NERACA
Jakarta – Masih terkoreksinya pertumbuhan ekonomi dalam negeri dan merosotnya daya beli masyarakat, rupanya juga dirasakan pelaku usaha bisnis media. Kendatipun, tahun ini ada momentum pilkada serentak diyakini belum mengerek belanja iklan secara signifikan. Tak ayal, kondisi ini memaksa emtien media televise untuk memutar otak agar tidak mempengaruhi target bisnis dengan menggenjot efisiensi.
Jefrix Kosiady, Analis Sucorinvest Central Gani mengatakan, melemahnya daya beli masyarakat rentan menggerus kinerja penjualan barang konsumsi, yang selama ini royal dalam belanja iklan, khususnya di stasiun televisi. "Sektor konsumer kurang bagus. Saat ini, mereka cenderung menurunkan belanja iklan," ujarnya di Jakarta, kemarin.
Di sisi lain, analis belum melihat ada katalis positif yang dapat menggenjot pendapatan iklan. Momentum pilkada serentak yang tengah ditunggu-tunggu pun diragukan dapat menggerakkan belanja iklan. Rizky Hidayat, analis Mandiri Sekuritas, menilai pilkada serentak tak akan berdampak signifikan terhadap pendapatan iklan televisi. Pasalnya, kontributor terbesar pendapatan iklan televisi tetap dari perusahaan konsumer.
Hal senada juga disampaikan Rizky. Maklum saja, jangkauan emiten televisi umumnya berskala nasional. Sementara, dampak pilkada serentak lebih spesifik dirasakan televisi lokal. Di samping itu, analis Buana Capital Teuku Hendry Andrean menilai, gaung pilkada serentak juga tidak akan terlalu besar. "Gaungnya tidak akan sebesar pemilu nasional," imbuh dia. Meski begitu, pilkada serentak akan memberi dampak secara tidak langsung. "Permintaan barang-barang konsumer akan meningkat saat pilkada, dengan begitu pendapatan sektor konsumer bisa meningkat," jelas Jefrix.
Lantaran tidak ada katalis positif kuat, analis memprediksi pendapatan iklan emiten televisi bakal mengempis di tahun ini. Karena itu, untuk menjaga profitabilitas, emiten televisi berusaha meningkatkan efisiensi. Produksi sendiri Salah satu caranya adalah memperkuat strategi in house production alias strategi memproduksi konten secara internal.
Menurut analis, cara ini dapat menekan biaya produksi sehingga produksi konten dapat lebih efisien. Strategi ini lazim digunakan emiten-emiten televisi. Salah satu emiten yang tengah mengembangkan siasat ini adalah PT Surya Citra Media Tbk (SCMA), perusahaan yang mengelola stasiun televisi SCTV dan Indosiar.
Menurut Hendry, salah satu strategi in house production yang dijalankan SCMA adalah mengganti konten tayangan drama Korea Selatan dan sinetron drama yang mencatatkan biaya produksi lebih mahal. Tayangan tersebut diganti menjadi tayangan ajang pencarian bakat, variety and entertainment show yang diproduksi sendiri.
Hendry menyebutkan, dengan langkah ini, share SCMA melalui Indosiar mampu meningkat, sementara di sisi lain, biaya produksi dapat berkurang signifikan. Sebagai gambaran, menurut manajemen SCMA, biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi tayangan ajang pencarian bakat berkisar US$ 2.000–US$ 3.000 untuk satu jam, lebih rendah ketimbang biaya produksi sinetron drama yang dalam satu jam berkisar US$ 17.000 hingga US$ 20.000.
Strategi in house production lainnya, SCMA membeli sebagian besar konten dari production house (PH) milik internal. Siasat ini juga terbukti efektif lantaran lebih murah membeli konten dari produksi PH internal ketimbang membeli dari konten dari pihak ketiga. (bani)
NERACA Jakarta – Berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) menyetujui rencana membagikan…
NERACA Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat data perdagangan saham sepekan kemarin tumbuh positif. Dimana kapitalisasi pasar BEI…
NERACA Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa modal asing keluar bersih dari pasar saham Indonesia hingga April 2025…
NERACA Jakarta – Berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk. (RALS) menyetujui rencana membagikan…
NERACA Jakarta – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat data perdagangan saham sepekan kemarin tumbuh positif. Dimana kapitalisasi pasar BEI…
NERACA Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa modal asing keluar bersih dari pasar saham Indonesia hingga April 2025…