Memahami Cara Pengkreditan SKPKB sebagai Pajak Masukan

 

Oleh: Titin Sri Sunarsih, Penyuluh Pajak Muda di KPP Perusahaan Masuk Bursa *)

 

Asas pemungutan dan pembayaran pajak di Indonesia adalah self-assessment. Mekanisme tersebut mendudukkan peran wajib pajak (WP) maupun Pengusaha Kena Pajak (PKP) untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perhitungan WP sendiri. Namun demikian, dalam rangka menguji kepatuhan WP, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) diberi kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan pemeriksaan.

Ketika dilakukan pemeriksaan terhadap WP dan diketahui masih terdapat jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar, maka DJP akan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sebagai sarana untuk menagih kekurangan pajak hasil pemeriksaan tersebut.

Atas SKPKB yang diterbitkan berdasarkan pemeriksaan tersebut, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh WP. Pertama, jika WP menyetujui jumlah pajak yang ditagih maka harus melakukan pembayaran paling lambat satu bulan sejak tanggal terbit SKPKB. Kedua, apabila  WP tidak menyetujui jumlah pajak kurang bayar yang ditagih maka atas SKPKB dapat diajukan upaya hukum yaitu berupa permohonan keberatan, permohonan pengurangan sanksi administrasi, permohonan pembatalan surat ketetapan pajak (skp), mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak, hingga upaya hukum terakhir, yaitu permohonan peninjauan kembali kepada  Mahkamah Agung  RI.

Terdapat ketentuan yang baru berlaku saat diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.03/2021 tentang pelaksanaan  Undang undang nomor 11 Tahun 2020 tentang  Cipta Kerja Di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, Serta Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Ketentuan tersebut diatur dan disebutkan pada  Pasal 68 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.03/2021 (PMK-18/2021), yaitu  Pajak Masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean, yang ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak, dapat dikreditkan oleh PKP.

Faktur pajak masukan adalah jumlah pajak pertambahan nilai (PPN) yang dikenakan atas perolehan Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha PKP dan  dapat diperhitungkan dengan Faktur Pajak Keluaran yang diterbitkan PKP menggunakan sarana pelaporan pada SPT Masa PPN.

Untuk dapat melakukan pengkreditan pajak masukan sebagaimana dimaksud pasal 68 PMK-18/2021, terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh PKP. Pertama, SKPKB diterbitkan semata mata hanya untuk menagih pajak masukan atas  perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. Kedua, jumlah pajak yang kurang bayar pada SKPKB seluruhnya disetujui oleh PKP.  

Ketiga, atas pajak yang kurang bayar pada SKPKB telah dibayar lunas mengunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dibuktikan dengan adanya Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) yang tercantum dalam Bukti Penerimaan Negara (BPN) ataupun sarana administrasi lain yang disamakan dengan SSP.  Keempat, PKP tidak mengajukan upaya hukum atas SKPKB baik berupa permohonan keberatan, permohonan pengurangan sanksi, permohonan pembatalan skp, permohonan banding maupun permohonan peninjauan kembali.

Setelah memenuhi empat persyaratan tersebut, maka SKPKB yang telah dibayar tersebut berkedudukan sebagai dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak. Selanjutnya, atas pajak masukannya dapat dilakukan pengkreditkan pada SPT Masa PPN.

Mekanisme Pengkreditan 

Penerbitan SKPKB merupakan hasil pemeriksaan pajak dimana pemeriksaan pajak merupakan pemeriksaan  pos audit yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk waktu atau periode tahun pajak/bagian tahun pajak/masa pajak yang telah lampau, sebagai contoh dilakukan pemeriksaan untuk masa pajak Desember 2021 dan diterbitkan SKPKB pada tanggal 10 Januari 2023 kemudian PKP melakukan pembayaran pada tanggal 1 Februari 2023, mungkin pertanyaan yang timbul kemudian adalah kapan dapat dilakukannya pengkreditan Faktur Pajak masukan tersebut apakah di Masa Desember 2020 sesuai Masa Pajak yang diperiksa, atau Masa Januari 2023 sesuai masa terbitnya SKPKB atau masa Februari 2023 sesuai masa dilakukannya pembayaran.

Sesuai dengan kedudukan SKPKB yang telah dibayar yang merupakan dokumen yang dipersamakan dengan Faktur Pajak maka pengkreditan Pajak Masukan dilakukan  pada masa yang sama dengan masa pembayaran atau dari contoh tadi berarti di masa Februari 2023. Namun, jika pada masa Februari 2023 belum dilakukan pengkreditan Pajak Masukan tersebut masih dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) Masa Pajak setelah berakhirnya Masa Pajak saat pembayaran  sepanjang belum dibebankan sebagai biaya, atau sebagai gambaran sesuai contoh tadi faktur pajak masukan dapat dikreditkan di masa Maret 2023 atau April 2023 atau masa Mei 2023.

Terdapat hal yang penting dan harus menjadi perhatian PKP saat mengkreditkan Pajak Masukan, yaitu Pajak Masukan yang dikreditkan hanya sebesar pokok pajak pada SKPKB tidak termasuk sanksi administrasi. Sebagai contoh, SKPKB diterbitkan sebesar Rp16,5 juta dengan rincian pokok pajak Rp15 juta ditambah sanksi administrasi sebesar Rp1,5 juta.  Maka, pada BPN harus tercantum pembayaran sebesar Rp16,5 juta, namun yang dikreditkan pada SPT Masa PPN hanya pokok pajaknya saja, yaitu sebesar Rp15 juta.

Langkah selanjutnya, pelaporan pajak masukan tersebut pada aplikasi efaktur agar mendapat approval dari DJP, Perekaman dilakukan dengan menggunakan aplikasi e-Faktur pada menu Dokumen Lain – Pajak Masukan, pengisian keterangan dalam SPT Masa PPN pada aplikasi e-Faktur dilakukan sebagai berikut jenis transaksi menggunakan pilihan “2-Perolehan BKP/JKP dari dalam negeri; kolom NPWP diisi 00.000.000.0-000.000; kolom nama lawan transaksi diisi dengan nomor ketetapan pajak; kolom nomor dokumen diisi dengan 16 (enam belas) digit NTPN; kolom tanggal diisi dengan tanggal pembayaran; kolom Dasar Pengenaan Pajak (DPP) diisi dengan nilai pokok PPN yang kurang dibayar yang tercantum dalam ketetapan pajak dikalikan dengan 100/10 untuk SKPKB atas Masa Pajak sebelum April 2022 atau dikalikan dengan 100/11 untuk SKPKB atas Masa Pajak mulai April 2022; serta kolom PPN diisi dengan nilai pokok PPN yang kurang dibayar yang tercantum dalam ketetapan pajak.

 Walaupun terdapat kemudahan dengan dapat dikreditkannya pajak masukan yang ditagih dengan SKPKB  sebaiknya sesuai dengan azas perpajakan yaitu self assessment maka Wajib Pajak diharapkan melakukan kewajiban perpajakannya dengan benar lengkap dan tepat waktu sehingga saat dilakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan perpajakan diketahui pajak yang dibayarkan oleh Wajib Pajak telah benar, sesuai dengan ketentuan dan tentunya tidak diterbitkan SKPKB.

Melaporkan pajak dengan benar dan tepat waktu merupakan peran serta yang sangat berarti bagi pembangunan dan kelangsungan NKRI tercinta ini. Mari kita bersinergi mewujudkan Indonesia yang lebih maju dan berkeadilan. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi.

BERITA TERKAIT

Refleksi Hari Buruh

    Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina   Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…

Prabowo Hadiri May Day, Bukti Keseriusan Pemerintah Jamin Hak Pekerja

    Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik    Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…

Danantara Pilar Baru Pengelolaan Aset Negara yang Strategis

     Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik   Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…

BERITA LAINNYA DI Opini

Refleksi Hari Buruh

    Oleh: Didik J Rachbini Ph.D., Ekonom Indef, Rektor Universitas Paramadina   Kehidupan, perbuatan, kegiatan manusia pada dasarnya berpegang…

Prabowo Hadiri May Day, Bukti Keseriusan Pemerintah Jamin Hak Pekerja

    Oleh : Astrid Widia, Pemerhati Sosial Politik    Presiden Prabowo Subianto menunjukkan bagaimana komitmen kuat terhadap perlindungan bagi…

Danantara Pilar Baru Pengelolaan Aset Negara yang Strategis

     Oleh: Ratna Sari Dewi, Pengamat Kebijakan Publik   Indonesia memasuki babak baru dalam pengelolaan kekayaan negara dengan diluncurkannya…

Berita Terpopuler