Oleh: Rimba Maulana, Penyuluh Pajak di KPP WP Besar Satu *)
Sajian informasi kepada masyarakat saat ini telah beralih ke dalam bentuk digital. Media sosial memegang peranan penting dalam penyebaran informasi yang semakin mudah diakses melalui gadget. Akibat pesatnya laju pengguna media sosial di Indonesia, tidaklah mengherankan jika sebuah konten informasi menjadi viral.
Arti kata “viral” menurut KBBI yaitu berkenaan dengan virus atau bersifat menyebar luas dan cepat seperti virus. Konten viral menyebar luas secara cepat. Bentuknya mulai dari konten berita negatif hingga konten yang bersifat positif, misalnya hiburan.
Di sisi lain, beberapa kalangan masyarakat khususnya konten kreator (content creator) memiliki kegusaran terhadap kontennya yang viral. Terlebih, jika sang content creator menerima komentar dari netizen yang mengaitkannya dengan pajak.
Tambahan Penghasilan
Masih ingatkah dengan fenomena viral seperti kontroversi kata “anjay”, pamer saldo rekening, Citayam Fashion Week, atau NPC (Non-Payable Character) dengan kalimat “am nyam nyam em kenyang”? Banyaknya perhatian dari masyarakat membuat layar kaca maupun digital platform dibanjiri dengan perbincangan terhadap konten mereka kala itu.
Hukum sebab akibat dari sebuah konten yang viral biasanya menjadikan popularitas seseorang meningkat, sehingga ada saja pihak penyelenggara acara yang mengundang para content creatornya menjadi bintang tamu atau narasumber. Kepada bintang tamu atau narasumber, umumnya pihak penyelenggara acara memberikan bayaran. Tentunya, atas bayaran yang diterima oleh sang content creator harus diperhatikan aspek perpajakannya, khususnya Pajak Penghasilan (“PPh”) dengan mengacu ketentuan pasal 4 ayat (1) UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP.
Adapun akibat lain dari viral yaitu naiknya pengikut media sosial seseorang sehingga melahirkan influencer baru. Sebagai influencer, seseorang akan menjadi incaran pihak-pihak tertentu untuk bekerja sama dalam mempromosikan produk usahanya. Bentuknya dapat berupa pemberian sebuah barang ataupun pemberian fasilitas dari sebuah jasa.
Promosinya dilakukan dengan mem-posting dalam story ataupun feed dalam media sosial sang influencer. Kegiatan ini lebih dikenal dengan istilah endorsement. Bagi pengusaha, saat ini endorsement dianggap sebagai teknik marketing yang ampuh ketimbang iklan konvensional.
Menyikapi hal tersebut, pada pertengahan tahun 2023, Pemerintah telah menerbitkan PMK Nomor 66 Tahun 2023 (“PMK-66”). PMK-66 menyebutkan bahwa barang/jasa endorse termasuk dalam penghasilan yang dikenakan PPh. Penilaian penghasilannya berdasarkan nilai pasar jika diberikan dalam bentuk barang, dan/atau jumlah biaya yang dikeluarkan untuk sebuah fasilitas/jasa.
Lalu, siapa yang wajib menyetorkan pajaknya? Pihak pengusaha yang menggunakan jasa endorsement-lah yang menyetorkan ke negara melalui mekanisme pemotongan PPh Pasal 21 (“PPh 21”). Kriteria pengusaha tersebut berbentuk Badan Usaha atau Orang Pribadi yang ditunjuk untuk melakukan pemotongan pajak. Pemotongan PPh 21 atas endorsement tersebut diklasifikasikan sebagai imbalan yang diberikan kepada bukan pegawai yang bersifat berkesinambungan atau tidak berkesinambungan. Perhitungan Dasar Pengenaan Pajak (“DPP”)-nya masih berpedoman pada ketentuan PER-16/PJ/2016, yaitu sebesar 50% dari nilai barang/jasa yang diberikan kemudian dikalikan dengan tarif progresif UU PPh.
Perlu menjadi perhatian bahwa implikasi perpajakannya akan berbeda jika pengusaha memberikan penghasilan kepada influencer yang kedudukannya dibawah manajemen sebuah agency.
Kewajiban Pelaporan
Agar lebih memahami konteksnya, mari kita menyimak ilustrasi berikut ini. Seorang mahasiswa, status belum menikah, tanpa tanggungan (TK/0), dan telah memiliki NPWP, menjadi viral karena kontennya pada media sosial Instagram yang menarik perhatian masyarakat.
Karenanya, salah satu program acara “situasi komedi” pada stasiun TV swasta mengundangnya menjadi bintang tamu dengan bayaran yang diterima sebesar 2 juta rupiah. Di samping itu, ia juga mendapatkan endorse sebuah produk sepatu dari perusahaan A untuk dipromosikan melalui Instagram Story dengan total nilai pasar produknya sebesar 1 juta rupiah.
Maka, stasiun TV swasta wajib melakukan pemotongan PPh 21 dengan perhitungan 50% x 2 juta x 5% dengan nilai sebesar Rp. 50.000,00. Selanjutnya, atas barang endorse-nya, Perusahaan A wajib melakukan pemotongan PPh 21 dengan perhitungan yang sama yaitu sebesar 50% x 1 juta x 5% yang diketahui besaran PPh-nya sebesar Rp. 25.000,00. Stasiun TV dan PT A menerbitkan bukti potong yang mencantumkan identitas influencer.
Orang Pribadi (“OP”) penerima penghasilan memiliki kewajiban melaporkan penghasilan serta PPh yang telah dipotong ke dalam SPT Tahunan PPh OP. Karena dikategorikan sebagai pekerja seni, maka penghasilan neto-nya dapat dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (“NPPN”).
Tentu saja, WP OP content creator tetap memperhatikan batasan penghasilan bruto yang diterimanya sampai dengan Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak. WP OP yang menghitung dengan NPPN wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan NPPN melalui kanal DJP Online ataupun ke Kantor Pajak terdaftarnya dalam jangka waktu 3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Dengan persentase norma sebesar 50% dari seluruh penghasilan yang diterima dalam satu tahun, maka content creator tidak perlu lagi untuk mencatat dan memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Berbeda jika penghasilan yang diterima dalam satu tahun di atas Rp4,8 miliar, maka penghasilannya harus dihitung dengan metode pembukuan. Ketentuan NPPN ini masih mengacu pada PER-17/PJ/2015.
Perlu diperhatikan untuk penghasilan yang dihitung dengan NPPN terbatas hanya dari pekerjaan bebas yang dilakukannya saja. Apabila terdapat kegiatan usaha seperti halnya pengusaha UMKM, maka penghitungan pajaknya juga harus memperhatikan ketentuan PP-23/PP-55.
Harus diperhatikan, bahwa seseorang yang viral mungkin saja akan berdampak pada kewajiban perpajakannya. Tergantung apakah berakibat menghasilkan tambahan penghasilan atau tidak. Mengatasi kegamangan, content creator tidak perlu khawatir karena pengetahuan perpajakan sekarang ini dapat mudah diakses secara digital melalui laman https://pajak.go.id juga melalui media sosial Direktorat Jenderal Pajak. Melalui content creator yang taat pajak, dampak PPh yang disetorkan akan berdampak pada pemerataan pembangunan Indonesia dalam berbagai bidang. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi
Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Pengamat Sosial dan Budaya Pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring…
Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Industri dan Investasi Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong proyek hilirisasi…
Oleh : Naura Astika, Pengamat Hubungan Internasional Dalam momentum kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke Rusia…
Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Pengamat Sosial dan Budaya Pemerintah Indonesia menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring…
Oleh : Doni Wicaksono, Pemerhati Industri dan Investasi Indonesia telah menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong proyek hilirisasi…
Oleh : Naura Astika, Pengamat Hubungan Internasional Dalam momentum kunjungan kenegaraan Presiden Prabowo Subianto ke Rusia…