NERACA
Jakarta – Harga Referansi (HR) biji kakao periode Agustus 2024 ditetapkan sebesar USD7.952,65/MT, turun sebesar USD1.534,21 atau 16,17 persen dari bulan sebelumnya. Hal ini berdampak pada penurunan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Agustus 2024 menjadi USD7.529/MT, turun USD1.493 atau 16,55 persen dari periode sebelumnya.
Penurunan harga ini tidak berdampak pada bea keluar (BK) biji kakao yang tetap sebesar 15 persen sesuai Kolom 4 Lampiran Huruf B pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38 Tahun 2024.
“Penurunan HR dan HPE biji kakao diantaranya dipengaruhi peningkatan produksi, terutama di negara produsen utama seperti Ghana dan negara-negara di wilayah Amerika Selatan, seiring berakhirnya musim hujan serta penurunan permintaan,” ungkap Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Budi Santoso.
Sementara itu, HPE produk kulit periode Agustus 2024 tidak berubah dari bulan sebelumnya. Sedangkan, HPE produk kayu meningkat pada beberapa jenis kayu, yaitu kayu veneer dari hutan alam dan dari hutan tanaman; lembaran kayu untuk kotak kemasan; kayu dalam bentuk serpihan atau partikel; serta kayu gergajian dengan luas penampang 1.000–4.000 mm2 dari jenis meranti dan dari jenis sortimen lainnya dari hutan tanaman jenis pinus, gmelina, dan sengon.
Penetapan HPE biji kakao, tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 964 Tahun 2024 tentang Harga Patokan Ekspor dan Harga Referensi atas Produk Pertanian dan Kehutanan yang Dikenakan Bea Keluar.
Sebelumnya, HR biji kakao periode Juli 2024 ditetapkan sebesar USD9.486,86/MT, meningkat sebesar USD 1.230,36 atau 14,90 persen dari bulan Juni 2024. Hal ini berdampak pada peningkatan Harga Patokan Ekspor (HPE) biji kakao pada Juli 2024 menjadi USD9.022/MT, naik USD1.197 atau 15,29 persen dari periode sebelumnya.
Lebih lanjut terkait kakao, Ketua Dewan Kakao Indonesia, Soetanto Abdoellah mengungkapkan harga biji kakao di tahun ini akan bertahan di angka USD 4000/ton atau sekitar Rp60.000/kilogram (kg). Setidaknya harga ini merupakan peningkatan dari harga tahun sebelunya USD2.500/ton. Sehingga ini menjadi sinyal menarik bagi petani untuk mengembangkan kakao.
“Sementara itu kebutuhan dalam negeri cukup tinggi. Jika kita menggarap kakao 10.000 hektar (ha) kakao dengan asumsi 1 ton hanya bisa mendapatkan 10.000 ton. Sehingga peluang sangat besar, pasar sangat terbuka dan peluang untuk pengembangan kakao untuk menutupi impor kakao,” jelas Soetanto.
Kabar menarik lainnya, ternyata hilirasasi kakao cukup berjalan dengan baik. Contohnya untuk cokelat Indonesia ternyata sudah menjadi net ekspor. Tahun 2018 Indonesia masih defisit namun sejak tahun 2020 kita sudah mulai surplus cokelat.
“Tercatat pada tahun 2022 nilai ekspor kita sudah mencapai angka 25.701 ton sementara impor cokelat 23.361 ton. Hanya saja untuk dari sisi nilai kita masih defisit karena nilai transaksi dari ekspor USD73,7 juta sementara impor USD120,5 juta. Hal ini menunjukkan bahwa harga cokelat yang kita ekspor memang secara satuan lebih murah daripada cokelat yang kita impor,” ungkap Soetanto.
Sementara untuk pasta, Soetanto, lemak dan pupuk Indonesia juga telah menjadi pemain ekspor. Dimana untuk pasta nilai ekspor pada tahun 2022 mencapai USD183 juta sementara impor USD132,5 juta. Artinya surplus USD50,5 juta. Untuk nilai ekspor lemak kakao mencapai USD656 ribu dan bubuk USD636 ribu dengan impor yang sangat terbatas.
Hal menarik lainnya industri bean to bar di Indonesia juga cukup berkembang pesat. Saat ini ada 31 perusahaan yang bergerak di bidang ini dan menajdi terbanyak kedua setelah Amerika Serikat dengan jumlah pelaku 115 perusahaan.
“Optimisme ini juga turung ditopang tingginya kebutunan dalam negeri. Indonesia adalah pasar cokelat yang sangat potensial, terjadi kenaikan pasar cokelat di Indonesia . Saat ini konsumsi per kapita masih lebih rendah yakni 0,3 kg/kapita. Namun secara keseluruhan, Indonesia merupakana negara dengnan Konsumsi tertinggi di Asia tenggara yakni mencapai cokelat 83,7 juta ton. Indonesia juga mengalami pertumbuhan dan penjualan cokelat paling tinggi di Asia Tenggara dan juga diperkirakan juga akan mengalami peningkan di tahun 2024 ini”, jelas Soetanto.
Sehingga tahun 2024 ini menjadi momentum bagi pekebun untuk mengembangkan perkebunan kakao, karena kebutuhan dalam industri dalam negeri cukup tinggi. Sementara itu kebutuhan produk cokelat dalam negeri dan secara global cenderung meningkat.
NERACA Sukabumi – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono menegaskan komitmen Kementerian Pertanian (Kementan) untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian melalui penguatan…
NERACA Biak – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menangkap kapal ikan ilegal asal Filipina yang tengah beroperasi di wilayah…
NERACA Padang – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melepas ekspor satu kontainer produk tuna beku, yaitu frozen yellow fin tuna loin, ke…
NERACA Sukabumi – Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono menegaskan komitmen Kementerian Pertanian (Kementan) untuk meningkatkan daya saing sektor pertanian melalui penguatan…
NERACA Biak – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kembali menangkap kapal ikan ilegal asal Filipina yang tengah beroperasi di wilayah…
NERACA Padang – Kementerian Perdagangan (Kemendag) melepas ekspor satu kontainer produk tuna beku, yaitu frozen yellow fin tuna loin, ke…