NERACA
Kuningan - Yayan Heryanto, S.Si., salah seorang pemuka agama Kristiani yang juga budayawan menganggap semua manusia adalah manusia, termasuk individu LGBTIQ. Menurutnya, yang patut diapresiasi adalah rasa sosial mereka yang cukup tinggi, mereka cepat membaur/akrab (friendly), sangat baik terhadap orang lain, dan menjunjung tinggi etika.
“Dari sudut pandang manusia, mereka ya manusia yang punya kebaikan, layaknya manusia pada umumnya. Saya perhatikan, solidaritas mereka, etika mereka sangat tinggi, bahkan kebaikan mereka ke orang lain, sangat baik. Ya itu adalah identitas mereka sendiri,” ujar Yayan.
Kalau dibuka sejarah, jejak kitab suci merekam jika kelompok tersebut yang kini mungkin jumlahnya bertambah, sudah ada sejak beberapa abad yang lalu. Dulu, 200 tahun atau mungkin 300 silam, menurut bacaan Yayan dari berbagai referensi kitab suci, di masyarakat Roma, mereka sangat diterima bahkan dalam kebudayaan mereka, kelompok tersebut diagungkan. Jejak sejarah juga mencatat, individu LGBTIQ, bahkan sudah banyak.
“Cuma Kita saja yang baru engeuh (sadar/tahu-red), kalau mereka itu ko ada ya, beda-nya, zaman sekarang, jejak digital masif, seolah itu adalah hal yang ‘aneh’, ko tiba-tiba ada lalu bertambah banyak. Padahal mereka sudah ada sejak lama, dulu mah tidak ada jejak digital, jadi keadaan mereka banyak yang tidak tahu, tapi jejak sejarahnya ada dan Kitab Suci merekam,” katanya.
Sekarang hidup di zaman heterogen dengan perkembangan dan transformasi digital yang begitu cepat. Bukan sekedar kelompok queer saja yang muncul, namun di satu sudut di sana, banyak bermunculan kelompok kehidupan yang lain. Sadar tidak sadar, mereka sudah ada, dan Indonesia adalah negara heterogen. Ada lelaki suka lelaki, perempuan suka perempuan, transpuan, tidak bisa dipungkiri.
“Menurut saya pribadi, perlakukan mereka sebagai manusia secara adil, kita terima sebagai sebuah kehidupan sosial, dan kami harus berkomunikasi dengan yang berbeda,” tandas lelaki yang sempat ditugaskan di Kabupaten Kuningan selama lebih kurang 20 tahun itu.
Prof. Musdah Mulia “Kebhinekaan Bukti Kebesaran Tuhan”
Prof. DR. Musdah Mulia, M.A. menyebutkan keyakinan bahwa Tuhan Maha Kuasa dan Maha Pencipta seharusnya membuat seluruh umat beragama menjadi lebih hormat dan lebih empati kepada sesama manusia. Apapun jenis kelamin biologisnya, jenis kelamin sosial (gender), dan orientasi seksualnya. Kebhinekaan adalah bukti kebesaran Tuhan.
“Apakah tidak mungkin merumuskan kembali pandangan ke-islaman yang lebih akomodatif dan lebih humanis mengingat banyak hal yang telah berubah dalam realitas sosiologis, terutama karena kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi kedokteran. Apalagi bermunculan temuan ilmiah terbaru berkaitan dengan seksualitas manusia,” kata Musdah.
Apakah mustahil umat Islam sekarang memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak asasi terhadap minoritas gender dan seksualitas yang mengalami diskriminasi dan kekerasan akibat orientasi seksual dan identitas gendernya.
Menurutnya, bukankah Islam mengklaim diri sebagai agama pembawa rahmat dan janji pembebasan bagi semua kelompok mustadh’afin (tertindas) seperti dibuktikan Rasul pada perjuangannya. Bukankah Islam adalah agama pembawa rahmat bagi semua makhluk di alam semesta ini, agama yang menentang semua bentuk kekerasan, diskriminasi, pelecehan, pengucilan dan stigmatisasi terhadap apapun, dan Islam mengajarkan pemeluknya mencintai dan mengasihi sesama, mengasihi semua makhluk.
Sri Laelasari, Salah Seorang Pembina Srikandi Panyawangan
Perempuan yang kini duduk sebagai anggota DPRD Kabupaten Kuningan ini, rasa sosial dan kemanusiaannya cukup tinggi. Sri sangat peduli terhadap kaum minoritas yang ada di Kabupaten Kuningan. Cara pendekatannya pun cukup unik, sehingga kaum minoritas banyak yang dekat dengan sosok Sri Laelasari ini. Seperti anak-anak punk, orang dengan HIV-AIDS, dan transpuan.
Ia sendiri mencoba mendekati para transpuan untuk dilibatkan dalam kegiatan sosial, dan diberdayakan dalam ekonomi, seperti bengkel dan tata rias. Di tahun 2011, berdirilah Srikandi Panyawangan, Komunitas khusus transpuan yang diarahkan supaya berkegiatan sosial. Saat itu, Srikandi Panyawangan mengundang sejumlah tokoh masyarakat dari berbagai stakeholder, salah satunya Sri Laelasari yang juga sebagai Dewan Pembina sekaligus donatur kelompok tersebut.
“Mereka kalau diajak bersosial, sangat semangat. Kepedulian mereka cukup tinggi. Yang membuat mereka tersinggung itu, ketika ada pihak yang tidak menghargai kegiatan positifnya. Mereka di lingkungan masyarakat juga ya bergaul, sama sekali tidak merugikan yang lain, malah lebih banyak membantu," ujarnya. (nung kh)
Liputan dan produksi ini menjadi bagian dari liputan kolaborasi #AgamaUntukSemua bersama Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) yang terlaksana atas dukungan Koalisi #RawatHakDasarKita dan Embassy of Canada to Indonesia, in Jakarta.
NERACA Jakarta - Bila sosok Ekawati Rahayu Putri kini terbilang sukses sebagai seorang pengusaha dengan mengusung brand Curenex (kosmetik) dan…
NERACA Jakarta - Indonesia siap menggelar Sidang ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) yang akan berlangsung pada…
NERACA Serang - Anggota Komisi V DPRD Banten Yeremia Mendrofa meminta pemerintah daerah (pemda) baik provinsi, kabupaten kota setempat serius…
NERACA Jakarta - Bila sosok Ekawati Rahayu Putri kini terbilang sukses sebagai seorang pengusaha dengan mengusung brand Curenex (kosmetik) dan…
NERACA Jakarta - Indonesia siap menggelar Sidang ke-19 Parliamentary Union of the OIC Member States (PUIC) yang akan berlangsung pada…
NERACA Serang - Anggota Komisi V DPRD Banten Yeremia Mendrofa meminta pemerintah daerah (pemda) baik provinsi, kabupaten kota setempat serius…