Kejar Target Tax Ratio Lebih Tinggi!

Meski disadari bahwa rasio pajak bukan satu-satunya indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja pajak, pada kenyataannya hingga kini rasio pajak  menjadi ukuran yang masih dianggap memberi gambaran komprehensif atas kondisi perpajakan di negeri ini. Tax ratio merupakan sebuah  acuan yang mudah untuk menilai kapasitas sistem perpajakan di suatu negara, atau indikator paling ampuh untuk mengukur keberhasilan penerimaan pajak.

Tax ratio adalah perbandingan antara penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio ini menyatakan jumlah pajak yang dikumpulkan pada suatu periode berbanding dengan PDB pada periode yang sama.

Data tax ratio berdasarkan Heritage Foundation di di Washington DC, AS, jauh lebih besar dari capaian tax ratio Indonesia. Tax ratio  Denmark mencapai 49%, Finlandia 43,6%, Selandia Baru 34.5%, Swedia 45.8%, Australia 30,8%, Norwegia 43.6%, Kanada 32.2%, Belanda 39,8%, Jerman 40.6%, Portugal 37%, Belgia 46,8%, Austria 43,4%, Perancis 44,6%, Inggris 39% dan Amerika Serikat 26,9%.

Begitu juga kinerja tax ratio di beberapa negara Asia juga masih jauh di atas Indonesia, seperti Jepang 28,3%, Malaysia 15,5%, Thailand 17%, Filipina 14,4%, Vietnam 13,8%. Indonesia sedikit di atas Kamboja 8% dan Birma yang hanya  4,9%.

Tax Ratio mereka tinggi, karena di AS memiliki IRS (Internal Revenue Service), Jepang memiliki Kokuzei-chō atau NTA (National Tax Agency), Australia memiliki ATO (Australian Taxation Office). Tiga lembaga tersebut mencatat sejarah panjang dan menjadi kiblat banyak otoritas pajak negara-negara lain, karena dinilai kinerjanya patut menjadi benchmark bagi otoritas-otoritas pajak di negara berkembang termasuk Indonesia.

Nah, jika kinerja otoritas pajak suatu negara tidak dapat dijadikan patokan tinggi atau rendahnya tax ratio negara tersebut, lalu apa tolok ukurnya? Coba lihat hasil riset Transparency International yang berbasis di Berlin, Jerman itu bekerjasama dengan Ernst & Young, Canadian Agency for International Development, the Danish Ministry of Foreign Affairs (Danida), the Ministry of Foreign Affairs of Finland, Irish Aid, the Ministry of Foreign Affairs of the Netherlands, the Swiss Agency for Development and Cooperation, dan the UK Department for International Development, terungkap data Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tahun 2021 dari 176 negara di dunia, yang diukur dari skala 1-100. Semakin besar nilai IPK suatu negara atau semakin mendekati skor 100 maka semakin bersih, transparan dan bertanggungjawab pemerintahan negara tersebut dalam menyelenggarakan pemerintahan, termasuk dalam mendayagunakan uang pajak untuk pembangunan bangsa dan kemaslahatan masyarakatnya dengan sebaik-baiknya.

Data Transparency International juga mengungkapkan dari 176 negara yang disurvei, Indonesia hanya menduduki peringkat ke-118 negara bebas korupsi sedunia dengan IPK hanya sebesar 32 dari skala 1 hingga 100. Artinya, Pemerintah Indonesia secara umum belum bersih dalam menyelenggarakan pemerintahan dan tentunya termasuk di dalamnya belum mendayagunakan uang pajak untuk pembangunan bangsa dan kemaslahatan rakyat secara optimal. Ini tentu menurunkan kepercayaan publik kepada pemerintahan yang berimbas pada rendahnya kepatuhan membayar pajak dan kecilnya rasio pajak saat ini. Ini tantangan pemerintah Indonesia untuk meningkatkan rasio pajak di dalam negeri.

Coba kita lihat realisasi penerimaan pajak pada akhir Desember 2022 tembus Rp 1.716,8 triliun, atau melesat 115,6% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 1.485 triliun. Selain itu, besaran ini juga meningkat sekitar 34,3% dari tahun sebelumnya.

Jelas, dari tiap pos pajak pun mengalami peningkatan. Di antaranya, PPh Non Migas, PPN PPnBM, dan PPh Migas. Rinciannya, PPh Non Migas menyumbang Rp 920,4 triliun atau 122,9% target, tumbuh 43% dari tahun lalu. Lalu, PPh Migas tercatat Rp 77,8 triliun atau 120,4% dari target dan tumbuh 47,3%. PPN dan PPnBM menyetor Rp 687,6 triliun atau 107,6% dari target dan tumbuh 24,6%.

Ini menggambarkan korporasi mulai bangkit pasca pandemi Covid-19 dan bahkan menyumbangkan penerimaan pajak yang luar biasa. Tahun lalu sudah tumbuh 25,5%, kemudian melesat tumbuh 71,72% pada 2022. Namun pemerintah jangan terlena dengan kenaikan penerimaan pajak tersebut, karena besaran rasio pajak Indonesia masih terendah di kawasan ASEAN. Tantangan tidak mudah.

BERITA TERKAIT

Satgas Anti Premanisme

    Premanisme bukan hanya sekadar tindakan kriminal jalanan, melainkan ancaman serius terhadap tatanan hukum, ketertiban umum, serta iklim ekonomi dan…

Berantas Judi Daring!

  Pemerintah Indonesia menuai pujian luas atas langkah tegas dan konsisten dalam memberantas judi daring yang semakin meresahkan masyarakat. Kolaborasi…

Diplomasi PUIC

Indonesia kembali membuktikan posisinya sebagai aktor penting dalam kancah diplomasi global dengan sukses menjadi tuan rumah Sidang Parliamentary Union of…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Berantas Judi Daring!

  Pemerintah Indonesia menuai pujian luas atas langkah tegas dan konsisten dalam memberantas judi daring yang semakin meresahkan masyarakat. Kolaborasi…

Diplomasi PUIC

Indonesia kembali membuktikan posisinya sebagai aktor penting dalam kancah diplomasi global dengan sukses menjadi tuan rumah Sidang Parliamentary Union of…

Diversifikasi Pasokan Energi

  Kebijakan proteksionis  Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump, dengan penerapan tarif impor yang tinggi, menjadi tantangan tersendiri bagi…