Data Produksi Beras Surplus, DPR Pertanyakan Kenapa Masih Impor?

NERACA

Jakarta - Polemik beras di penghunjung tahun belum usai. Setelah izin impor beras keluar sebanyak 500 ribu ton. Kini giliran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mempertanyakan data beras. Pasalnya dari data yang ada menunjukan produksi beras dalam negeri surplus tapi kenapa ada impor.

Hal itu tegas dipertanyakan oleh Ketua Komisi IV DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Sudin. Karena berdasarkan data yang dia himpun pada 2015 beras nasional mengalami surplus sebanyak 14,64 juta ton. Angka tersebut kemudian meningkat di 2016 yakni 17,41 juta ton. Adapun pada 2015 dan 2016 pemerintah melakukan impor beras masing-masing sebanyak 861.601 ton dan 1.283.178 ton.

Di 2017, beras tercatat surplus sebanyak 18,17 juta ton dan turun menjadi 4,37 juta ton pada 2018. Di 2017, pemerintah mengimpor 305.274 ton beras dan sebanyak 2.253.824 ton pada 2018. Surplus terus berlanjut di tahun berikutnya. Di 2019, stok beras nasional tercatat mengalami surplus sebanyak 2,38 juta ton dan di 2020 sebanyak 2,13 juta ton. Trens surplus terus berlanjut di tahun berikutnya. Di 2019, stok beras nasional tercatat mengalami surplus sebanyak 2,38 juta ton dan di 2020 sebanyak 2,13 juta ton.

Memasuki tahun 2021 dan 2022 produksi surplus lagi pada 2021 1,31 juta ton, surplus lagi 2022 1,74 juta ton.  Dan lagi-lagi di 2021 dan 2022, pemerintah melakukan impor beras masing-masing 407.741. “Hampir sepanjang tahun data produksinya selalu surplus. Lalu kenapa harus impor?, tanya Sudin saat rapat kerja bersama Menteri Pertanian, Perum Bulog, Dirut PT RNI dan PT Pupuk Indonesia di Gedung DPR RI, Jakarta Senin (16/1) kemarin.

Selain itu, Sudin juga mengungkapkan kejanggalan data lainnya. Pada 2015, anggaran Kementan sebesar Rp 32,81 triliun dan hasil produksi beras mencapai 75,40 juta ton. Kemudian pada 2016, anggaran Kementan turun menjadi Rp 27,63 triliun. Kemudian pada 2017 pun data menunjukan terjadi surplus beras di Tanah Air sebesar 18,17 juta ton. Karena itu, ia mengaku heran bagaimana bisa ketika anggaran menurun tetapi angka produksinya meningkat.

Lebih lanjut, pada 2020 anggaran Kementan turun menjadi 15,8 triliun atau sekitar 50 persen dari anggaran pada saat 2015. Tetapi, kata dia, produksinya tetap 54,65 juta ton.  “Ini lho, saya sangat miris sekali, 2019, 2020, tidak ada impor beras. Nyatanya masih ada 444.508 ton sama 300.000 ton lebih yang dikeluarkan oleh Kemendag dengan alasan beras khusus. 2021 dan 2022 meski masih ada surplus produksi. Tapi ada impor,” kata Sudin.

Terkait dengan itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo enggan menanggapi lebih lanjut soal data tersebut. ia mengatakan siapa pun yang ingin berkomentar harus menggunakan data yang valid. "Data yang valid itu data BPS. Itu perintah undang-undang. Kalau kau enggak percaya data, mau percaya apa?" ujarnya.

Pada kesempatan berbeda, Wakil Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Rachmat Pambudi mengusulkan agar ada perbaikan data khususnya data milik Badan Pusat Statistik (BPS) untuk menghentikan polemik impor beras. "Kita ingin data menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam proses penghentian polemik impor beras," kata Rachmat.

Menurut Rachmat, perbaikan data ini harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari data produksi sampai dengan data kebutuhan konsumsi. Terlebih, data adalah instrumen penting dalam perumusan kebijakan publik. Menurutnya, data pangan dan pertanian yang ada selama ini masih jauh dari akurat, sehingga menyebabkan kebijakan pangsa dan pertanian yang juga tidak akurat.

"Jadi kalau data ini bisa dilakukan koreksi maka koreksi ini bukan hanya koreksi data mengenai jumlah lahan, jumlah produksi dan jumlah konsumsi, tapi semua data yang ada hubungannya dengan sistem dan usaha agribisnis, dari hulu sampai hilir sampai suporting-nya semua bisa saling mengkoreksi dan saling mengisi," tegasnya.

Seperti diketahui, pemerintah memutuskan melakukan imporberas sebanyak 500 ribu ton. Keputusan ini diambil untuk mengantisipasi kenaikan harga beras, lantaran stok cadangan beras pemerintah (CBP) menipis. Keputusan impor pun diambil setelah dilakukan rapat koordinasi terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pemerintah memilih opsi impor setelah memverifikasi data Kementan yang menunjukan data surplus tak sesuai dengan keadaan di lapangan. agus

BERITA TERKAIT

Prabowo Tekankan Pentingnya Pengelolaan Danantara Secara Transparan

  NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…

KEPALA BPS: STANDAR KEMISKINAN BANK DUNIA - Tidak Sesuai dengan Realitas di Indonesia

  Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…

Kopdes Merah Putih Akomodir Kebutuhan Dasar Masyarakat

NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

Prabowo Tekankan Pentingnya Pengelolaan Danantara Secara Transparan

  NERACA Jakarta – Presiden Prabowo Subianto, mengungkapkan pentingnya pengelolaan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dengan prinsip…

KEPALA BPS: STANDAR KEMISKINAN BANK DUNIA - Tidak Sesuai dengan Realitas di Indonesia

  Jakarta-Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti menilai, standar yang digunakan Bank Dunia pada perhitungan angka kemiskinan itu…

Kopdes Merah Putih Akomodir Kebutuhan Dasar Masyarakat

NERACA Surabaya, Jawa Timur - Menteri Koordinator (Menko Pangan) Zulkifli Hasan (Zulhas) menyatakan koperasi desa (kopdes) merah putih akan mengakomodir…

Berita Terpopuler