Mana yang Didahulukan: Bela Negara, Surplus Ekonomi dan Strategi?

 

 

Oleh: Syarif Ali, Dosen dan Pengurus LKEB UPN ”Veteran” Jakarta

 

Saya belum pernah ke Kolaka, Luwu Timur, Morowali, Halmahera Timur, dan Pulau Gag yang menjadi rumah bahan tambang nikel. Namun saya pernah menonton film Blood Diamond tempat pertambangan berlian yang menjadi konflik. "Blood Diamond" adalah film bergenre Adventure, Drama, dan Thriller yang dirilis tanggal 8 Desember 2006. Film itu bercerita tentang balas dendam yang terjadi pada sebuah tempat tambang berlian, di Afrika.

Mengutip Irwandy Arif (2018), nikel, unsur logam yang berbentuk secara alami dan memiliki ciri mengkilap (lustrous) serta berwarna putih keperak-perakan (silvery white) yang memiliki daya penghantar listrik dan panas cukup baik. Dari total 74 juta meterik ton nikel cadangan dunia, ada 4,5 juta metrik ton yang berada di perut bumi Indonesia (US Geological Survey, 2018)

Nama lima daerah tersebut berpotensi terseret dalam perseteruan Indonesia dengan Uni Eropa yang dapat berakhir juga balas dendam.  Mengapa demikian?

Bela Negara

Pemerintah Indonesia melarang ekpor nikel, dan Uni Eropa melawan. Konflik yang sekarang ditangani oleh World Trade Organization (WTO) mencakup larangan ekspor nikel dan menetapkan larangan serupa terhadap eksport komoditas lainya seperti batubara, bauksit, tembaga dan emas.

Indonesai bersikeras untuk melakukan hilirisasi bahan-bahana tambang di tanah air untuk mendapatkan nilai tambah yang berlipat. Berkah hilirisasi sudah terasa dengan terjadinya surplus perdagangan, Presiden Joko Widodo menegaskan “Seperti kasus nikel ini nanti, dari Rp20 triliun melompat ke lebih dari Rp300 triliun. Sehingga neraca perdagangan kita sudah 29 bulan selalu surplus, yang sebelumnya selalu negatif, selalu defisit neraca berpuluh-puluh tahun kita. Baru 29 bulan yang lalu, kita selalu surplus. Ini, ini yang kita arah,” ujarnya.

Kita dapat memahami kebulatan tekad presiden ke-7 ini, mendahulukan bela negara dan kedaulatan untuk melindungi kepentingan negara dan rakyat Indonesia. Jangan sampai kita kembali terjebak dalam tekanan asing.

Kontak kerja PT Free Port Indonesia (KK PT FI) merupakan perjanjian yang bertentangan dengan Sila Kelima “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia” dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 mengenai substansi bumi, air, dan kekayaan alam “dikuasai negara” dan “dipergunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat”.  

Terkunci oleh perjanjian kontraktual yang tunduk pada hukum keperdataan, maka asas pacta sunt servanda yang berakibat pada sanctity of contract yang memaksa pemerintah Indonesia untuk menghormati perjanjian hingga waktu tertentu (Ahmad Redi, 2016). Indonesia menguasai 51% saham PT FI setelah 51 tahun menjadi penonton. Azzarqa dan Abidin, (2017) menyebutkan sebelum lahirnya UU No.4 Tahun 2009 penanaman modal asing  lebih menguntungkan pihak investor.

 

Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan agar tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah. Hilirisasi di sektor mineral dan batubara (minerba) adalah kunci pengoptimalan dari produk-produk pertambangan minerba. Hilirisasi akan menjadi andalan kedepan untuk berkontribusi pada penerimaan negara, selain dari pajak.

Lebih jauh kesempatan kerja akan terbuka lebar, meningkatkan nilai tambah ekspor, bahkan penanaman modal asing dalam negeri.

Hantu IMF

Indonesia sedang dalam tekanan International Monetary Fund (IMF) yang meminta agar Indonesia mempertimbangakn larangan ekport bahan mentah nikel untuk menghindari tindakan balas dendam negara eropa. Saran IMF belum tentu berujung positif.

Kita tidak dapat melupakan IMF memperingatkan Presiden Soeharto untuk tidak menggunakan sistem dewan mata uang (currency board system – CBS) yang mematok Rp 5.500 per dolar AS untuk menstabilkan nilai tukar rupiah meskipun nilai tukar membaik, dari Rp 13.673 pada Januari menjadi Rp 8.800 pada pertengahan Februari 1998, dan kemudian turun lagi. Soeharto harus mengalah dan menerima kembali skenerio IMF yang ditandatangani bulan Jaruari 1998 dan berakhir dengan kejatuhan rezim Soeharto.

Furceri, (2023) menyebut balas dendam dapat meliputi banyak sektor bahkan pembalasan dendam tersebut melebihi norma yang normal, apalagi menyangkut kepentingan negara-negara besar. Peneliti ini melanjutkan pembalasan akan lebih besar dari tingkat pengangguran yang ditakutkan banyak negara tak jarang mitra dagang mentargetkan sektor keunggulan domestik yang komperatif.

Sudahi Perang Kata

Kita perlu mengingat pernyataan mantan Menlu RI Mochtar Kusumaatmadja bahwa Indonesia telah dirugikan oleh perjanjian batas maritim 1972 dalam penyelesaian sengketa Celah Timor di bawah mekanisme United Nations Convention on The Law of the Sea (UNCLOS).

Mahkamah Internasional membuat kita keok dalam klaim Pulau Sipadan dan Ligitan. Begitu juga dalam kasus mobil Timor. WTO memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar prinsip-prinsip GATT yaitu National Treatment dan memberikan penilaian bahwa kebijakan mobil nasional tidak sesuai dengan perdagangan bebas yang diusung WTO

Agar konflik yang disebabkan kebijakan pelarangan ekspor nikel terselesaikan, dialog dan negosiasi haruslah menjadi prioritas dari pada berkepanjangan dengan perang kata. Tentu saja dengan mengandalkan negosiator yang kompeten. Cita-cita menjadi negara dengan PDB tinggi tahun 2045 sebaiknya dengan strategi maraton bukan lari cepat. Strategi ini juga termasuk bela negara.

BERITA TERKAIT

Langkah Tegas Berantas Judi Daring Berhasil Tekan Jumlah Deposit

    Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Analis Ekonomi Makro   Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring yang…

Pemerintah Dorong Percepatan Pembahasan RUU Perampasan Aset

  Oleh : Andhika Utama, Pengamat Sosial Politik     Langkah konkret pemerintah dan parlemen dalam mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang…

Ekonomi RI Tetap Tangguh di Tengah Tren Pelemahan Ekonomi Global

  Oleh: Dewi Widyaningrum, Pemerhati Kebijakan Publik      Dalam lanskap perekonomian global yang kian tidak menentu, Indonesia menunjukkan ketangguhan…

BERITA LAINNYA DI Opini

Langkah Tegas Berantas Judi Daring Berhasil Tekan Jumlah Deposit

    Oleh: Aldo Setiawan Fikri, Analis Ekonomi Makro   Pemerintah terus menunjukkan keseriusannya dalam memerangi praktik judi daring yang…

Pemerintah Dorong Percepatan Pembahasan RUU Perampasan Aset

  Oleh : Andhika Utama, Pengamat Sosial Politik     Langkah konkret pemerintah dan parlemen dalam mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang…

Ekonomi RI Tetap Tangguh di Tengah Tren Pelemahan Ekonomi Global

  Oleh: Dewi Widyaningrum, Pemerhati Kebijakan Publik      Dalam lanskap perekonomian global yang kian tidak menentu, Indonesia menunjukkan ketangguhan…