NERACA
Jepara - Besarnya kebutuhan pakan dalam kegiatan budidaya ikan termasuk kebutuhan mikroalga sebagai pakan alami untuk benih ikan atau udang pada fase pembenihan, mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengembangkan tepung ikan berbahan baku Spirulina. Tidak hanya itu, agar dapat diproduksi secara massal dan dilakukan langsung oleh pembudidaya ikan, maka telah dikembangkan juga teknologi pembuatan tepung Spirulina berskala rumah tangga.
Selama ini guna memenuhi kebutuhan tepung Spirulina untuk kegiatan budidaya ikan khususnya udang, masih impor dari India dan China. Melalui inovasi ini diharapkan dapat menekan kebutuhan akan tepung Spirulina dari impor.
Adalah Lisa Ruliaty, Perekayasa Madya pada Balai Besar Perikanan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP, yang telah berhasil mengembangkan inovasi teknologi produksi tepung Spirulina secara sederhana di tingkat pembudidaya ikan atau skala rumah tangga, sehingga mereka mampu menyediakan kebutuhan pakan tambahan bagi benih ikan atau udang secara mandiri. Lebih lanjut, teknologi ini juga dapat dijadikan usaha alternatif bagi pembudidaya ikan maupun masyarakat umum.
Atas jasanya ini Lisa mendapatkan penghargaan Satyalancana Wira Karya dari Presiden Republik Indonesia, yang diserahkan saat perayaan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-73, tanggal 17 Agustus 2018 yang lalu.
Sebagai informasi, Spirulina merupakan jenis mikroalga yang sangat potensial sebagai sumber makanan alami baik untuk hewan maupun manusia. Kandungan protein di dalamnya mencapai 55 – 70%, lipid 4 – 6%, karbohidrat 17 – 25%, asam lemak tidak jenuh majemuk seperti asam linoleat dan linolenat, beberapa vitamin seperti asam nikotinat, riboflavin (vitamin B2), thiamin (vitamin B1), sianokobalamin (vitamin B12), mineral, asam-asam amino, dan bahan aktif lainnya seperti karotenoid, pigmen klorofil dan fikosianin.
Sebagai contoh 1 are (0,4646 hektar) Spirulina dapat menghasilkan protein 20 kali lebih baik dari 1 are kedelai atau jagung dan 200 kali lebih baik dari pada daging sapi. Sehingga spirulina sangat menjanjikan dikembangkan di Indonesia.
Saat dimintai keterangannnya (23/8), Lisa menyampaikan bahwa sasaran produksi secara sederhana ini adalah untuk pasar feed grade yaitu sebagai pakan tambahan bagi hewan ternak, sehingga standar untuk feed grade pasti dapat terpenuhi secara skala rumah tangga. Kemudian pasar untuk feed grade juga dapat digunakan sebagai pakan tambahan ikan, udang, ikan hias, juga imunostimulan pada unggas.
“Pembudidaya ikan dapat membuat pasta dan tepung Spirulina sebagai feed aditif bagi ikan, karena tidak membutuhkan modal yang besar dan dapat dilakukan skala rumah tangga serta sebagai usaha alternatif bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan”, terang Lisa.
Sebagai gambaran, usaha rumahan ini hanya membutuhkan biaya investasi sebesar Rp. 3.116.500,- untuk pembuatan lemari pengering, membeli plastik mika, spatula, blender, chiller dan blower, sedangkan biaya produksi per siklus hanya Rp. 89.000,- pembuatan media pupuk dan kebutuhan listrik.
Dimana kultur dilakukan pada bak beton volume 10 m3 diperoleh produk tepung per siklus kultur sebanyak 567 gr dengan harga jual Rp. 300,- per gr tepung. Keuntungan per siklus kultur sebesar Rp. 81.100,- sedangkan keuntungan produksi sebulan (6 siklus = 5 hari) sebesar Rp. 486.600,-.
“Usaha produksi tepung Spirulina memberikan Benefit of Cost Ratio sebesar 1,9 dengan waktu pengemballian modal investasi 6,4 bulan, sehingga dapat dikembangkan sebagai salah satu alternatif usaha bagi masyarakat”, tegasnya.
Beberapa keuntungan dalam penerapan teknologi ini diantaranya: (1) produksi tepung Spirulina secara sederhana mulai dari tahapan kultur, pemanenan hingga pengeringan dengan lemari pengering sederhana, dengan menggunakan media kultur air tawar maupun air payau; (2) kultur Spirulina dapat dilakukan dengan menggunakan wadah bak beton, bak fiber, kolam terpal, ember maupun galon dengan volume media kultur menyesuaikan dengan sarana yang ada; dan (3) teknologi ini sederhana sehingga mudah untuk dilakukan baik oleh pembudidaya ikan maupun masyarakat luas dan dapat dikelola di skala rumah tangga.
Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto saat diminta tanggapannya di Jakarta (24/8) sangat mengaspresiasi keberhasilan inovasi ini. Menurutnya, inovasi ini akan dapat mengatasi masalah impor tepung spirulina di Indonesia yang selama ini yang dipergunakan di tingkat pembudidaya ikan berasal dari India dan China.
Pemanfaatan Teknologi Jadi Kunci Utama Kemajuan Koperasi Jakarta - Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi mendorong seluruh koperasi di Indonesia untuk…
Pengembangan SDM Kunci Pengembangan Iandustri Hijau Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menegaskan bahwa pengembangan…
Industri Pengolahan Kelapa Siap Utamakan Kesejahteraan Petani Jakarta – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menerima audiensi Himpunan Industri Pengolahan Kelapa…
Pemanfaatan Teknologi Jadi Kunci Utama Kemajuan Koperasi Jakarta - Menteri Koperasi, Budi Arie Setiadi mendorong seluruh koperasi di Indonesia untuk…
Pengembangan SDM Kunci Pengembangan Iandustri Hijau Jakarta – Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot menegaskan bahwa pengembangan…
Industri Pengolahan Kelapa Siap Utamakan Kesejahteraan Petani Jakarta – Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menerima audiensi Himpunan Industri Pengolahan Kelapa…