Mahfud MD Duga Bawahan Sri Mulyani Tutupi Data Transaksi Rp349 T

NERACA

Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menduga Menteri Keuangan Sri Mulyani tidak mendapatkan data valid mengenai transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di Kementerian Keuangan akibat ditutupnya akses data oleh bawahan Menkeu.

"Dari keterangan Ibu Sri Mulyani tadi saya ingin jelaskan fakta bahwa ada kekeliruan pemahaman dan penjelasan karena ditutupnya akses yang sebenarnya dari bawah sehingga apa yang beliau jelaskan tadi adalah data yang diterima tanggal 14 ketika bertemu dengan Pak Ivan," kata Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/3).

Ia menjelaskan dalam sebuah pertemuan bersama Kemenkeu dan PPATK saat ditanyakan soal uang Rp189 triliun, Sri Mulyani mengaku tidak mengetahui adanya data tersebut.

"Ketika ditanya oleh Ibu Sri Mulyani ini apa kok ada uang Rp189 triliun. Itu pejabat tingginya yang eselon 1, 'oh tidak ada ibu, tidak pernah ada'. Pak Ivan bilang ada, baru dia 'oh iya nanti dicari katanya itu," ungkap Mahfud.

Hal ini kemudian dijelaskan sebagai dugaan pencucian uang yang dilakukan di Direktorat Bea Cukai dengan 15 entitas. Kendati demikian, laporannya diubah menjadi pajak, sehingga ketika diteliti ada banyak ditemukan harta yang harus dibayar pajaknya.

"Padahal ini cukai laporannya apa itu emas. Impor emas datang yang mahal-mahal itu tapi dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah, diperiksa PPATK diselidiki di mana kamu, kan emas sudah jadi kok bilang emas mentah? Ini emas mentah tapi dicetak di Surabaya," ujar Mahfud.

Setelah dicari ke Surabaya, kata Mahfud, tidak ada hubungannya dengan uang yang diperiksa PPATK. Menurut dia, PPATK telah "mengendus" dugaan pencucian uang itu sejak 2017 dan langsung dilaporkan ke Kemenkeu melalui Dirjen Bea Cukai dan Irjen Kemenkeu.

"Dua tahun tidak muncul, 2020 dikirim lagi tidak sampai ke Ibu Sri Mulyani, sehingga bertanya ketika kami kasih itu dan dijelaskan yang salah," ujar Mahfud.

Di sisi lain, ia menyebutkan jumlah entitas yang terlibat dari Kemenkeu sekitar 491 orang. Ia menegaskan bahwa jangan melibatkan Rafael Alun dengan kasus ini karena terlibat dalam kasus yang berbeda.

"Yang kasus Rp189 triliun itu untuk 15 entitas tapi hanya dikeluarkan 1 entitas," kata dia.

Sebelumnya, Sri Mulyani mengungkapkan mayoritas dana dari transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun yang terindikasi sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU) tidak terkait dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

"Jadi yang benar-benar nanti berhubungan dengan pegawai Kementerian Keuangan itu Rp3,3 triliun ini tahun 2009 hingga 2023, 15 tahun seluruh transaksi debit kredit dari seluruh pegawai yang di inquiry tadi," kata Menkeu dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (27/3).

Menkeu Sri Mulyani menuturkan nilai transaksi Rp3,3 triliun tersebut merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 2009-2023 yang telah ditindaklanjuti.

Bahkan dalam dana Rp3,3 triliun itu, juga terdapat surat berkaitan dengan clearance pegawai yang digunakan dalam rangka mutasi promosi atau fit and proper test.

"Jadi ya tidak ada dalam hubungannya dalam rangka untuk pidana, korupsi atau apa, tapi kalau kita untuk mengecek tadi profiling risk dari pegawai kita. Jadi banyak juga beberapa yang sifatnya adalah dalam rangka kita melakukan tes dari integritas dari staf kita," tuturnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD meminta tidak ada yang menghalangi penyidikan maupun penegakan hukum, terutama terkait dengan dugaan transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun di Kementerian Keuangan.

"Saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga. Saudara bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan, penegakan hukum," ujar Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU di Gedung Nusantara II, Rabu (29/3).

Mahfud mengungkapkan bahwa kasus serupa pernah terjadi. Pada saat itu pengacara Setya Novanto, Fredrich Yunandi, berusaha menghalangi penegakan hukum. Makhamah Agung (MA) lantas memperberat hukuman Fredrich menjadi 7,5 tahun dari 7 tahun. Ant

 

BERITA TERKAIT

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Hadi: Satgas Pemberantasan Judi Online Tak Sebatas Penegakan Hukum

NERACA Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Hadi Tjahjanto menyebut kerja satuan tugas (satgas)…

Kompolnas Ungkap Progres Baru Penanganan Kasus Firli Bahuri

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Yusuf Warsyim mengungkap akan ada progres/kemajuan baru dalam penanganan perkara/kasus dugaan pemerasan oleh…

Kejaksaan Agung Lembaga Penegakan Hukum Paling Dipercaya

NERACA Jakarta - Hasil jajak pendapat terbaru Indikator Politik Indonesia April 2024, kembali menempatkan Kejaksaan Agung sebagai lembaga hukum paling…