NERACA
Maluku Utara – Tingginya permintaan ekspor ikan laut seperti tuna maka pemerintah membangun sentra-sentra perikanan diantaranya Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT) Morotai, Maluku Utara yang telah diresmikan. Nantinya SKPT Morotai akan menjadi simbol pertumbuhan ekonomi di wilayah pesisir, khususnya di kawasan pulau terluar.
Pembangunan SKPT, menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, merupakan bagian dari komitmen pemerintah dalam mewujudkan kedaulatan pangan laut, dan memperkuat ekonomi berbasis kelautan. Selain itu, adanya SKPT Morotai mendekatkan layanan infrastruktur perikanan kepada masyarakat di wilayah-wilayah strategis dan perbatasan. Ini menjadi modal penting yang perlu dikelola secara berkelanjutan.
“Pembangunan pelabuhan perikanan ini tidak hanya berfungsi sebagai pusat aktivitas nelayan, tetapi juga sebagai simbol pertumbuhan ekonomi wilayah yang berkelanjutan,” kata Trenggono.
Pembangunan pelabuhan perikanan SKPT Morotai merupakan bantuan hibah langsung pemerintah Jepang melalui Japan International Cooperation Agency (JICA), dengan anggaran Rp 115.710.859.000. Fasilitas di dalamnya mulai dari ice flake machine, kantor administrasi, seawall, barak nelayan, mess pegawai, gudang logistik, hingga integrated cold storage yang memuat hingga 200 ton.
SKPT sendiri merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi.
Tingkatkan Ekspor Tuna Sirip Kuning
Terletak di Maluku Utara dan berbatasan langsung dengan kawasan Pasifik, Morotai memiliki potensi perikanan yang luar biasa. Salah satunya adalah ikan tuna sirip kuning. Berdasarkan data 2024 dengan total produksi ikan tuna sirip kuning di SKPT Morotai mencapai 1.382 ton dengan total nilai produksi ikan senilai Rp65,83 miliar yang masuk dari beberapa desa di Morotai.
Sehingga dengan adanya SKPT yang baru diresmikan ini dan apalagi dapat dilakukan pembangunan lanjutan berupa dermaga dan breakwater, total kapal akan bertambah menjadi 175 unit dengan total estimasi produksi mencapai 39.100 ton per tahun. Adapun penyerapan tenaga kerja mencapai 1.320 orang.
Melalui potensi tersebut, Trenggono optimis produksi ikan tuna sirip kuning bisa meningkatkan ekspor ke negara Jepang, Singapura dan lainnya. Apalagi SKPT Morotai memiliki kapasitas cold storage berkapasitas 200 ton dengan pendinginan hingga minus 60 derajat. “Cold storage yang begitu besar bisa menyimpan ikan tuna sirip kuning lebih segar dan bisa langsung di ekspor ke Jepang,” pungkasnya.
Sementara itu, Head of Representatives JICA, Sachiko Tadeka menuturkan, program ini memberikan dukungan fiskal untuk pengembangan fasilitas pelabuhan perikanan di pulau-pulau terluar yang digagas oleh KKP. Selain Morotai, masih ada pembangunan pelabuhan perikanan dan pasar ikan di enam pulau terluar lainnya. Takeda optimis SKPT Morotai yang memiliki fasilitas dengan rantai dingin ini membuat ikan tuna sirip kuning bisa dijadikan sashimi yang bisa diekspor langsung ke Jepang. Jepang dan Indonesia memiliki hubungan strategis yang kuat di kawasan Indo-Pasifik.
Terkait Tuna, sebelumya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menambah kuota tangkapan tiga jenis tuna untuk Indonesia pada Sidang Indian Ocean Tuna Commission (IOTC) yang berlangsung di La Reunion, Perancis pada 7 sampai 17 April lalu.
Kuota penangkapan ikan big eye tuna naik 2.791 ton, menjadi 21.396 ton untuk periode 2026–2028 dan kuota skipjack tuna (cakalang) ditetapkan menjadi 138 ribu ton. Sedangkan penyesuaian kuota yellowfin tuna telah disepakati menjadi 45.426 ton untuk tahun 2025.
Delegasi Republik Indonesia yang dipimpin Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya, Trian Yunanda menegaskan komitmen KKP dalam memperjuangkan kepentingan nasional pada forum IOTC dan rangkaian pertemuan teknis pendukung lainnya. “Kita berhasil mengawal berbagai isu strategis mulai dari peningkatan kuota tangkapan tuna, penggunaan observer, perlindungan awak kapal perikanan, hingga penguatan kerja sama negara pantai (Coastal States Alliance/CSA),” ujar Trian.
Indonesia juga berhasil mendorong pengecualian penggunaan observer nasional dalam kegiatan alih muatan oleh kapal rawai tuna. Ini merupakan wujud nyata diplomasi perikanan yang adaptif dan solutif, termasuk 14 proposal penting yang berhasil diadopsi diantaranya Proposal B oleh Indonesia terkait transhipment (alih muatan), serta proposal-proposal lain yang relevan seperti konservasi hiu, dan sistem pemantauan kapal (VMS).
Dalam forum IOTC kali ini, negara-negara anggota CSA seperti Indonesia, Maladewa, Afrika Selatan, Pakistan, dan Sri Lanka menunjukkan peran signifikan dalam mengawal kepentingan negara pantai. Konsolidasi posisi bersama terbukti mampu memperkuat suara negara-negara berkembang dalam pengambilan keputusan. Indonesia mendukung penuh inisiatif formalisasi Coastal States Alliance sebagai platform diplomasi kolektif di kawasan Samudera Hindia.
Triwulan I-2025, Volume Penyaluran Gas PGN Sebesar 861 BBTUD Jakarta – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Subholding Gas Pertamina,…
Mei 2025, Harga Referensi CPO Sebesar USD924,46/MT Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk…
Elemen Masyarakat Wajib Jaga Kondusivitas Saat Hari Buruh Jakarta – Dalam menghadapi berbagai dinamika sosial yang terjadi saat ini, elemen…
Triwulan I-2025, Volume Penyaluran Gas PGN Sebesar 861 BBTUD Jakarta – PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), Subholding Gas Pertamina,…
Mei 2025, Harga Referensi CPO Sebesar USD924,46/MT Jakarta – Harga Referensi (HR) komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) untuk…
Optimis Ekspor Tuna Semakin Meningkat Maluku Utara – Tingginya permintaan ekspor ikan laut seperti tuna maka pemerintah membangun sentra-sentra perikanan…