Paham Radikalisme Lahir untuk Merongrong Bangsa
NERACA
Bandung - Ancaman terhadap kesatuan dan persatuan terhadap bangsa terus terjadi. Paham radikalisme selalu lahir untuk merongrong keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ironisnya, paham radikalimse berbajukan agama. Padahal tak ada satupun agama yang membenarkan radikalisme. Undang-undang pun belum secara sepsifik mengatur tindakan akan kejahatan ini.
Hal itu yang mendorong Himpunan Mahasiswa Hukum Pidana dan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Padjadjaran (Himapi dan BEM Unpad) menggelar diskusi publik dengan thema “Penguatan Nilai-nilai Kebangsaan Tangkal Radikalisme” di Graha Sanusi Hardjadinata Universitas Padjadjaran Bandung, Kamis belum lama ini.
Ketua panitian pelaksana Seftiani Jakiah menerangkan, dalam kegiatan diskusi ini, menghadirkan nara sejumlah nara sumber antara lain, Kepala Badan Kesbangpol Jawa Barat, Agus Hanafie. Kol (Kav) Tjetjep Darwaman (Kepala Kanwil Pertahanan Kemenhan Ri Provinsi Jabar).
Kemudian DR. Dadang Rahmat Hidayat, S.Sos., SH., M.Si. (Dekan Fikom Unpad dan Pengamat Media), DR. KH. Tatang Astarudin SH., MH. (Pengasuh Pondok Pesantren Universal Cipadung/ Kepala Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM PWNU Jawa Barat), dan Yesmil Anwar, S.H., M.H. (Ahli Hukum Pidana dan Kriminologi Unpad).
Tampak hadir pada acara tersebut, Asisten Pemerintahan, Hukum dan HAM Setda Provinsi Jabar, Achadiat S, Kepala Badan Kesbangpol Provonsi Jawa Barat, Agus Hanafie, Kepala Satuan Intelkam Polresta Bandung, Wakil Kodim 0618/BS Bandung, Wakil Kodiklat Pusdikum TNI AD, Letkol (CHK) Mulus, Kepala Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Unpad, Somawijaya, S.H., M.H.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan dalam sambutannya yang dibacakan Asisten Pemerintahan, Hukum dan HAM Setda Provinsi Jawa BaratAchadiat S, menyambut baik atas terselenggaranya Diskusi Publik ini, sekaligus menyampaikan apresiasi kepada Himpunan Mahasiswa Pidana (HIMAPI) Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran yang menyelenggarakan kegiatan ini.
“Upaya untuk menjaga spirit kebangsaan dalam kebhinekaan perlu terus dilakukan secara berkesinambungan, karena kebhinekaan yang tidak dikelola sangat berpotensi menjadi ancaman konflik yang merugikan semua pihak, serta merusak ketenteraman dan ketertiban dalam tatanan kehidupan,” katanya.
Ia juga mengatakan, peran Perguruan Tinggi dalam menangkal radikalisme amatlah penting, apalagi jumlahnya yang begitu banyak.“Perguruan Tinggi harus menjadi penangkal utama radikalisme agar tidak berkembang lebih besar yang dapat mengganggu keharmonisan, keberagaman dan kedaulatan negara,” harap dia.
Gebernur dalam sambutannya juga mengharapkan adanya kajian yang dalam untuk mengasilkan solusi positif dalam mengangkal radikalisme. Perguruan tingi, kata dia, terus menghasilkan kader intelektual yang cinta tanah air dan tangguh sehingga mampu menangkal radikalisme yang masuk ke dalam sendi-sendi akademik di kampus maupun di masyarakat yang pada akhirnya mendukung tercapai tujuan nasional menuju cita-cita bangsa Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Pada kesempatan itu, Kepala Kebangpol Jawa Barat, Agus Hanaifie, menyampaikan banyak pihak yang tidak ingin Indonesia maju dan damai. Segala macam aksi dilancarkan untuk membuat Indonesia tidak maju.
“Jangan mengabaikan hal yang lagi ngetrend, kehati-hatian harus dilakukan setiap saat. Persoalan radikalisme harus ditangani secara serius. Semoga Diskusi Publik ini bisa memberikan sumbangsih bagi narasumber maupun masyarakat luas,” ujar dia.
Kepala Kanwil Pertahanan Kementerian Pertahanan RI Provinsi Jawa Barat Kolonel (Kav) Tjetjep Darmawan mengatakan, masalah pertahanan dan kesejahteraan masyarakat menjadi sorotan utama dalam hal penyebab radikalisme. “Masyarakat yang tidak sejahtera cenderung memiliki perilaku yang keras. Solusi atas radikalisme ini adalah kesejahteraan rakyat dan memperkuat sistem pertahan negara kita,” pandang dia.
DR. Dadang Rahmat Hidayat, S.Sos., S.H., M.Si, pada kesempatan itu mengatakan, radikalisme bisa terjadi karena ketidakmampuan mengelola komunikasi atau gagalnya komunikasi publik. Dia juga menyebutkan media tidak hanya memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pola-pola radiaklisme, akan tetapi juga media bisa menjadi sarana untuk menderadikalisasi atau meniadakan radikalisme.
Pengasuh Pondok Pesantren Universal Cipadung yang juga Kepala Lembaga Kajian dan Pengembangan SDM PWNU Jawa Barat, DR. KH. Tatang Astarudin, S.H., M.H. , menyebutkan, pemahaman agama yang tidak dilatari pemahaman yang konfrehensif akan menyebabkan faham radikalisme jika terus dibiarkan begitu saja. Agama tidak pernah mengajarkan kekerasan yang tidak pada tempatnya, keakuan diri merasa yang paling benar dalam memahami ajaran agama biasanya akan memicu lahirnya keeksklusifan diri dan mengganggap orang lain yang tidak sepaham dengannya adalah salah.
Tidak sedikit kelompok radikal ini, ujar dia, berakar dari pemahaman yang sempit dan tidak konfrehensif akan ajaran agama, seperti Al-quran dan hadits yang ditafsirkan secara setengah-setengah dan tidak mengindahkan kaidah keilmuan yang lainnya.
Radikal, radikalis, atau radikalisme saat ini cenderung diartikan dan dimaknai sebagai sikap, sifat, gerakan atau faham yang cenderung ekstrem, keras, galak, konservatif, berpandangan “hitam-putih” dan kerap menggunakan kekerasan dalam mengajarkan dan menyebarkan keyakinan dan pendapatnya.
“Kelompok garis keras tersebut seringkali disebut kaum radikalis atau ada juga yang menyebutnya dengan kelompok fundamentalist. Meskipun sebenarnya, dalam tradisi pemikiran teologi keagamaan, fundamentalisme ditujukan kepada gerakan kelompok yang berupaya mengembalikan seluruh perilaku dan tatanan kehidupan umat Islam kepada Al-Quran dan Al-Hadits atau digunakan untuk menunjuk kelompok revivalis Islam. Kelompok fundamentalis disebut juga kelompok radikalis, boleh jadi karena mereka cenderung fanatis, intoleran, dan kerapkali menggunakan kekerasan dalam gerakan-gerakannya,” ungkap dia.
Radikalisme sesungguhnya bukan fenomena yang terjadi begitu saja, ia memiliki banyak faktor yang melatarbelakangi sekaligus menjadi pemicunya.“Faktor-faktor tersebut antara lain, faktor fanatisme dan emosi keagamaan yang sempit dan ekslusif, faktor pemahaman atas doktrin agama yang kaku, faktor ketimpangan dan peminggiran ekonomi yang membuat frustasi sehingga melakukan gerakan pembangkangan kepada rezim penguasa, faktor politik yang menyudutkan Islam atau kelompok tertentu sebagai teroris, termasuk faktor sosial budaya,” paparnya.
Kriminolog Unpad, Yesmil Anwar, S.H., M.H.menilai, paham radikalisme dan terorisme sudah menjelma menjadi ideologi, tak lagi membutuhkan pembuktian ada atau tidaknya jaringan terorisme international maupun lokal. “Ketika radikalisme dan terorisme menjadi sebuah ideologi kekerasan, maka yang harus dilakukan adalah menggali lahirnya organisasi tersebut,” sebut dia.
Menurut dia, harus ada penanganan dini yan dapat dioperasionalkan secara sistematik guna menangkal masuknya paham radikalisme. Disamping itu, imbuh dia, juga dibutuhkan semacam forum komunikasi para tokoh masyarakat agar bencana kerusuhan, paham radikalisme maupun terorisme dapat dideteksi oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh wanita maupun tokoh remaja.
Seftiani Jakiah mengatakan, sikap radiaklisme berkedok agama pada dasarnya merupakan sasaran teroris untuk menyebarkan ketakutan di dalam masyarakat. Hal tersebut membangun komunitas eksklusif sebagai modal dan identitas kelompok yang memandang bahwa dunia sekitarnya yang bertentangan dengan prinsip hidup mereka harus dimusnahkan.“Maka, tidak dapat disangkal jika kelompok tersebut menganggap bahwa dirinya adalah paling benar. Sikap radikalisme seperti inilah yang setiap saat dapat menjadi bom waktu yang dapat menimbulkan bencana sosial-politik dan mengancam keutuhan masyarakat Indonesia,” ujar dia.
Ironisnya, kata dia, kaum pemuda dan kaum terididik banyak yang menjadi sasaran bagi pelaku radikalisme untuk menanamkan idiolinya ujarnya. “Ini perlu segera diantisipasi, agar para pemuda dan kaum intelek tidak mudah tergiur akan tawaran dogma yang bisa menciptakan sikap radikal,” tutur Seftiani. Ron
NERACA Tokyo - Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto, kini tengah giat-giatnya meningkatkan peran Usaha Mikro Kecil Mengah (UMKM)…
NERACA Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) bersama Kompas Gramedia resmi meluncurkan buku berjudul “Masinis yang Melintasi Badai”, sebuah…
NERACA Sukabumi - Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat, mulai sosialisasikan Surat Edaran Nomor 400.5.7/1685/Bangda…
NERACA Tokyo - Pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto, kini tengah giat-giatnya meningkatkan peran Usaha Mikro Kecil Mengah (UMKM)…
NERACA Jakarta - PT Kereta Api Indonesia (Persero) bersama Kompas Gramedia resmi meluncurkan buku berjudul “Masinis yang Melintasi Badai”, sebuah…
NERACA Sukabumi - Pemerintah Kota (Pemkot) Sukabumi, melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) setempat, mulai sosialisasikan Surat Edaran Nomor 400.5.7/1685/Bangda…