NERACA
Jakarta- PT BW Plantation Tbk (BWPT) mengaku telah mendapat persetujuan untuk merealisasikan rencana penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD). Bahkan pihak manajemen menegaskan sudah ada investor strategis yang berminat untuk menyerap saham baru perseroan. "Investor strategisnya sudah ada satu pihak asing dan satu lokal.” kata Direktur Keuangan sekaligus Sekretaris Perusahaan BWPT, Kelik Irwanto di Jakarta, Rabu (6/11).
Menurut dia, dana yang diperoleh melalui aksi korporasi ini sepenuhnya akan digunakan untuk modal kerja perseroan di tahun depan. Hal ini sekaligus menjadi strategi yang diambil perseroan untuk menekan rasio utang (debt to equity ratio/DER). Pihaknya mencatat, per September 2013 utang yang dimiliki perseroan sebesar Rp 4,17 triliun. Adapun ekuitas sebesar Rp 885 miliar. Artinya, rasio Debt to Equity Ratio (DER) perseroan 2,39 kali.
Sayangnya, untuk saat ini dia masih enggan menyebutkan kepastian pelaksanaan dan investor yang akan menyerap saham baru dari aksi private placement ini. “Akan dilakukan dalam waktu dekat. Kami belum pun bisa sebutkan investornya karena saat ini masih negosiasi,” jelasnya.
Seperti diketahui, BWPT akan melakukan Penambahan Modal Tanpa Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD) Penempatan Terbatas atau private placement senilai Rp 344,33 miliar. Rencananya, perseroan akan menerbitkan saham baru maksimal 405,1 juta saham atau 10% dari modal disetor. Perseroan akan menggunakan harga acuan di pasar sebesar Rp 850 per saham.
Realisasi non HMETD ini akan dilakukan secara bertahap atau sekaligus dalam kurun waktu dua tahun sejak RUPS dilaksanakan. Dengan aksi korporasi, kepemilikan saham para pemegang saham berpotensi terdilusi sebesar 9,09%. Diharapkan aksi korporasi ini akan mendapat persetujuan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS) perseroan pada 6 November 2013.
Saat ini kepemilikan saham BW Plantations dimiliki oleh PT BW Investindo sebesar 38,75%, maka setelah private placement akan menjadi 35,23%. Fendalton Invesment Pte. Ltd dari 23,25% menjadi 21,14%. sementara JP Morgan Chase Bank NA RE Non-treaty menjadi 6,33% dari sebelumnya 6,97%. Sementara masyarakat terdilusi dari 31,03%, menjadi 28,21%.
Terkait penerbitan saham baru atau right issue yang dilakukan emiten, Kepala Riset Trust Securities, Reza Priyambada mengatakan, ada baiknya right issue dilakukan dengan HMETD (Hak Memasan Efek Terlebih Dahulu). Dengan begitu memberikan ruang kepada pemegang saham untuk menggunakan haknya untuk menambah modalnya di perusahaan yang bersangkutan.
Apalagi di tengah kondisi pasar yang masih sangat volatile seperti sekarang ini. Untuk aksi korporasi ini, biasanya diketahui pembeli siaga dalam right issue tersebut. Saham hasil right issue tanpa pembeli siaga, atau pembeli siaganya tidak jelas maka sangat mungkin akan dilempar begitu saja ke publik sehingga berpotensi menjatuhkan kembali harga saham di pasar, cepat atau lambat setelah right issue.
Selain itu, juga harus diperhatikan berapa besar efek dilusi dengan adanya penerbitan saham baru oleh emiten. Oleh karena itu, untuk memastikan agar tidak lebih banyak terdilusi, kata Reza, emiten harus siap mengeksekusi right issue tersebut. (lia)
Melengkapi fasilitas ibadah bagi penghuninya, perusahaan properti PT Jakarta Garden City menghadirkan masjid Jakarta Garden yang diresmikan langsung Gubernur Jakarta…
Perusahaan pengembang properti, Summarecon kembali memperkenalkan hunian premium keluarga terbarunya yang berada di kawasan Summarecon Mutiara Makassar (SMM). Berlokasi strategis…
Genjot pertumbuhan penjualan dan penetrasi pasar di Indonesia lebih luas lagi, TCL, pemimpin global dalam teknologi elektronik dan produk pintar…
Perusahaan pengembang properti, Summarecon kembali memperkenalkan hunian premium keluarga terbarunya yang berada di kawasan Summarecon Mutiara Makassar (SMM). Berlokasi strategis…
Genjot pertumbuhan penjualan dan penetrasi pasar di Indonesia lebih luas lagi, TCL, pemimpin global dalam teknologi elektronik dan produk pintar…
Emiten properti, PT Modernland Realty Tbk. (MDLN) membukukan laba bersih konsolidasian di kuartal pertama 2025 sebesar Rp761,3 miliar, berbalik arah…