Oleh: Awaliyah, Penyuluh Pajak di KPP PMA Empat
Pasca Presiden Jokowi mencabut status pandemi Covid-19 di Indonesia menjadi endemi mulai 21 Juni 2023 lalu, sektor pariwisata sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi nasional kini bangkit dan makin bergerak maju. Sebelumnya di masa pandemic sektor ini sempat menurun drastis bahkan banyak pengusaha travel yang gulung tikar. Ketika libur akhir tahun 2023 tiba semakin banyak wisatawan yang memesan hotel maupun tiket pesawat melaui online travel agen.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Passenger Exit Survey 2022 menunjukkan proporsi tujuan Bali mencapai 46,72% dari seluruh kunjungan wisatawan mancanegara. DKI Jakarta menyusul di posisi kedua, sebesar 13,03%. Ketiga, Kepulauan Riau dengan persentase sebesar 11,81%. Di luar Kepulauan Riau, proporsinya di bawah 4%.
BPS menyebut bahwa total kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tembus 809 ribu kunjungan pada Maret 2023. Secara profil pekerjaan, wisatawan tersebut didominasi kelompok profesional, manajer, dan karyawan, serta pelajar dengan tujuan kunjungan untuk berlibur dan bisnis ataupun keperluan lainnya.
Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif juga mencanangkan program “10 Bali Baru” yang didalamnya terdapat 5 (lima) destinasi super prioritas yaitu Danau Toba Sumatera Utara, Candi Borobudur Jawa Tengah, Mandalika Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur dan Likupang, Sulawesi Utara.
Kelima destinasi tersebut tak hanya menjadi daya tarik wisatawan saja, namun juga menumbuhkan ekosistem ekonomi kreatif yang melibatkan warga setempat. Disana mulai banyak hotel baru yang dibangun baik oleh pemodal lokal maupun asing yang berstatus wajib pajak (WP) orang pribadi maupun badan. Hotel yang dibangun dengan konsep alami yang ramah lingkungan maupun konsep unik dengan spot instagramable yang bertujuan memanjakan para konsumennya. Hal ini sangat menarik untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi dan potensi perpajakan tentunya.
Selain menyasar wisatawan domestik, wisatawan mancanegara juga menjadi target pasar hotel tersebut. Untuk itu pengusaha hotel bekerja sama dengan berbagai macam Online Travel Agen (OTA) yang berkedudukan di luar negeri atau OTA Asing. OTA adalah perusahaan yang menjual jasa penyelengara perjalanan wisata, yang didalamnya termasuk pemesanan hotel, tiket transportasi dan tiket wisata.
Ketika era digital melanda dunia, adanya OTA sangat membantu para pengusaha hotel untuk memasarkan hotelnya. Hanya dengan genggaman gawai, hotel dapat dipesan oleh wisatawan dimanapun berada. Tidak lupa berbagai tawaran yang menarik dan pemberian potongan harga yang tentunya sangat dinantikan para wisatawan.
Aspek Pajak
Lalu, bagaimana aspek pajak atas transaksi pengusaha hotel dengan OTA Asing ini, yang menjual jasa pemasaran kepada pengusaha hotel. OTA merupakan penghubung antara pengusaha hotel dalam negeri dan wisatawan. Sehingga potensi perpajakan atas jasa ini adalah pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa Luar Negeri dan potongan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 26 yang harus dipungut dan dipotong oleh wajib pajak pengusaha hotel.
Merujuk Pasal 4 Ayat (1) Huruf (e) Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dikenakan PPN.
Dalam pemanfaatan PPN jasa luar negeri ini, pengenaannya berlaku untuk WP orang pribadi atau badan, bahkan tidak melihat status WP penerima jasa sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau belum.
WP pengusaha hotel apabila ada pemanfaatan jasa OTA asing tetap terutang PPN jasa luar negeri yang harus dibayarkan oleh wajib pajak tersebut yang menerima jasa luar negeri dengan tarif 11% dari jumlah bruto yang dibayarkan.
Untuk WP yang berstatus PKP dalam melakukan pemungutan PPN wajib membuat faktur pajak atas transaksi penyerahan jasa tersebut. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP.
Pembuatan billing setoran PPN Jasa Luar Negeri, pertama pada kolom nama WP dan alamat WP, isi dengan nama dan alamat orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar daerah pabean yang menyerahkan JKP ke dalam daerah pabean. Kedua, pada kolom NPWP, isi dengan angka 0 (nol), kecuali kode Kantor Pelayanan Pajak (KPP) diisi dengan kode KPP dari pihak yang memanfaatkan JKP. Ketiga, pada kolom wajib pajak/penyetor, isi dengan nama dan Nomor Pokok Wajb Pajak (NPWP) pihak yang memanfaatkan JKP.
Selain pemungutan PPN jasa luar negeri, dalam jasa ini juga terutang PPh Pasal 26. Merujuk ketentuan pada Pasal 26 Ayat (1) huruf d Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, atas penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan yang diberikan kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto.
Terkait pengenaan tarif atas jasa yang di berikan oleh OTA Asing terutang pajak penghasilan Pasal 26 sebesar 20% dari bruto atas jasa tersebut. Namun, jika terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dan negara kedudukan wajib pajak luar negeri tersebut, tarif PPh Pasal 26 sesuai kesepakatan yang tertuang dalam P3B.
Pastinya ada kriteria yang harus dipenuhi agar dapat menerapkan tarif yang ditetapkan dalam P3B. Mernurut Pasal 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-25/PJ/2018 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, penerima penghasilan harus dipastikan bukan Subjek Pajak dalam negara Indonesia, persyaratan administratif sesuai P3B sudah dipenuhi, tidak terjadi penyalahan P3B oleh wajib pajak luar negeri, dan penerima penghasilan merupakan beneficial owner, dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.
Surat Keterangan Domisili (SKD) yang berisi informasi mengenai telah terpenuhinya ketentuan tersebut harus disampaikan Wajib pajak luar negeri. Pada umumnya OTA Asing akan menyampaikan form DGT yang telah diisi lengkap dan atau menyampaikan Certificate of Residence (CoR) kepada penerima jasa di dalam negeri.
WP pengusaha hotel jika memanfaatkan jasa OTA Asing maka melakukan potongan PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari jumlah bruto pembayaran jasa jika WP luar negeri tidak memenuhi persyaratan P3B, dan melaporkannya pada SPT Masa 21/26 atau SPT Masa 23/26. Namun apabila WP luar negeri telah memenuhi persyaratan P3B, WP tersebut tidak perlu melakukan potongan PPh Pasal 26, akan tetapi tetap menyantumkan bruto pembayaran jasa luar negeri tersebut dalam SPT Masa 21/26 atau SPT Masa 23/26.
Pada akhirnya Pemahaman yang baik tentang peraturan perundang-undangan perpajakan bagi pengusaha hotel sangat dibutuhkan sehingga diperlukan sosialisasi kepada wajib pajak pengusaha hotel. Hal ini dapat dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dan mampu meningkatkan penerimaan negara. Di sisi lain, kemudahan pemesanan hotel dapat mendorong minat wisatawan mancanegara untuk berwisata ke Indonesia setiap tahunnya.*) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Oleh: Farhan Farisan, Mahasiswa PTS di Bandung Swasembada pangan telah menjadi bentuk strategis nasional yang terus dihidupkan dalam setiap…
Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Analis Ekonomi Makro Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring yang…
Oleh : Andhika Utama, Pengamat Sosial Politik Langkah konkret pemerintah dan parlemen dalam mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang…
Oleh: Farhan Farisan, Mahasiswa PTS di Bandung Swasembada pangan telah menjadi bentuk strategis nasional yang terus dihidupkan dalam setiap…
Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Analis Ekonomi Makro Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring yang…
Oleh : Andhika Utama, Pengamat Sosial Politik Langkah konkret pemerintah dan parlemen dalam mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang…