Pengelolaan sampah yang tepat, tidak hanya ramah lingkungan juga akan mampu mencipatakan nilai ekonomi yang berdampak positif bagi masyarakat. Berangkat dari hal tersebut, Garudafood bersama kolaborasinya dengan pemuda Karang Taruna Desa Sukobubuk Pati, Jawa Tengah berhasil mengolah 11 ton sampah organik melalui program Kampung Wirausaha Manggot sejak 2021 hingga kini.“Program Kampung Wirausaha Maggot Garudafood berawal dari kesadaran pemuda Karang Taruna dalam menerapkan gaya hidup berkelanjutan untuk mendukung Zero Waste Zero Emission,” kata Business Unit Head Garudafood Pati, Augustinus Winardi dalam keterangan di Jakarta, kemarin.
Limbah organik berupa limbah sisa makanan rumah tangga, pasar, maupun kantin pabrik diolah oleh para pemuda karang taruna menggunakan metode bio-konversi maggot melalui program pembinaan Kampung Wirausaha Maggot Garudafood.
Hingga saat ini, Kampung Wirausaha Maggot Garudafood telah memproduksi lebih dari empat ton maggot hidup, lebih dari enam kilogram telur maggot, pupuk kasgot, hingga lebih dari 120 ekor ayam kampung sebagai salah satu komoditi turunan. “Keseluruhan omset hasil dari penjualan dikelola sepenuhnya oleh Karang Taruna Desa Sukobubuk,” kata Anggota Karang Taruna Desa Sukobubuk Rifqi Suweno.
Garudafood juga menggandeng penggiat lingkungan untuk mengaktifkan kembali lebih dari 20 komunitas bank sampah di Pati untuk mengatasi permasalahan sampah an-organik terutama plastik kemasan atau Multi-Layer Packaging (MLP). Hasil kolaborasi antara pabrik Garudafood Pati dengan komunitas bank sampah tersebut berhasil mengumpulkan lebih dari enam ton sampah MLP.
Selain pembinaan dan pendampingan, puluhan komunitas ini juga diberikan workshop kreasi daur ulang sampah plastik menjadi papan press hingga berbentuk berbagai kerajinan komersial seperti kotak tissue, drop-box, gantungan kunci, kursi, dan meja.
Garudafood berharap dengan adanya program-program ini dapat menyadarkan masyarakat agar semakin peduli terhadap lingkungan serta dapat konsisten menerapkan gaya hidup zero waste di kehidupan sehari-hari.
Dalam rangka penerapan praktik strategi keberlanjutan, Garudafood saat ini sedang mengembangkan green innitiatives yang fokus pada pengurangan penggunaan energi dan emisi serta menjalankan program energi baru terbarukan dan bio massa.
Garudafood turut melakukan pengurangan penggunaan kertas dan air dalam seluruh kegiatan operasionalnya sehingga dapat memberi nilai tambah bagi para pemangku kepentingan dan mengurangi emisi karbon sebagai dampak dari operasional bisnis.
Limbah Sampah Plastik
Terakhir, penggunaan material ramah lingkungan dengan menerapkan prinsip 4R yakni reduce, reuse, recycle dan return to earth juga telah diterapkan sebagai bagian dari upaya dalam mengurangi limbah plastik dari produk yang dihasilkan.
Sebagai informasi dilansir dari laman Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dari 35 juta ton timbulan sampah pada 2022 sebanyak 40,6% sampah didominasi oleh sisa makanan sedangkan 17,9% lainnya merupakan sampah plastik.
Kata Direktur Pengelolaan Sampah KLHK, Novrizal Tahar, menekankan pentingnya memperkuat kolaborasi dan kerja sama dengan berbagai rekanan domestik dan internasional dalam mendorong pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan."Kita perlu lebih gigih berupaya, baik di tingkat lokal, nasional, wilayah, maupun global, dalam mengadvokasikan kerja sama dalam penanganan masalah lingkungan,"ujarnya.
Selain itu, dari 7,2 juta ton sampah plastik yang dihasilkan per tahun yang dibuang itu hanya 2,8 juta ton. Kemudian dari 2,8 juta ton yang dibuang itu juga masih bisa digunakan sebanyak 1,1 juta ton oleh industri recycle sebagai bahan baku, sedangkan sisanya sebesar 1,6 juta ton memang tidak bisa. Oleh karena itu, pengelolaan limbah sampah harus dilakukan secara sinergis.
Direktur Industri Kimia Hilir dan Farmasi Kemenperin, Muhammad Taufiq pernah bilang, pengelolaan manajemen sampah yang baik itu perlu melibatkan semua stakeholder, jadi tidak hanya industri saja. “Jadi dalam hal pelaksanaan EPR atau Extended Producer Responsibility, industri juga memerlukan dukungan dari banyak pihak. Artinya, tidak hanya produsen saja yang dimintakan tanggung jawabnya terhadap sampah yang dihasilkan, tapi seluruh stakeholder harus ikut terlibat dalam penanganan sampah tersebut,”tuturnya.
Karena, dia melihat masih rendahnya penerapan EPR ini salah satunya adalah disebabkan kurangnya infrastruktur pengelolaan limbah terutama infrastruktur milik pemerintah. Selain itu, juga karena tidak adanya insentif yang diberikan kepada bisnis industri yang telah menerapkan EPR juga industri daur ulang. Kemudian, tidak ada kewajiban mengikat bagi pelaku usaha dalam bentuk laporan wajib pada program EPR ini.“Yang tak kalah penting adalah karena belum ada aturan turunan dari UU 18 tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah, sehingga pemerintah daerah belum mengeluarkan peraturan yang mengikat perusahaan yang menghasilkan limbah. Karena itu, perlu adanya dukungan dari pemerintah daerah, masyarakat dan industri dalam menerapkan EPR di Indonesia,” katanya.
NERACA Jakarta - FUSENA Digital, perusahaan digital marketing dan teknologi berbasis intelijen yang berfokus pada performance marketing, kembali…
Komitmen pemerintah menekan angka stunting dan juga ketahanan pangan mendapatkan dukungan dari pelaku usaha, termasuk dari PT Bank Negara Indonesia…
Bantu meringankan korban bencana erupsi gunung Lewotobi di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) menyalurkan…
NERACA Jakarta - FUSENA Digital, perusahaan digital marketing dan teknologi berbasis intelijen yang berfokus pada performance marketing, kembali…
Komitmen pemerintah menekan angka stunting dan juga ketahanan pangan mendapatkan dukungan dari pelaku usaha, termasuk dari PT Bank Negara Indonesia…
Bantu meringankan korban bencana erupsi gunung Lewotobi di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) menyalurkan…