapai 407 entitas. Meski demikian, dua entitas temuan OJK sebelumnya yakni Bizloan dan KTA Kilat telah mendaftarkan diri dan mengantungi izin OJK. Bizloan merupakan aplikasi milik dari PT Bank Commonwealth, sedangkan KTA Kilat merupakan milik dari PT Pendanaan Teknologi Nusa.
Tongam menegaskan fintech P2P lending yang tak berizin harus menghentikan kegiatannya, menghapus aplikasi pengawaran, dan menyelesaikan segala kewajiban kepada penggunaan. Entitas tersebut pun diminta segera mendaftarkan diri ke OJK jika tetap ingin menjalankan bisnisnya.
Selain fintech P2P, OJK juga menemukan 10 entitas yang melakukan praktik usaha tanpa izin pihak berwenang. Walhasil, total entitas yang diduga bakal merugikan masyarakat karena bersifat ilegal sejak Januari-September 2018 bertambah menjadi 108 entitas.
Perusahaan investasi tersebut juga disebut Tongam, berpotensi merugikan masyarakat. "Pelaku memanfaatkan kekurangpahaman sebagian anggota masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil yang tidak wajar," ujarnya.
Dia memaparkan ke-10 entitas adalah: PT Investasi Asia Future, PT Reksa Visitindo Indonesia, PT Indotama Future, PT Recycle Tronic, MIA Fintech FX, PT Berlian Internasional Teknologi, PT Dobel Network Internasional (Saverion), PT Aurum Karya Indonesia, Zain Tour and Travel, dan PT WhatsappIndonesia. "PT Aurum Karya Indonesia ini penjualan emas dengan sistem digital, jadi dengan menabung emas tapi digital," ujar Tongam.
Menurut dia, beberapa waktu terakhir Satgas Waspada Investasi menemukan beberapa entitas sejenis Aurum Karya Indonesia yang menawarkan keuntungan dari tabungan emas digital. "Ini menarik, masyarakat menanamkan uangnya kecil hanya Rp10 ribu Rp20 ribu," ujarnya. Sebenarnya usaha emas digital tak bermasalah asalkan memiliki izin di bawah Bappebti. Sebab, investasi emas digital ini masuk dalam bursa berjangka. mohar
Jakarta-Rumor mengenai pergantian Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai akhirnya mulai menemui titik terang. Setelah sebelumnya santer beredar kabar…
NERACA Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal kebijakan efisiensi anggaran akan berlanjut pada tahun anggaran 2026.…
NERACA Jakarta – Program pemerintah mewujudkan tiga juta rumah dalam setahun masih belum membuahkan hasil yang memuaskan. Ya, persoalan anggaran…
Jakarta-Rumor mengenai pergantian Dirjen Pajak dan Dirjen Bea Cukai akhirnya mulai menemui titik terang. Setelah sebelumnya santer beredar kabar…
NERACA Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal kebijakan efisiensi anggaran akan berlanjut pada tahun anggaran 2026.…
NERACA Jakarta – Program pemerintah mewujudkan tiga juta rumah dalam setahun masih belum membuahkan hasil yang memuaskan. Ya, persoalan anggaran…