NERACA
Jakarta - Kementerian Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah (Kemenkop- UKM) bekerja sama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap sejumlah koperasi yang melakukan kegiatan kegiatan investasi ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat.
Menurut Deputi Bidang Pengawasan Kemenkop-UKM Suparno, dari kerja sama pihaknya dengan OJK berhasil mengidentifikasi sejumlah koperasi yang diduga melakukan penyalahgunaan izin atau melakukan praktik investasi ilegal. "Indikasi kasus penyalahgunaan izin koperasi antara lain dilakukan oleh PT Cakrabuana Sukses Indonesia, Koperasi Pandawa Malang, KSP Pandawa Mandiri Group, Koperasi Segitiga Bermuda (Profitwin77), dan PT Compact Sejahtera Group, Koperasi Bintang Abadi Sejahtera," ujarnya dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip laman liputan6.com, pekan lalu.
Oleh karena itu, Suparno berharap agar masyarakat berhati-hati dan waspada dalam menginvestasikan dananya. "Jangan sampai masyarakat tertipu oleh iming-iming bunga yang besar. Kita harus jeli melihat aspek legalitas dan usaha dari koperasi tersebut," ujarnya.
Selain itu, menurut dia, upaya pencegahan juga akan terus dilaksanakan bersama OJK. Salah satunya melalui kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat termasuk pelaku investasi ilegal yang akan dilakukan secara bersama-sama tentang bagaimana mengedukasi masyarakat cara berkoperasi yang benar, jangka waktu maksimum menjadi calon anggota koperasi, dan regulasi tentang pengawasan koperasi. Upaya lain yang dilakukan adalah membentuk Satgas Pengawas Koperasi di daerah sebanyak 1.712 orang. Satgas ini terdiri dari Satgas Tingkat Provinsi dan Satgas Tingkat Kabupaten/Kota yang masing-masing berjumlah lima orang.
"Target pengawasannya, sebanyak 204 unit koperasi tingkat provinsi dan 3.084 unit koperasi tingkat kabupaten/kota, atau sekitar 2,18% dari 150.223 unit total koperasi aktif," ujarnya. Meski demikian, Suparno mengakui salah satu hambatan dalam pengawasan koperasi adalah adanya kendala hubungan dengan kewenangan pengawasan koperasi di daerah dalam era otonomi daerah.
"Oleh karena itu, sesuai dengan lampiran huruf Q UU 23/2014 maka langkah teknis yang akan dikerjakan adalah memilah koperasi sebagai objek pengawasan disesuaikan dengan kewenangan yang tercantum dalam UU dimaksud antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota," ujarnya. Langkah teknis lainnya melakukan peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pengawasan koperasi.
"Juga melakukan kajian pembentukan pejabat fungsional pengawas koperasi, melakukan monitoring dan penerapan sanksi terhadap laporan hasil pemeriksaan kepada koperasi yang diindikasikan melakukan penyimpangan, serta melakukan kerjasama dengan Pemda dan instansi terkait dalam pengawasan koperasi," tutur Suparno.
Belum Peduli
Di sisi lain, OJK menyatakan sebagian masyarakat relatif belum begitu memedulikan risiko terkait produk dan layanan jasa keuangan. “Berdasarkan survei yang kami lakukan, pengetahuan masyarakat tentang risiko dari produk jasa keuangan hanya 36,25%, lebih rendah dibandingkan pengetahuan soal fitur dan manfaatnya yang masing-masing mencapai 84,16% dan 86,57%,” ujar anggota dewan komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono saat jumpa pers di Jakarta, belum lama ini.
Rendahnya pengetahuan dan perhatian masyarakat terhadap risiko dari produk keuangan yang diambil, menurut dia, mengakibatkan masyarakat cenderung rentan terhadap tawaran produk, khususnya investasi, yang tidak jelas izinnya dan berpotensi merugikan.
Tingkat literasi keuangan pada 2016 mencapai 29,66%, meningkat dibandingkan 2013 sebesar 21,84%. Hal tersebut menunjukkan pemahaman dan keterampilan masyarakat dalam memanfaatkan produk dan jasa keuangan meningkat. Namun hal tersebut juga tidak menjamin masyarakat termakan rayuan investasi bodong.
“Ternyata itu tidak memengaruhi pengambilan keputusan. Mereka masih percaya pada hal-hal yang tidak pasti, bahkan tidak begitu memedulikan soal keabsahan,” ujarnya.
Kusumaningtuti mengatakan, pihak otoritas akan senantiasa memberikan edukasi dan mengingatkan masyarakat tentang pentingnya memerhatikan risiko berinvestasi, terutama di lembaga jasa keuangan yang tidak memiliki izin yang jelas.
Sementara Kepala Departemen Literasi Keuangan OJK Agus Sudiarto mengatakan, kenaikan indeks literasi keuangan tidak berarti dibarengi dengan penurunan keinginan masyarakat untuk berinvestasi di lembaga keuangan yang tidak jelas legalitasnya. “Kita tidak bisa menilai dengan kenaikan indeks literasi, pemanfaatan masyarakat terkait investasi bodong itu berkurang,” ujarnya.
Sebagai contoh, kasus investasi bodong yang dilakukan oleh pemimpin Pandawa Group dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Pandawa Mandiri Group, Salman Nuryanto, ditengarai OJK telah mengantungi Rp 3,6 triliun dari puluhan ribu nasabah. Namun berdasarkan data terbaru, kerugian investasi bodong yang dihimpun oleh Nuryanto itu bisa mencapai Rp6 triliun. Pasalnya, semakin ke sini makin banyak laporan nasabah atau investor yang merasa dirugikan.
“OJK memperkirakan kerugian investor mencapai Rp 3,6 triliun, saya kira lebih bisa mencapai Rp 6 triliun. Makanya kami minta, Nuryanto segera menyelesaikan kewajibannya untuk melunasi dana nasabah,” ujar Purwanto Kitung, kuasa hukum nasabah, di Jakarta, Jumat (27/1).
Purwanto sendiri saat ini sebagai lembaga firma yang memperjuangkan hak nasabah. Sejauh ini, pihaknya menghimpun laporan dari 17 diamond (nasabah yang membawahi ribuan nasabah lain) dan 31.600 nasabah lain. Total kerugian di bawah pihaknya mencapai Rp2,85 triliun.
“Kami harap Nuryanto selaku pendiri Pandawa Group segera menyelesaikan. Karena posisi dia akan memperjelas dan mengurangi dispute karena saat ini orang saling mencurigai. Sejauh ini kami belum mau membawa ke ranah hukum karena belum ada wanprestasi,” ujarnya. mohar/fba
Jakarta-Ketua Komite Tetap Perencanaan Ekonomi dan Moneter, Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional Kadin Indonesia, Ikhwan Primanda mengungkapkan sektor industri pengolahan…
NERACA Jakarta - Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) , Suroto mengatakan semenjak diterbitkan Inpres Nomor 9 Tahun 2025 tentang…
Jakarta-Pemerintah melalui Perpres No. 46/2025 khususnya terkait besaran tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang semula minimal 40%, kini dapat…
Jakarta-Ketua Komite Tetap Perencanaan Ekonomi dan Moneter, Bidang Perencanaan Pembangunan Nasional Kadin Indonesia, Ikhwan Primanda mengungkapkan sektor industri pengolahan…
NERACA Jakarta - Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) , Suroto mengatakan semenjak diterbitkan Inpres Nomor 9 Tahun 2025 tentang…
Jakarta-Pemerintah melalui Perpres No. 46/2025 khususnya terkait besaran tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang semula minimal 40%, kini dapat…