Seberapa Besar Kontribusi Green Sukuk Biayai Proyek Hijau?

 

Oleh:Denny Wulandari, Staf Direktorat Internal Kepatuhan Ditjen Bea Cukai

Perubahan iklim kini tengah mengancam kesejahteraan masyarakat, kinerja ekonomi, dan stabilitas keuangan, khususnya bagi negara kurang berkembang dan negara berkembang. Adalah risiko fisik yang dapat ditimbulkan dari perubahan iklim ini diantaranya adalah cuaca ekstrem, banjir, kekeringan, dan kenaikan permukaan air laut.

Indonesia memiliki kerentanan yang cukup tinggi dalam menghadapi perubahan iklim, sebab negeri ini  merupakan negara kepulauan dan rentan akan risiko perubahan iklim seperti kenaikan permukaan laut dan kebakaran hutan. Indonesia mengalami kenaikan permukaan laut 0,8-1,2 cm per tahun, sementara sekitar 65% penduduk tinggal di wilayah pesisir (sumber: Bappenas 2021)

Tren suhu permukaan di Indonesia juga terus mengalami kenaikan. BMKG mencatat, tahun 2023 merupakan tahun terpanas kedua bagi Indonesia dengan nilai anomali suhu rata-rata tahunan 0,5 Celsius.

Komitmen Indonesia untuk mengatasi dampak buruk perubahan iklim diantaranya adalah meratifikasi Paris Agreement melalui UU No 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, dan penyampaian Nationally Determined Contribution (NDC) yang menguraikan rencana transisi Indonesia menuju masa depan yang rendah emisi dan berketahanan iklim.

Indonesia juga menyusun strategi jangka panjang untuk mencapai rendah emisi dan berketahanan iklim yang berisi langkah-langkah dalam mencapai pembangunan rendah emisi dengan target menuju Net Zero Emission (NZE) tahun 2060 atau lebih cepat. Tak hanya itu, satu dari lima sasaran visi Indonesia Emas 2045 adalah intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) menurun menuju NZE.  

Selaras dengan kegiatan penanganan perubahan iklim, kebutuhan dana ditaksir mencapai 288,4 triliun setiap tahunnya. Pendanaan dapat berasal dari pendanaan publik, non-publik (private), maupun campuran dan dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri.

Adapun pendanaannya berasal dari nasional meliputi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) murni, Surat Berharga Negara (Green Sukuk), Indonesia Climate Change Trust Fund – ICCTF di bawah BAPPENAS, Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) di bawah Kementerian Keuangan, Bank dan Private Equity, penerbitan obligasi hijau oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI) dan Bank OCBC NISP, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam negeri, Blended Financing, yaitu memadukan berbagai sumber pendanaan baik yang berasal dari publik maupun private dari dalam negeri.

APBN berperan sebagai Instrumen untuk mendorong transformasi ekonomi ramah lingkungan. Dari segi pendapatan, kebijakan negara diarahkan untuk menstimulus pengembangan energi baru terbarukan serta bidang usaha yang ramah lingkungan. Kementerian keuangan memberikan fasilitas perpajakan berupa tax holiday, tax allowance, pembebasan bea masuk impor, pengurangan PPN PPh ditanggung pemerintah, dan pengurangan pajak bumi bangunan untuk mendukkung pengembangan panas bumi dan energi baru terbarukan lainnya.

Dari sisi pembelanjaan, kebijakan negara diarahkan untuk mendorong belanja pemerintah yang rendah karbon dan berdaya tahan iklim (spending better). Kementerian Keuangan menerapkan mekanisme Climate Budget Tagging di tingkat nasional dan daerah untuk mengetahui kontribusi APBN dan APBD terhadap penanganan perubahan iklim. Penerapan climate budget tagging di daerah berkolaborasi dengan Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah.

Dari sisi pembayaan anggaran, kebijakan diarahkan untuk mendukung kebijakan fiskal ekspansif melalui pengembangan instrumen pembiayaan inovatif yang dikelola secara prudent demi menjaga keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability). Kementerian Keuangan menerbitkan Sovereign Green Sukuk baik global green sukuk maupun green sukuk retail (sukuk tabungan) untuk membiayai proyek mitigasi dan adaptasi perubahan iklim Pemerintah.

Green Sukuk adalah salah satu instrumen keuangan inovatif berbasis syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah untuk mendukung komitmen Indonesia dalam memerangi perubahan iklim. Green sukuk diterbitkan dengan maksud untuk membiayai proyek-proyek hijau yang ramah lingkungan, mendukung komitmen dalam mengatasi dampak perubahan iklim, serta membantu pembiayan defisit APBN.

Green Sukuk yang diterbitkan pemerintah terdiri dari tiga jenis, pertama yaitu Green Sukuk Global yang diterbitkan di pasar global dalam USD sejak 2018. Kedua, Green Sukuk Ritel yang diterbitkan untuk investor individu sejak tahun 2019 melalui Sukuk Tabungan (ST) dan diterbitkan secara online. Ketiga, Green Sukuk Wholesale diterbitkan untuk investor institusi melalui lelang sejak 2022. Proyek hijau yang dibiayai green sukuk contohnya Light Rail Transit di Palembang, Abration Barrier di Gorontalo, Green Building (Aksara Traditional Market) di Medan, Solar Panel di Pulau Selayar.

Dampak Positif

Penerbitan green sukuk diharapkan mampu memberikan dampak positif yang berkesinambungan terhadap perubahan iklim. Pembangunan green buildings, insentif bagi industri energi baru terbarukan, pengelolaan limbah dan sampah, serta peningkatan pembangunan transportasi umum yang ramah lingkungan merupakan beberapa dampak yang dapat dirasakan dengan penerbitan green sukuk, sehingga pada akhirnya penerapan green sukuk tersebut akan menciptakan negara yang tahan terhadap perubahan iklim.

Keunggulan investasi yang diberikan green sukuk berupa pembayaran Imbalan/Kupon dan Nilai Nominal dijamin oleh Negara berdasarkan Undang-Undang SBSN dan Undang-Undang APBN (setiap tahunnya), sehingga Sukuk Tabungan tidak mempunyai risiko gagal bayar, pencairan dana sebelum jatuh tempo dengan memanfaatkan fasilitas Early Redemption, serta tidak memiliki risiko tingkat Imbalan/Kupon karena tingkat Imbalan/Kupon ST yang ditetapkan pada saat penerbitan merupakan jaminan tingkat Imbalan/Kupon minimal (floor) yang akan diterima investor sampai dengan jatuh tempo.

Dengan meningkatnya keinginan berinvestasi oleh masyarakat, investasi green sukuk dalam mendukung pendanaan kegiatan perubahan iklim akan mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dan signifikan pada sektor pembiayaan infrastruktur dari dana APBN.

Namun pemenuhan pembiayaan dalam mencapai Indonesia bebas emisi, perlu dukungan dari berbagai sektor untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan contohnya Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), Bank dan Private Equity, Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam negeri , serta Blended Financing, yaitu memadukan berbagai sumber pendanaan baik yang berasal dari publik maupun private dari dalam negeri.

BERITA TERKAIT

Judi Daring: Ancaman Senyap yang Merusak Moral dan Masa Depan Bangsa

    Oleh: Arman Panggabean, Pemerhati Sosial Kemasyarakatan   Fenomena judi daring kini telah menjelma menjadi ancaman sosial yang serius,…

Danantara dan INA Perkuat Ekosistem Baterai Listrik untuk Transisi Energi

  Oleh : Doni Wicaksono,  Pengamat Kebijakan Publik   Indonesia kini memasuki babak baru dalam upaya transformatif menuju masa depan…

Pokok-Pokok Perubahan Aturan Terkait Faktur Pajak

    Oleh: Yolanda A. Togatorop, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jakarta Timur *)   Peluncuran Coretax DJP pada 1 Januari…

BERITA LAINNYA DI Opini

Judi Daring: Ancaman Senyap yang Merusak Moral dan Masa Depan Bangsa

    Oleh: Arman Panggabean, Pemerhati Sosial Kemasyarakatan   Fenomena judi daring kini telah menjelma menjadi ancaman sosial yang serius,…

Danantara dan INA Perkuat Ekosistem Baterai Listrik untuk Transisi Energi

  Oleh : Doni Wicaksono,  Pengamat Kebijakan Publik   Indonesia kini memasuki babak baru dalam upaya transformatif menuju masa depan…

Pokok-Pokok Perubahan Aturan Terkait Faktur Pajak

    Oleh: Yolanda A. Togatorop, Penyuluh Pajak Kanwil DJP Jakarta Timur *)   Peluncuran Coretax DJP pada 1 Januari…