NERACA
Jakarta – Dalam rangka pengembangan bisnis, PT Ciptadana Capital mengeksekusi rights issue PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA). Dimana lewat aksi korporasi tersebut, perseroan menguasai 14,22% saham MPPA. Hal itu sebagai dampak dari Penawaran Umum Terbatas V dengan Penambahan Modal dengan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau right issue saham MPPA. Informasi tersebut disampaikan perseroan dalam siaran persnya di Jakarta, kemarin.
MPPA dalam rights issue ini melepas 2,151 miliar saham baru atau setara dengan 28,57% dari modal ditempatkan dan disetor penuh. Dengan harga pelaksanaan Rp375 perlembar saham, maka MPPA berpotensi meraup Rp806,6 miliar. Selanjutnya, dana tersebut akan digunakan untuk modal kerja sebesar 93,7%. Dengan rincian; untuk keperluan peremajaan persedian melalui pembayaran kepada pemasok barang dagangan. Asal tahu saja, perseroan menganggarkan modal kerja sebesar Rp750 miliar.
Sedangkan, 6,3% dari dana hasil aksi korporasi itu, akan digunakan untuk membayar utang kepada Bank Of China Limited (BoC) senilai Rp300 miliar. Utang itu akan jatuh tempo pada tanggal 14 Januari 2019. Dengan demikian, terdapat dua kemungkinan komposisi kepemilikan MPPA setelah rights issue. Pertama, jika hak HMETD dilaksanakan seluruhnya oleh pemegang saham dan Direktur MPPA, Andre Rumantir, maka sisa saham yang tidak dibeli pemegang saham akan dibeli oleh pembeli siaga dalam hal ini, PT Ciptdana Capital sebesar 7,46%.
Berbeda ceritanya, jika hak HMETD hanya dilaksanakan MLPL (PT Multipolar Tbk) selaku pemegang saham perseroan sebesar 50,23%. Maka PT Ciptdana Capital akan menguasai 14,22% saham MPPA. Sebagai informasi, emiten ritel ini sepanjang tahun lalu mencatatkan penurunan penjualan serta menorehkan rugi bersih. Perseroan membukakan penjualan sebesar Rp 12,56 triliun pada tahun 2017. Penjualan peritel fesyen ini turun 7,13% dibandingkan kinerja 2016 yang mencapai Rp 13,52 triliun. Disebutkan, pencapaian penjualan langsung turun 7,22% menjadi Rp 12,46 triliun.
Meski penjualan konsinyasi naik, namun peningkatannya dibarengi pula dengan kenaikan biaya konsinyasi, sehingga menekan angka penjualan bersih. Kinerja penjualan yang turun ini turut diperburuk dengan bertambahnya beban yang harus ditanggung perusahaan, mulai dari beban pokok penjualan, beban penjualan serta beban umum dan administrasi. Beban pokok naik dari Rp 11,233 triliun menjadi Rp 11,559 triliun pada tahun lalu.
Alhasil, kinerja bottom line tergerus. MPPA mencatatkan rugi bersih Rp 1,24 triliun pada tahun lalu. Padahal, pada 2016, perusahaan masih mencatatkan laba bersih sebesar Rp 38,48 miliar. Total aset juga menyusut dari Rp 6,7 triliun menjadi Rp 5,4 triliun. Meski begitu, total kewajiban turun tipis dari Rp 4,27 triliun menjadi Rp 4,27 triliun.
NERACA Jakarta – Menurunnya daya beli masyarakat memberikan dampak berarti terhadap pelaku usaha dan industri ritel, termasuk Food and beverage…
NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) menargetkan produksi bauksit pada tahun 2025 di kisaran 4,7 juta…
NERACA Jakarta -Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) melalui anak perusahaannya, PT Komala Indonesia menambah armada berupa satu…
NERACA Jakarta – Menurunnya daya beli masyarakat memberikan dampak berarti terhadap pelaku usaha dan industri ritel, termasuk Food and beverage…
NERACA Jakarta – Kejar pertumbuhan bisnisnya, PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA) menargetkan produksi bauksit pada tahun 2025 di kisaran 4,7 juta…
NERACA Jakarta -Pacu pertumbuhan bisnisnya, PT Jaya Trishindo Tbk (HELI) melalui anak perusahaannya, PT Komala Indonesia menambah armada berupa satu…