Mari Elka Akui China Curang Dalam Perdagangan - Pengusaha Nilai Persaingan Dengan Cina Tak Bisa Tertolong

NERACA

Jakarta – Kalangan dunia usaha dan pengamat ekonomi menilai pernyataan Menteri Perdagangan yang mengakui adanya kecurangan China dalam perdagangan dengan Indonesia sudah sangat terlambat dan tak ada artinya lagi.

“Sudah terlambat. Kok, pemerintah baru sadar sekarang,” tegas Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Ahmad Wijaya saat dihubungi Neraca, Senin (11/4).

Menurut Wijaya, sudah tidak ada lagi solusi yang bisa mengatasi keterpurukan produk lokal yang disebabkan merebaknya produk China. Pasalnya, perjanjian perdagangan bebas sudah diterapkan dan tidak bisa dibatalkan lagi.

Wijaya menyebut, pemerintah sekarang lebih melihat kepada praktik politik, bukan praktik ekonomi. “Yang ada hanya wacana saja, tanpa ada realisasi,” ucapnya.

Dia menegaskan, hal itu karena pemerintah tidak melihat mikro ekonomi dan hanya mengutamakan makro ekonomi, sehingga yang dilihat hanya peredaran uang keluar masuk akibat perdagangan bebas. “Makro ekonomi itukan menjual negara, sedangkan mikro itu yang mensejahterakan rakyat,” tandasnya.

Saat ini, imbuh Wijaya, kalangan pengusaha condong menjalankan ekonominya secara sendiri-sendiri dengan mengimpor lebih banyak daripada memproduksi sendiri. “Pengusaha sangat kecewa dengan kabinet Indonesia Jilid II ini. Terlambat sudah pemerintah sadar, nanti semuanya jadi PT Trading Indonesia Raya,” selorohnya.

Selain itu, terkait klaim pemerintah tentang pertumbuhan ekonomi 6,1%, Wijaya mengatakan itu merupakan pertumbuhan konsumtif, bukan pertumbuhan produktif. “Ini justru berbahaya,” ucapnya.

Sementara itu, pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menegaskan, perdagangan Indonesia tidak bisa ada pertolongan lagi. “Apa pentingnya pengakuan Mari Elka itu. Yang pertama kali menjerumuskan terpuruknya perdagangan di Indonesia pemerintah sendiri. Selamat menjadi kuli di negeri sendiri,” ucapnya.

Dia mengatakan, kebijakan pemerintah terkait perdagangan bebas tersebut sudah dikritik dan diprotes habis-habisan dalam rapat dengan DPR  RI. Tapi, lima menteri, diantaranya Mari Elka sendiri, Menteri Perindutrian Mochammad  Sulaeman Hidayat dan Menteri Keuangan yang kala itu masih dijabat Sri Mulyani  ngotot untuk menyetujui perdagangan bebas tersebut. “Yang nyesekin dada dan  nyebelin banget, mereka baru mengakuinya sekarang. Dua minggu ini baru pada ngomongin dampak perdagangan bebas. Dari dulu kemana aja. Katanya jangka pendek memang merugikan, tapi jangka panjangnya akan menguntungkan. Dari logikanya saja sudah nggak bener,” ketusnya.

Menurut dia, satu-satunya cara menyelamatkan perekonomian adalah dengan revolusi, minimal revolusi pemikiran dan sikap. “Kalau pemimpinnya masih terus memilih jadi penjilat dan mengabdi pada globalisasi, selamat semoga bangsa ini menjadi bangsa penjilat,” tandasnya

Sebelumnya, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengakui, daya saing produk Indonesia kian tergerus China, yang juga berdagang secara tidak fair. Kendati begitu, Pemerintah akan tetap komitmen terhadap perdagangan bebas ASEAN-China Free Trade Agremeent (ACFTA).

Mari mengatakan, berdasar temuan tim independen Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) dan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) terungkap bahwa terdapat perdagangan yang timpang sebagai imbas dari penerapan kebijakan ACFTA. Namun, kata Mari, pemerintah telah menanggulangi ketidakseimbangan tersebut melalui penerapan beberapa kebijakan.

“Temuannya menunjukkan bahwa ada perdagangan yang tidak fair makanya itu kita kenakan bea masuk tambahan, itu namanya bea masuk antidumping, ada juga namanya bea masuk safeguard, namanya bea masuk penyelamatan,” jelasnya di Jakarta, Senin (11/4).

Meskipun daya saing anjlok, tetapi Mendag menyatakan komitmen kebijakan ACFTA akan tetap dijalankan. Alasannya, kebijakan tersebut juga mempunyai keuntungan seperti meningkatnya investasi China di Indonesia.

"Iya masih komit, kita mengatasi masalah daya saing di dalam negeri, untuk mengatasi berbagai hal, ada yang infrastruktur ada masalah bahan baku. Semua itu harus kita atasi dan pada saat sama kita sudah punya kesepakatan bilateral dengan China untuk menjaga supaya hubungan kita itu win-win," tegasnya.

Hal senada juga disampaikan Menko Perekonomian Hatta Rajasa, yang mengatakan pemerintah akan tetap menjalankan kesepakatan yang telah ada dengan China.

 "Yang paling penting buat kita itu bagaimana agar balance dan tidak merugikan kita. Itu PR (pekerjaan rumah) kita, kita kerjakan, meningkatkan capacity building dan meningkatkan daya saing. Tapi juga China kita minta menjaga balance of trade-nya. ASEAN iya, kita harus komit dengan ASEAN. Ini dalam kerangka ASEAN, bukan bilateral. Tapi kita juga tidak ingin industri kita mengalami gangguan, apalagi sampai mengalami kebangkrutan atau apapun sesuai laporan perindustrian," ujarnya.

Sebagai informasi, sebanyak tujuh jenis produk industri yakni besi dan baja, tekstil dan produk tekstil (TPT), kosmetika, mainan anak, alas kaki, lampu, dan loudspeaker diusulkan untuk dievaluasi penerapannya pasca implementasi perjanjian perdagangan bebas ACFTA.

Sementara itu, Dirjen Basis Industri Manufaktur (BIM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Panggah Susanto mengatakan, dari tujuh produk tersebut, terdapat lima jenis produk utama yang mengalami lonjakan impor yang signifikan. Kelima produk itu adalah besi dan baja, TPT, mainan anak, kosmetika, dan alas kaki.

Berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), selama Februari 2011 perdagangan Indonesia dengan China juga mencatat defisit US$ 324,5 juta. Defisit neraca perdagangan nonmigas dengan China pada periode Januari-Oktober 2010 mencapai US$ 5,3 miliar. Angka itu mengalami peningkatan sebesar US$ 1,4 miliar dibandingkan periode yang sama tahun 2009 senilai US$ 3,9 miliar.

Kopi Dihajar China

Di tempat terpisah, Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut, Andryanus Simarmata mengungkap, volume ekspor kopi Indonesia dikhawatirkan terancam turun karena China semakin memperluas pembukaan lahan kopi arabikanya dengan produktivitas produksinya yang juga cukup tinggi, di atas produksi petani nasional.

“Berdasarkan peninjauan dan data di negara itu, kawasan kopi di China antara lain di Provinsi Yunnan sudah emncapai puluhan ribu hektare dimana pengembangannya mendapat dukungan penuh dari pemerintah negara itu mulai dari pendanaan bibit, penyedian lahan hingga infrastruktur jalan ke kebun,” terang Dia.

Pemerintah China mengaku berupaya mengembangkan areal kopi karena melihat volume impor kopi negaranya terus meningkat sejalan dengan tren minum kopi yang terus berkembang di warganya.

Impor kopi yang meningkat dinilai merugikan karena devisa negara itu tergerus ke negara produsen termasuk Indonesia.

Peningkatan areal dan produksi kopi China itu sudah harus diantisipasi pemerintah dan pengusaha termasuk Asosiaisi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) karena semakin banyaknya produksi, maka permintaan dari negara tirai bambu tersebut semakin berkurang.

Antisipasi itu semakin dinilai perlu karena sebaliknya produksi dan mutu kopi nasional justru tren menurun akibat tanaman berumur tua dan penanaman dan pemanenan belum dilakukan petani secara baik dan benar.

“Tidak tertutup kemungkinan China bisa pula menggeser posisi Indonesia sebagai pengekspor dan itu tentunya menyakitkan,” ujar Andryanus.

Pemerintah China terus mengembangkan kopi itu antara lain belajar ke India yang memang memiliki lembaga riset dan pengembangan kopi.

Meski hasil pengolahan kopi China itu dirasakan belum sebaik yang dihasilkan Indonesia menyusul masih belum terlalu berpengalamannya negara itu dalam bisnis kopi, tetapi keinginan kuat negara itu untuk mengembangkan tanaman kopi tersebut sudah seharusnya mendapat perhatian serius bagi semua pemangku kepentingan di Indonesia. Apalagi Vietnam juga termasuk negara yang berhasil meningkatkan produksi kopinya.

India sendiri juga sangat berkeinginan mengembangkan kopinya, tetapi terkendala kesulitan lahan.

“Peremajaan tanaman kopi petani sudah harus dilakukan mengingat sekitar 60% dari areal komoditas itu yang seluas 1,3 juta hektare merupakan tanaman tua,” paparnya.

BERITA TERKAIT

PHE ONWJ Tuntaskan Proyek Pembangunan dan Peremajaan Jalur Pipa Bawah Laut

NERACA Jakarta - Di kedalaman laut yang tenang, jauh dari sorotan mata publik, sebuah proyek besar baru saja selesai dikerjakan.…

BPS: Januari " Juli 205 Produksi Beras Capai 21,76 Juta Ton

NERACA Jakarta – Produksi beras nasional mengalami lonjakan signifikan sepanjang Januari hingga Juli 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi…

Pengembangan Industri Mamin Terus Peningkatan

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen penuh untuk terus meningkatkan pengembangan industri makanan dan minuman (mamin) agar semakin inovatif…

BERITA LAINNYA DI Industri

PHE ONWJ Tuntaskan Proyek Pembangunan dan Peremajaan Jalur Pipa Bawah Laut

NERACA Jakarta - Di kedalaman laut yang tenang, jauh dari sorotan mata publik, sebuah proyek besar baru saja selesai dikerjakan.…

BPS: Januari " Juli 205 Produksi Beras Capai 21,76 Juta Ton

NERACA Jakarta – Produksi beras nasional mengalami lonjakan signifikan sepanjang Januari hingga Juli 2025. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat produksi…

Pengembangan Industri Mamin Terus Peningkatan

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen penuh untuk terus meningkatkan pengembangan industri makanan dan minuman (mamin) agar semakin inovatif…

Berita Terpopuler