Wisata Sejarah, “Bali Baru”, dan Koperasi
Oleh: Agus Sudharmono
Pemerhati Masalah Sosial
Kalau ada perumpamaan bahwa Indonesia adalah serpihan sorga yang diturunkan ke bumi, itu bukan isapan jempol. Indonesia memiliki alam yang indah tidak kalah indah dengan negara-negara lain di belahan bumi ini. Tapi, pertanyaannya, kenapa dari sisi ketertarikan wisatawan, Indonesia, masih kalah dengan negara tetangga sepeti Malaysia, Thailand, dan Filipina?
Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata sedang gencar mempromosikan destinasi wisata yang ada di Indonesia dengan menargetkan pada 2017 sebanyak 12 juta turis dan pada 2019 mendatangkan 20 juta wisatawan mancanegara. Untuk mewujudkannya peran pemerintah sangat penting salah satunya dengan gencarnya promosi destinasi-destinasi wisata di tanah air.
Di mata negara-negara lain, Pulau Dewata Bali sudah tidak asing lagi sebagai tujuan wisata dan seharusnya pemerintah bisa menciptakan destinasi baru yang bisa dijual, selain Bali. Daerah lain harus bisa mencontoh Bali agar pariwisatanya bisa maju, dengan cara memberikan kesadaran masyarakat dan terbukanya masyarakat menerima hal-hal baru. Namun, tetap mempertahankan adat istiadat setempat. Bali bisa maju salah satunya dikarenakan keterbukaan masyarakat Bali terhadap pendatang.
Peran pemerintah sangat penting dalam hal menjaga sarana dan prasarana, penataan, akses yang mudah dijangkau, dan yang terpenting memberikan pemahaman kepada masyarakat bagaiman mempunyai rasa memiliki terhadap wisata itu sendiri.
Banyak wisata yang bisa dikembangkan di Indonesia. Ini bukan hanya sekedar menjual keindahan alam, tapi juga wisata cagar budaya, peninggalan sejarah dan juga wisata relijius.
Belanda banyak dikunjungi wisatawan dikarenakan bangunan-bangunan sejarahnya. Begitu juga dengan Yunani dan Mesir. Indonesia tidak kalah menariknya dalam hal peninggalan sejarah. Banyak kota-kota tua, peninggalan kerajaan yang bertebaran. Salah satu contohnya adalah Kerajaan Majapahit.
Semua itu menjadi daya tari tersendiri untuk dijual menjadi destinasi wisata baru di Tanah Air. Kementerian Pariwisata harus bisa membuat terobosan baru. Bagaimana memanjakan wisatawan dengan membuat mereka datang dan bukan sekedar menikmati dengan melihat dan berfoto-foto. Tapi juga dibuat mereka bisa berimajinasi ke masa lalu, bagaimana sejarahnya tempat tersebut, ada dan apa saja yang terjadi di masa lalu. Sehingga, tubuh mereka kita buat berada di masa kini, mata mereka dibuat takjub, dan pikiran mereka kita bawa ke masa silam.
Penataan tempat-tempat tersebut tidak kalah pentingnya untuk memberikan kenyamanan wisatawan. Karena pemerintah harus menggerakkan roda perekonomian masyarakat setempat. Para pedagang kaki lima harus ditata dengan rapi dan diberikan pelatihan baik dari pelayanan, pemasaran, pengemasan dan permodalan. PKL harus disatukan dalam satu wadah berbentuk koperasi agar lebih mudah dalam membinanya dan memberikan kesejahteraan dan nilai tambah bagi masyarakat setempat. Dan koperasi tersebut harus beranggotakan para PKL, para karyawan, dan pengelola tempat wisata. Mohar/Rin
NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan bahwa kerugian badan usaha milik negara (BUMN) merupakan kerugian…
NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan pihaknya mengadakan diskusi strategis dengan Pharmaceutical Security Institute (PSI) guna…
NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum) kembali hadir membuka gerai layanan AHU di Mal…
NERACA Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Setyo Budiyanto menegaskan bahwa kerugian badan usaha milik negara (BUMN) merupakan kerugian…
NERACA Jakarta - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan pihaknya mengadakan diskusi strategis dengan Pharmaceutical Security Institute (PSI) guna…
NERACA Jakarta - Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum (Kemenkum) kembali hadir membuka gerai layanan AHU di Mal…