NERACA
Jakarta – Target menuju Emisi Nol Bersih atau Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060 mendatang masih memiliki beragam tantangan. Proses transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT) akan kandas di tengah jalan apabila tidak memiliki perencanaan secara matang serta mengesampingkan ketahanan energi di Indonesia.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana mengungkapkan, "kita harus meningkatkan ketahanan energi dengan mempercepat energi bersih transisi dan mengurangi kebutuhan impor dan konsumsi bahan bakar fosil. Ketahanan energi menjadi semakin penting dalam perjalanan menuju net-zero."
Dadan mengingatkan, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk mencapai netralitas karbon tersebut, Indonesia menjadikan program dekarbonisasi tidak hanya di sektor ketenagalistrikan saja, namun menyentuh juga ke sektor konsumsi energi yang terdiri dari industri, transportasi, perumahan dan sektor komersial.
"Di sektor industri, bisa dilakukan dengan meningkatkan pangsa listrik, meningkatkan energi efisiensi, menerapkan hidrogen sebagai substitusi gas dan biomassa sebagai substitusi bahan bakar fosil, menerapkan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS) untuk semen, industri kimia dan baja. Di sektor transportasi, melanjutkan pemanfaatan biofuel, mempercepat kendaraan listrik, menerapkan penggunaan hidrogen untuk truk, Bahan bakar ramah lingkungan untuk kendaraan, dan kapal listrik untuk jarak pendek. Sementara di sektor rumah tangga dan komersial, dengan mengganti LPG dengan kota gas, kompor induksi, dan dimetil eter; dan meningkatkan penggunaan tinggi peralatan hemat energi," papar Dadan.
Dalam peta jalan yang dibuat pemerintah menuju NZE, strategi utama di sisi pasokan adalah pengembangan besar-besaran produk-produk baru dan energi terbarukan, penghentian bertahap pembangkit listrik berbahan bakar fosil, konversi dari pembangkit listrik tenaga diesel menjadi gas dan terbarukan serta pemanfaatan rendah emisi teknologi seperti teknologi CCS/CCUS, hidrogen dan nuklir
"Mulai tahun 2030 pengembangan Variable Renewable Energy (VRE) Solar PV semakin meningkat secara besar-besaran, disusul pembangkit listrik tenaga angin mulai tahun 2037. Nuklir akan komersial pada tahun 2039 untuk meningkatkan keandalan sistem tenaga. Itu kapasitas akan ditingkatkan hingga 31 GW pada tahun 2060. Sementara hidrogen akan mulai diproduksi dari pembangkit listrik energi terbarukan pada tahun 2031 untuk transportasi dan industry," jelas Dadan.
Lebih lanjut, PT Pertamina (Persero) terus mengembangkan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon atau CCS/CCUS untuk mendukung pemerintah dalam rangka mewujudkan target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Implementasi CCS/CCUS di Indonesia diyakini akan dapat mendukung peningkatan produksi migas sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.
Pertamina juga melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dengan sejumlah pihak terkait implementasi teknologi CCS/CCUS. Antara lain PT Pertamina Hulu Mahakam, PT Pertamina Hulu Sanga-Sanga dan PT Pertamina Hulu Rokan, yang bekerjasama dengan Kementerian ESDM, Chevron dan Mitsui.
Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati menjelaskan melalui kegiatan CCUS, Pertamina akan memainkan perannya sebagai pemasok energi nasional yang berkelanjutan sekaligus memberikan solusi pengurangan karbon dan meningkatkan perekonomian serta multiplier effect lainnya.
“Pertamina siap dan berkomitmen untuk berkontribusi terhadap upaya negara sebagaimana terangkum dalam Peta Jalan NZE kami. Peta jalan ini dilandasi oleh 3 pilar strategis utama, yaitu dekarbonisasi pada aset yang ada, pengembangan bisnis energi ramah lingkungan, dan inisiatif negatif karbon seperti CCUS & Nature-Based Solutions (NBS),” ujar Nicke.
Menurut Nicke, peran aktif Pertamina dalam pelaksanaan operasi CCUS telah ditunjukkan dengan injeksi CO2 di Lapangan Pertamina EP - Jatibarang, Jawa Barat. Teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) yang memanfaatkan CO2 untuk huff and puff telah memberikan dampak positif pada reservoir. Selain itu, Pertamina juga akan melakukan kegiatan injeksi CO2 di Lapangan Sukowati, Jawa Timur, untuk meningkatkan produksi minyak dan gas sekaligus berpotensi menyimpan CO2.
Pertamina, lanjut Nicke, secara aktif mendukung target penting Pemerintah Indonesia untuk menjadi salah satu pelaksana CCS Hub di kawasan ASEAN. Misi Indonesia untuk mengembangkan CCS memiliki masa depan yang menjanjikan, mengingat sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak, gas, dan batu bara, membuktikan adanya cekungan sedimen yang berpotensi cocok untuk penyimpanan CO2 di seluruh negeri.
Galon guna ulang atau isi ulang dipastikan aman untuk digunakan masyarakat. Hal tersebut lantaran setiap kemasan galon guna ulang yang…
NERACA Balikpapan – Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan menjadi proyek terbesar sepanjang sejarah Pertamina. Saat ini progresnya telah mencapai…
NERACA Jakarta – Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi Lemigas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM mendapatkan…
Galon guna ulang atau isi ulang dipastikan aman untuk digunakan masyarakat. Hal tersebut lantaran setiap kemasan galon guna ulang yang…
NERACA Balikpapan – Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan menjadi proyek terbesar sepanjang sejarah Pertamina. Saat ini progresnya telah mencapai…
NERACA Jakarta – Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi Lemigas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM mendapatkan…