NERACA
Yogyakarta - Pemerintah Republik Indonesia yang sedang dipimpin Prabowo Subianto diminta untuk tidak ciut nyali kepada para pelaku industri untuk menetapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Ketua Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Ari Subagyo Wibowo mengatakan, dalam beberapa dekade terakhir, konsumsi minuman manis di Indonesia menunjukkan peningkatan yang pesat.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021, rata-rata konsumsi gula putih per kapita per minggu mencapai 1.123 gram.
"Angka ini setara dengan sekitar 160 gram gula per hari, dan tiga kali lipat lebih tinggi dari anjuran Kementerian Kesehatan dan enam kali dari rekomendasi WHO," kata Ari, melalui siaran pers, Kamis (19/6/2025).
Ari menjelaskan, tingginya konsumsi gula ini berperan dalam meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular (PTM). Konsumsi gula secara berlebihan dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti obesitas dan diabetes, yang berdampak buruk terhadap kualitas hidup masyarakat serta menambah beban ekonomi negara karena meningkatnya biaya perawatan kesehatan.
"MBDK menjadi salah satu penyumbang konsumsi gula terbesar yang penyebarannya masih belum diatur secara tegas oleh negara," tegasnya.
Menurutnya, FAKTA Indonesia prihatin atas terus melonjaknya kasus PTM akibat konsumsi MBDK yang tidak terkendali. Ketiadaan kebijakan yang kuat membuat masyarakat semakin rentan, terutama anak-anak dan remaja yang menjadi target utama industri.
FAKTA Indonesia melihat urgensi dalam menerapkan label peringatan depan kemasan dan cukai pada MBDK untuk menurunkan konsumsi MBDK oleh masyarakat Indonesia.
Sebagai bentuk respons atas kondisi ini, FAKTA Indonesia telah aktif melakukan pelatihan dan sosialisasi di berbagai daerah mengenai pentingnya label depan kemasan (Front-of-Pack Labeling/FOPL) serta urgensi penerapan cukai terhadap MBDK.
"Label yang jelas membantu konsumen memilih produk yang lebih sehat, sedangkan cukai menekan konsumsi dengan mekanisme harga, berdasarkan batas tingkatan gula dalam kemasan," bebernya.
Ari memastikan, untuk memenuhi visi dan misi FAKTA Indonesia dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, FAKTA Indonesia hari ini melaksanakan sosialisasi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bekerja sama dengan Pusat Perilaku dan Promkes FK-KMK UGM yang memiliki perhatian yang sama, yaitu kesehatan masyarakat Indonesia.
FK-KMK mengekspresikan kekhawatirannya atas peningkatan obesitas pada anak dan dewasa dalam beberapa tahun belakangan, dan telah melaksanakan serangkaian kegiatan dan sosialisasi demi meningkatkan kesadaran masyarakat Yogyakarta akan bahaya MBDK.
"Sosialisasi ini menekankan bahaya MBDK terutama pada pertumbuhan anak, juga kurangnya kesadaran masyarakat, terutama orang tua dalam mengenali dan mengontrol jumlah gula yang dikonsumsi," terangnya.
Belum lagi, imbuh Ari, masih banyak MBDK tersebut dikemas dalam ‘minuman sehat’ seperti susu atau vitamin, padahal memiliki gula yang sangat tinggi dan membahayakan kesehatan. Sehingga, dalam sosialisasi kali ini, masyarakat yang tergabung ikut mengekspresikan rasa kecewa dan kaget karena telah mengonsumsi MBDK yang dianggap sehat tersebut.
"Walaupun perjalanan kampung sehat dan sosialisasi MBDK di daerah Yogyakarta mendapatkan dukungan tinggi dari masyarakat, kita tidak bisa menutup mata bahwa masik banyak di antara mereka yang kurang paham akan bahaya MBDK, apalagi mengingat murahnya harga minuman yang dijual bebas," ungkapnya.
Ia menambahkan, FAKTA Indonesia bersama dengan Pusat Perilaku dan Promkes FK-KMK UGM melihat perlunya pemberlakuan cukai MBDK untuk mengurangi konsumsi MBDK secara sistematis.
Hal ini juga diekspresikan melalui adanya surat dukungan warga Yogyakarta yang pada intinya menyatakan dukungan kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto agar segera menerapkan cukai dan label peringatan pada MBD di tahun 2025 untuk Mendukung pencapaian target APBN.
Kemudian, Menekan dampak negatif konsumsi MBDK yang memicu peningkatan kasus diabetes dan hemodialisis, terutama di usia muda; dan Melindungi masyarakat dari risiko kesehatan akibat minimnya informasi pada kemasan MBDK.
"Warga juga menekankan bahwa kebijakan ini penting untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat serta mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045 dengan generasi muda yang sehat dan berkualitas," ucapnya.
Hingga saat ini penerapan cukai MBDK belum terealisasi, meskipun sudah tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sejak tahun 2022 hingga 2025. Bahkan, dorongan tidak hanya datang dari masyarakat sipil.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pun telah secara resmi menagih penerapan cukai MBDK kepada Kementerian Keuangan. Mereka menekankan bahwa ini bukan lagi sekadar wacana, tapi sudah menjadi bagian dari rencana penerimaan negara yang harus dilaksanakan.
Ari menyebut, FAKTA Indonesia bersama dengan jaringan masyarakat sipil dari berbagai wilayah, mendesak pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan cukai terhadap MBDK, dan tidak lagi menjadikannya sebagai sekadar retorika tanpa realisasi.
"Pemerintah harus bertindak sesuai janji dan anggaran yang sudah dialokasikan, dan bukan hanya omon-omon. Sebab, isu ini bukan hanya soal uang, tapi soal nyawa dan masa depan generasi Indonesia yang dinilai sebagai generasi emas," pungkas Ari. (Mohar)
Pulau Sabira, Benteng Pelestarian Penyu Sisik di Utara Jakarta NERACA Kepulauan Seribu — Saat gelap malam perlahan menyelimuti Pulau…
NERACA Jakarta - Pemerintah berharap pengembangan Kawasan Rebana di Jawa Barat (Jabar) sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional seiring dengan…
NERACA Sukabumi - Sepanjang April dan Mei 2025, Kota Sukabumi dilanda sebanyak 59 kali bencana yang tersebar di tujuh Kecamatan.…
NERACA Yogyakarta - Pemerintah Republik Indonesia yang sedang dipimpin Prabowo Subianto diminta untuk tidak ciut nyali kepada para pelaku industri…
Pulau Sabira, Benteng Pelestarian Penyu Sisik di Utara Jakarta NERACA Kepulauan Seribu — Saat gelap malam perlahan menyelimuti Pulau…
NERACA Jakarta - Pemerintah berharap pengembangan Kawasan Rebana di Jawa Barat (Jabar) sebagai mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional seiring dengan…