Sukabumi - Dari 167 pengrajin tahu tempe di Kota Sukabumi, sekitar 50 pengrajin terpaksa berhenti berproduksi usahanya yang diakibatkan masih tingginya harga kacang kedelai saat ini. Terutama pengrajin yang memproduksi di bawah 50kg. Sedangkan pengrajin yang memperoduksi di atas 50kg mengurangi produksinya. “Sejak adanya kenaikan harga kacang kedelai produksi tahu tempe di Kota Sukabumi mengalami penurunan hingga 20%“, kata manajer Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Kota Sukabumi M Badar usai bertemu dengan ketua DPRD Kota Sukabumi Aep Saepurahman, Kamis (5/9).
Dikatakan Badar, berhentinya sebagian pengrajin tahu tempe di Kota Sukabumi, alasannya harga jual tahu tempe tidak sebanding dengan biaya produksi. “Daripada mengalami kerugian terus, lebih baik mereka berhenti untuk memproduksi. Bahkan ada pengrajin yang mengurangi produksinya sekitar 20-25 persen”, ucap dia.
Badar mengungkapkan, naiknya harga dolar AS sebagai pemicu naiknya harga kedelai. Pasalnya, sebagian besar didatangkan dari luar negeri. Untuk menutupi kekurangan, mereka terpaksa mengeluarkan uang tambahan untuk memenuhi kedelai. “Sebenarnya pasokan kedelei cukup, hanya harganya sangat mahal,” katanya.
Naiknya harga kedelai, juga membuat naiknya harga jual tahu dan tempe hingga mencapai 35 persen. Tempe yang biasanya dijual Rp5 ribu per batang terpaksa dijual Rp6 ribu sampai Rp6.500. Itu pun belum mampu menutupi biaya produksi. Sehingga, hasil penjualan menurun drastis. “Kami tidak bisa jual lebih dari itu, idealnya sekitar Rp7.500 baru bisa menutupi biaya produksi,” katanya.
Untuk itu, tambah dia, meminta Pemerintah Indonesia untuk berinisiatif menurunkan harga kedelai. Caranya dengan melakukan Operasi Pasar (OP). Alasannya, sebagian besar kedelai import dikuasai kalangan swasta. “Bulog harus OP, kedelei yang dikuasai sawasta harus diambilalih,” tandas dia.
Selain itu, Badar juga meminta pemerintah untuk melakukan program swasembada kedelai. Hal itu agar tidak ketergantungan dengan negara lain. Apalagi, kacang kedelai di tanah air memiliki kualitas baik. “Kopti Kota Sukabumi telah menyerap kedelei lokal, tapi kerena ketersediaan tidak mencukupi kebutuhan, maka hanya sebagian kecil saja yang menggunakan kedelai lokal. Sementara kebutuhan kedelai di Kota Sukabumi mencapai 350 ton per bulannya,” ungkapnya.
Sementara Ketua DPRD Kota Sukabumi, Aep Saepurahman meminta pemeritah pusat untuk mengeluarkan stok kedelai dengan melakukan OP. Meski hanya jangka pendek, cara itu akan menurunkan harga kedelai. “Sebenarnya pemerintah sudah memotong regulasi yang menghambat proses impor kedelei tapi kan tidak berpengaruh jika kondisi seperti ini,”ujarnya.
Untuk itu, dirinya setuju apa yang diinginkan oleh Kopti bahwa pemerintah harus melakukan swasembada pangan. Selain itu, untuk jangka panjang, Aep meminta agar fungsi Kopti dikembali pada posisi semula. Selain memproduksi juga penghasil bahan tahu dan tempe. “Kerjasama inti plasma. Koperasi sebagai inti dan petani sebagai plasma,” ujarnya.
NERACA Jakarta - Upaya kolaboratif dalam memberantas Judi Daring menunjukkan hasil positif. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat…
NERACA Jakarta – Pemerintah menargetkan pembangunan 53 Sekolah Rakyat (SR) baru pada tahun anggaran 2025 melalui Kementerian Pendidikan dan…
NERACA Semarang – Pemerintah menyatakan keyakinannya bahwa program pembentukan 80 ribu unit Koperasi Desa Merah Putih akan dikelola secara…
NERACA Jakarta - Upaya kolaboratif dalam memberantas Judi Daring menunjukkan hasil positif. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat…
NERACA Jakarta – Pemerintah menargetkan pembangunan 53 Sekolah Rakyat (SR) baru pada tahun anggaran 2025 melalui Kementerian Pendidikan dan…
NERACA Semarang – Pemerintah menyatakan keyakinannya bahwa program pembentukan 80 ribu unit Koperasi Desa Merah Putih akan dikelola secara…