NERACA
Jakarta – Lembaga Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan distribusi gula rafinasi melalui mekanisme lelang dinilai tidak efektif dan bakal lebih bagus bila dilakukan melalui mekanisme pasar.
"Proses lelang gula rafinasi yang rencananya akan dilakukan pemerintah dinilai tidak efektif karena membuat para pelaku industri harus mengeluarkan lebih banyak biaya," kata Kepala Penelitian CIPS Hizkia Respatiadi di Jakarta, Kamis (14/12).
Menurut Hizkia, biaya tambahan yang muncul akibat proses lelang membebani para pelaku industri. Ia berpendapat, meski harga gula rafinasi lebih murah daripada gula konsumsi, munculnya biaya hambatan ini membuat harga gula rafinasi dapat menyamai harga gula konsumsi. "Salah satu contoh biaya 'tersembunyi' yang muncul adalah biaya perantara sejumlah Rp85 sampai dengan Rp100 per kilogram," papar Kepala Penelitian CIPS.
Selain biaya tersembunyi, menurut dia, proses lelang terkesan sarat muatan politis karena proses ini hanya bisa diikuti oleh perusahaan yang sudah terdaftar resmi. Hal ini, lanjut Hizkia, rentan memunculkan praktik kolusi dan hubungan nepotisme yang dikhawatirkan akan berimbas pada validitas proses dan hasil dari lelang gula rafinasi tersebut. "Biaya tambahan yang muncul akibat adanya proses lelang dikhawatirkan membuat proses lelang ini menjadi tidak efektif. Harga beli gula rafinasi per kilogram akhirnya akan sama saja dengan harga yang didapat pelaku industri dengan membeli langsung ke produsen atau importir," ujarnya.
Dia juga mengemukakan, persyaratan pembeli sebanyak minimal 1 ton juga dinilai memberatkan para pelaku usaha berskala kecil, seperti pengusaha Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal tersebut, lanjutnya, karena kebutuhan UMKM diprediksi tidak akan mencapai 1 ton. Tidak hanya UMKM, industri besar dan menengah juga akan menerima dampak dari proses lelang ini.
Sebelum menggunakan sistem lelang, para pelaku industri membeli gula langsung ke produsen dengan menggunakan sistem kontrak. Hizkia, sebagaimana disalin dari laman Antara, menjelaskan sudah banyak para pelaku industri yang mengikat kontrak pembelian gula rafinasi untuk jangka panjang.
"Kementerian Perdagangan (Kemendag) beralasan mereka memberlakukan sistem lelang karena ingin memfasilitasi UMKM agar bisa membeli gula rafinasi langsung dari produsen. Namun persyaratan yang ditetapkan nyatanya memberatkan para pelaku industri," ucapnya.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR RI, Abdul Wachid mendesak pemerintah untuk mengevaluasi kuota izin impor "raw sugar". Aparat penegak hukum juga harus lebih serius dalam mengusut dan menindak pelaku perembesan.
Sedangkan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendukung lelang daring penjualan gula rafinasi. "Pemerintah melakukan lelang gula rafinasi adalah langkah yang sangat tepat karena punya dampak multi manfaat," kata Ketua Umum Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil.
Sebagaimana diwartakan, pemerintah mengundur waktu pelaksanaan lelang gula kristal rafinasi (GKR) pada 8 Januari 2018, dari rencana semula 1 Oktober 2017. Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi mengatakan bahwa penundaan tersebut diharapkan bisa menambah waktu untuk menarik lebih banyak peserta lelang, khususnya dari kalangan industri dan usaha kecil menengah serta koperasi.
"Karena tujuan pelaksanaan lelang GKR adalah untuk menjamin pasokan bagi para pelaku usaha berskala mikro dan kecil, maka jumlah peserta lelang dari kelompok usaha tersebut perlu diupayakan untuk ditambah," kata Bachrul.
Pemerintah memutuskan untuk mengundur waktu lelang GKR dalam rapat koordinasi antara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada 22 September 2017.
Bachrul mengatakan dari sekarang hingga pelaksanaan lelang pemerintah akan mengintensifkan sosialisasi ke para pelaku usaha, khususnya dari industri kecil, usaha kecil menengah, kelompok usaha mikro, kecil dan menengah, serta koperasi. munib
NERACA Jakarta - Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu menyebut kasus premanisme…
Jakarta-Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang digulirkan pemerintah dinilai belum menyentuh mayoritas kelompok sasaran. Dalam rencana penyalurannya, BSU hanya…
NERACA Jakarta - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait membuka opsi rumah subsidi bukan berbentuk rumah tapak, melainkan…
NERACA Jakarta - Wakil Menteri (Wamen) Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Todotua Pasaribu menyebut kasus premanisme…
Jakarta-Program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang digulirkan pemerintah dinilai belum menyentuh mayoritas kelompok sasaran. Dalam rencana penyalurannya, BSU hanya…
NERACA Jakarta - Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait membuka opsi rumah subsidi bukan berbentuk rumah tapak, melainkan…