Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik & Advokat
Pada hakikatnya tindak pidana korupsi (Tipikor) terdiri dari 2 (dua) aspek, yakni perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk memperoleh keuntungan pribadi atau kelompok. Perbuatan melawan hukum merupakan penyebab, sedangkan merugikan keuangan negara sebagai akibat.
Perbuatan melawan hukum dan kerugian keuangan negara harus memenuhi asas legalitas, hubungan kausalitas (sebab akibat) antara 2 variabel, yakni variabel penyebab yang berpengaruh signifikan terhadap variabel akibat, yang dalam ilmu statistik disebut model regresi, dimana :
Mengingat Tipikor adalah delik materiil, maka Kejaksaan Agung, KPK atau Kepolisian harus mengejar dulu bukti kerugian keuangan negara, dengan jumlah yang sudah pasti, dihitung dan ditetapkan oleh lembaga yang punya legal standing sesuai dengan Undang-Undang, bukan oleh peraturan dibawah Undang-Undang. Pernyataan tersebut harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum penetapan status tersangka terhadap seseorang atau pejabat. Proses penegakan hukum harus dengan hukum yang benar. Begitulah dalam berhukum di negara hukum sesuai dengan ajaran konstitusionalisme, agar keadilan yang berkepastian hukum dapat diwujudkan, sehingga tidak ada lagi berbagai isu kriminalisasi hukum.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sudah harus berkepastian, tidak mengambang atau kira-kira. Proses di pengadilan merupakan proses pembuktian atas “model statistik” yang sudah dirumuskan JPU dalam surat dakwaan, artinya pelimpahan ke pengadilan semuanya sudah matang, baik perbuatan melawan hukumnya menurut hukum pidana maupun nilai kerugian keuangan negaranya.
Tidak ada lagi keraguan terkait nilai kerugian keuangan negara tersebut, termasuk hubungan kausalitasnya. Sehingga laporan audit kerugian keuangan negaranya sudah diterima oleh terdakwa saat pembacaan Surat Dakwaan, bahkan pada saat penetapan tersangka, sehingga ada asas transparansi dalam proses penegakan hukum pidana.
Negara Hukum
Sebagai negara hukum segala tindakan penyelenggara negara dan warga negara, khususnya aparat penegak hukum harus sesuai dengan aturan hukum, agar tertib hukum dalam mewujudkan kepastian hukum yang berkeadilan dapat diwujudkan. Para penegak hukum merupakan aspek sentral dalam sistem peradilan yang sesuai dengan makna negara hukum menurut ajaran konstitusionalisme.
Pembenahan hukum tersebut sesuai dengan visi Presiden Prabowo yang tertuang dalam asta cita butir 7 yang berbunyi “ memperkuat reformasi politik, hukum dan birokrasi serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba” harus dimulai dengan reformasi dilingkungan instansi penegak hukum, baik Kejaksaan, Pengadilan yang dipelopori Mahkamah Agung maupun Kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Dari berbagai media, kita setiap hari membaca dan mendengar berbagai paradok proses penegak hukum, seperti kasus Zarof Richar, mantan pejabat Mahkamah Agung. Pembenahan hukum secara serius dan terukur dalam waktu cepat merupakan prioritas sebagai prasyarat pembangunan ekonomi nasional. Penulis yakin, jika pembenahan hukum segera diwujudkan sehingga kepastian hukum dan keadilan dapat dirasakan masyarakat, maka investasi secara besar-besaran akan masuk ke Indonesia.
Karena pasar dan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia merupakan suatu unggulan komparatif dibandingkan dengan negara lain. Dengan kepastian hukum dalam proses penegakan hukum yang berkeadilan, maka efisiensi nasional akan meningkat yang otomatis memperbaiki Incremental Capital Output Ratio (ICOR) nasional. Dengan demikian daya saing Indonesia dalam konstelasi global akan unggul dan dampak kebijakan perdagangan reciprocal Presiden Trump tidak perlu dikhawatirkan, karena kata kunci dari perdagangan internasional adalah competitive advantage dan comparative advantage. Siapa yang mempunyai keunggulan, maka dialah yang akan memenangkan persaingan.
Ekonomi Nasional
Pertumbuhan ekonomi nasional dapat diformulasikan dengan beberapa aspek secara nasional (aggregate), yakni konsumsi masyarakat, tabungan, investasi, perdagangan internasional dan fiskal. Semua variabel tersebut saling berkaitan dan kata kuncinya memerlukan ketertiban dan kepastian hukum. Semua aspek pertumbuhan ekonomi nasional justru banyak ditentukan oleh faktor-faktor non ekonomi, antara lain hukum. Secara empiris dapat kita saksikan negara-negara yang hukumnya tertib, khususnya penegakan hukumnya yang berkepastian hukum, negara-negara tersebut ekonominya relatif maju dan sebaliknya.
Makanya sangat rasional Presiden Prabowo mencantumkan aspek reformasi hukum sebagai salah satu butir dari visi beliau yang tercantum dalam asta cita butir 7. Saat ini tinggal menunggu implementasinya dalam kenyataannya dalam waktu yang tidak terlalu lama, agar momentum pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional menjadi delapan persen tidak hilang begitu saja. Para pembantu Presiden dikabinet harus mempunyai kompetensi profesional untuk bergerak cepat merumuskan kebijakan operasionalnya dilapangan dengan peta jalan yang jelas dan terukur, mengingat dunia bergerak amat cepat.
Jika tidak, maka arus perubahan global yang akan menggilas dan meninggalkan Indonesia. Dengan kepastian hukum, maka high cost in doing business dapat diminimalkan, sehingga volume produksi semakin besar yang berdampak terhadap large scale economies, ujungnya tingkat kesejahteraan masyarakat dalam negeri meningkat.
Jika di semua sektor dan lini usaha terdapat kepastian hukum, maka pelaku ekonomi baik ditingkat mikro kecil menengah hingga usaha besar akan lebih efisien sehingga harga jual dalam negeri maupun ekspor akan kompetitif, berakibat ekspor akan meningkat dan berimbas terhadap devisa negara yang dapat memperbaiki nilai tukar (kurs) rupiah serta pertumbuhan ekonomi 8% (delapan) dapat dicapai.
Simpulan
Penegakan hukum harus benar, sebaliknya penegakan hukum yang tidak benar oleh aparat penegak hukum justru merupakan kontra dari cita-cita negara hukum. Astacita butir 7 dapat diwujudkan jika para pembantu Presiden dalam jajaran kabinet, khususnya aparat penegakan hukum bekerja secara professional, berintegritas.
Dengan demikian akan berdampak terhadap kepastian doing business di Indonesia yang pada akhirnya roda ekonomi akan berputar dengan cepat. Pertumbuhan 8% yang merupakan target pemerintah dapat dicapai dengan baik dan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan cita-cita bangsa dapat diwujudkan.
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Guna menuju Indonesia Emas 2045, pemerintah…
Oleh : Antonius Utama, Pengamat Kebijakan Publik Wacana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset kembali mengemuka…
Oleh : Ricky Rinaldi, Pengamat Hubungan Internasional Kunjungan kenegaraan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, ke Rusia atas…
Oleh: Dhita Karuniawati, Peneliti di Lembaga Studi Informasi Strategis Indonesia Guna menuju Indonesia Emas 2045, pemerintah…
Oleh : Antonius Utama, Pengamat Kebijakan Publik Wacana pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset kembali mengemuka…
Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik & Advokat Pada hakikatnya tindak pidana korupsi (Tipikor)…