NERACA
Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed belum akan memangkas suku bunga acuannya dalam hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) yang diumumkan pada Rabu (7/5) waktu setempat.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI Erwin Gunawan Hutapea memandang, The Fed tampaknya lebih khawatir terhadap inflasi yang turun lebih lambat dari perkiraan sehingga suku bunga acuan (Fed Funds Rate/FFR) diperkirakan masih bertahan di level 4,25-4,5 persen meskipun Presiden AS Donald Trump terus mendorong agar terjadi pemangkasan.
“Kekhawatiran terhadap pertumbuhan (ekonomi AS) kelihatannya belum, mereka (The Fed) lebih khawatir terhadap inflasi,” kata Erwin dalam acara Taklimat Media di Gedung BI, Jakarta, Rabu (7/5).
Belajar dari pengalaman pasca-COVID-19, Erwin mengingatkan bahwa The Fed saat itu sedikit terlambat menyesuaikan suku bunga atau terlalu cepat menurunkan suku bunga. Inflasi AS saat itu sempat melonjak di luar dugaan, dipicu oleh konflik Rusia-Ukraina yang berdampak pada terganggunya rantai pasok global.
“Bacaan kami, nampaknya (The Fed) akan belum (menurunkan suku bunga di bulan Mei 2025). Tapi mungkin mereka sudah akan kasih hint (petunjuk atau sinyal ruang penurunan suku bunga dalam pengumuman hasil rapat FOMC),” kata Erwin.
Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi AS yang diperkirakan akan terkoreksi serta defisit transaksi perdagangan yang lebih buruk dari perkiraan juga menimbulkan tekanan bagi The Fed untuk melakukan pemangkasan suku bunga.
Adapun Bank Indonesia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global pada 2025 dari semula 3,2 persen menjadi 2,9 persen. Secara khusus, BI mengoreksi prakiraan pertumbuhan ekonomi AS dan China masing-masing menjadi 2 persen dan 4 persen.
Sementara itu, imbuh Erwin, beberapa bank sentral juga sudah mulai melakukan pemangkasan suku bunga acuan seperti di Filipina dan China baru-baru ini.
“Sehingga pertanyaannya bagaimana kemudian respons bank sentral ini di tengah pertumbuhan ekonomi dunia yang akan melambat, apakah bank-bank sentral juga akan secara serentak melakukan cutting,” kata dia.
Ia mengingatkan, negosiasi tarif antara AS dan China akan sangat mempengaruhi lanskap perdagangan global dan pada akhirnya mempengaruhi pasar keuangan global.
Ketika kompromi kedua belah pihak semakin jelas, negara-negara lain pun mulai bisa menghitung kembali dampak negosiasi tarif terhadap ekonomi domestiknya masing-masing termasuk Indonesia.
Erwin meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini masih cukup menjanjikan dibandingkan dengan negara-negara lain. Dengan imbal hasil instrumen aset keuangan Indonesia yang menjanjikan, BI juga meyakini aliran modal asing masuk (capital inflow) akan berlanjut.
“Karena capital flight kepada safe haven itu kan terjadi sebagai reaksi temporer. Begitu ada ketidakpastian, mereka ‘parkir’ dulu cari tempat aman. Begitu semuanya lebih pasti, mereka akan rekalkulasi (portofolio),” kata Erwin.
NERACA Jakarta - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatat total dana yang dihimpun dari segmen nasabah tabungan dengan saldo…
NERACA Jakarta – PT Krom Bank Indonesia Tbk, anak perusahaan Kredivo Group, memandang produk deposito yang ditawarkan oleh bank…
NERACA Jakarta – PT Bank Syariah Indonesia Tbk mencatat, nilai transaksi melalui mesin EDC (electronic data capture) mencapai lebih…
NERACA Jakarta - Bank Indonesia (BI) memproyeksikan, bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed belum akan memangkas suku…
NERACA Jakarta - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk mencatat total dana yang dihimpun dari segmen nasabah tabungan dengan saldo…
NERACA Jakarta – PT Krom Bank Indonesia Tbk, anak perusahaan Kredivo Group, memandang produk deposito yang ditawarkan oleh bank…