Oleh : Agus Yuliawan
Pemerhati Ekonomi Syariah
Menarik sekali untuk dipahami esensi dari sebuah perhelatan akbar Tanwir Muhammadiyah yang diselenggarakan di Ambon - Maluku 24 - 26 Februari 2017 yang mengusung tentang tema Kedaulatan dan Keadilan Sosial Untuk Indonesia Berkemajuan. Tema itu menarik bukan karena dihadiri oleh Presiden Jokowi dan para menterinya, tapi konten dalam tanwir tersebut menyentuh persoalan kekinian yang menjadikan masalah kebangsaan saat ini.
Problem besarnya yang dihadapi bangsa adalah gini rasio atau ketimpangan sosial di republik ini sudah melampaui batas rasio, jika ini terus berjalan dan tidak ada upaya dalam pengurangan, kedaulatan bangsa ini akan terancam. Jika itu terjadi, lagu "Indonesia Raya" yang selalu kita nyanyikan setiap upacara bendera bisa hanya sekedar kenangan dan sejarah saja. Maka sangat tepat Muhammadiyah yang merupakan organisasi Islam yang dikenal dalam mencetak kader-kader intelektual memikirkan semua itu sebagai sumbangsihnya terhadap kebangsaan.
Jika kita hayati bersama, substansi dari permasalahan dalam keadilan sosial adalah faktor toleransi yang selama ini menjadi budaya unggulan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia telah di tinggalkan. Toleransi yang menjadi perekat dalam persatuan tergadaikan dengan sikap sebagian masyarakat kita yang egoisme, individualis, pragmatis dan materialisme. Anehnya lagi ketidaktoleransian ini bukan hanya diiwujudkan dalam sikap-sikap keagamaan saja yang mengklaim paling benar daripada yang lain. Tapi dalam bidang ekonomi munculnya sikap-sikap yang sangat tidak toleran lebih parah sekali.
Bayangkan segelintir manusia yang tak lebih hanya 10% dari jumlah penduduk Indonesia saja tapi menguasai sebagian besar aset kekayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia ini mulai dari hulu dan hilir. Anehnya dibalik gemerlapnya kemewahan dan pesta pora yang mereka lakukan dalam menikmati kekayaan yang dimilikinya, mereka tak peduli dengan kemiskiinan dan kebodohan yang merajalela. Fenomena ini menjadikan kecemburuan dan sikap ketidaktoleransian sejatinya akan membahayakan kedaulatan bangsa ke depan.
Maka agar ini tidak terjadi dikemudian hari, toleransi ekonomi harus dibangun atas dasar ekonomi berkelanjutan dan sesungguhnya bumi, air dan seluruh kekayaan yang ada selama ini harus dipergunakan untuk kemakmuran rakyatnya dan bukan monopoli oleh sekelompok manusia. Mengambil pelajaran dalam ekonomi Islam memandang, bahwa pasar, negara dan individu berada dalam keseimbangan (iqtishad), tidak boleh ada subordinat, sehingga salah satunya menjadi dominan dari yang lain.Mengapa teori ekonomi Islam mengajarkan demikian? Sebab jika sebuah ekonomi di dominasi oleh pemerintah maka yang terjadi adalah ekonomi etatisme/sosialisme dan sebaliknya jika ekonomi dimonopoli oleh pasar yang terjadi adalah kapitalisme. Untuk itu dalam ajaran ekonomi Islam ditekankan adanya keseimbangan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan masyarakat.
Diskursus tentang toleransi ekonomi bisa mengambil pelajaran tentang sebuah visi yang diajarkan dalam teori ekonomi Islam tersebut dengan terus melakukan ijtihad atau pembaharuan yang sesuai dengan konteks kekinian yang dibutuhkan dalam mendekonstruksikannya. Kita menyakini jika para pemimpin di negeri ini bisa melakukan itu semua, apalagi amanah konstitusi yang ada dalam Pancasila dan UUD 1945 bukan mengamanahkan tentang ekonomi etatisme dan kapitalisme sebagai dasar berekonomi.
Tapi sebuah ekonomi kerakyatan yang dibangun atas dasar sebuah budaya unggulan bangsa berupa sikap amanah dari cermin manusia Indonesia yang BerKetuhanan Yang Maha Esa dengan menjunjung tingi nilai - nilai toleransi. Maka intoleransi ekonomi bisa dicegah dan tidak terjadi di negeri ini. Maka mengembalikan nafas ekonomi konstitusi dalam sebuah haluan negara merupakan syarat bagi pemimpin negeri untuk mewujudkan toleransi ekonomi. Dengan demikian kedaulatan dan keadilan sosial untuk Indonesia berkemajuan bisa kita raih tanpa sebuah perselisihan.
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal di Indonesia telah terbukti selalu mampu menyelamatkan rakyat dan perkonomian…
Oleh: Haryo Limanseto Juru Bicara Kemenko Perekonomian Mempertimbangkan stabilitas perekonomian global yang masih dihadapkan pada berbagai tantangan seperti ketidakpastian geopolitik,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi kembali melontarkan gagasan kontroversial dalam…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Pemerhati Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal di Indonesia telah terbukti selalu mampu menyelamatkan rakyat dan perkonomian…
Oleh: Haryo Limanseto Juru Bicara Kemenko Perekonomian Mempertimbangkan stabilitas perekonomian global yang masih dihadapkan pada berbagai tantangan seperti ketidakpastian geopolitik,…
Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin) Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi kembali melontarkan gagasan kontroversial dalam…