Aspek Perpajakan atas Pemekaran Usaha

 

 

Oleh: Debbie Yoshida, MSi., BKP., Dosen FEB Universitas Mercu Buana

 

          Lingkungan bisnis yang dinamis berdampak terhadap pilihan strategi korporasi dalam pengembangan usaha, antara lain melalui penggabungan usaha, baik merger, konsolidasi maupun akuisisi. Disamping penggabungan usaha juga terdapat bentuk pengembangan usaha dengan jalan pemekaran (spin off).

          Penggabungan usaha dapat terjadi karena beberapa pertimbangan yang pada umumnya pertimbangan efisiensi, persaingan usaha dan peningkatan ekuitas seperti yang terjadi pada sektor perbankan, perasuransian. Disektor perbankan yang terjadi pada Bank Danamon dengan pola merger dan pada Bank Mandiri dengan pola konsolidasi. Merger adalah penggabungan dua atau lebih badan usaha melebur menjadi satu badan usaha dengan cara meneruskan salah satu dari perusahaan-perusahaan yang bergabung tersebut, misal PT A, PT B, dan PT C melebur menjadi satu korporasi yaitu PT C, sehingga PT C bertindak sebagai survival company, sedangkan PT A dan PT C secara hukum sudah tidak eksis lagi.

Sedangkan konsolidasi adalah peleburan beberapa perusahaan menjadi satu perusahaan dengan membentuk perusahaan yang baru, perusahaan yang lama eksistensi badan hukumnya tidak ada lagi atau berakhir. Pemekaran usaha merupakan pengembangan dari suatu perusahaan menjadi dua atau beberapa perusahaan baru, yang biasanya unit-unit, devisi atau cabang pada perusahaan lama menjadi badan usaha tersendiri.

          Ada beberapa pertimbangan melakukan pemekaran usaha antara lain segmentasi pasar agar lebih fokus atau karena regulasi dari pemerintah, misalnya pada sektor perbankan, unit syariah yang melekat pada bank konvensional diminta agar berdiri sebagai badan hukum sendiri.

Kepemilikan mayoritasnya tetap pada perusahaan asal sebagai pengendali, sehingga secara hukum merupakan entitas yang terpisah, tetapi secara akuntansi sebagai kesatuan usaha. Dengan demikian laporan keuangannya dikonsolidasikan (digabung) dengan laporan keuangan induk perusahaan. Secara perpajakan tetap merupakan entitas legal terpisah yang laporan pajaknya masing-masing.

          Di tataran global pada umumnya penggabungan usaha terjadi karena pertimbangan persaingan dan penguasaan pasar. Sektor industri keuangan seperti perbankan, asuransi, multifinance penggabungan usaha disebabkan pertimbangan modal yang harus disektor dalam rangka memperkuat struktur permodalan. Pemekaran usaha dapat juga terjadi karena pertimbangan span of control yang sudah terlalu melebar, sehingga perusahaan dipecah menjadi beberapa perusahaan. Sebagai contoh PT ABC berkembang pesat dengan volume usaha sedemikian rupa yang tidak dapat ditangani secara efektif oleh struktur manajemen yang ada. Agar fungsi manajemen tetap berjalan dengan baik dan fokus, maka dipecah menjadi beberapa perusahaan.

          Penggabungan dan pemekaran usaha mencakup tiga aspek penting, yaitu aspek hukum, aspek akuntansi dan aspek perpajakan. Aspek hukum mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku baik Undang-undang Perseroan Terbatas maupun undang-undang lainnya yang terkait dengan sektor usaha, misal UU Perasuransian untuk perusahaan asuransi dan peraturan Otoritas Jasa Keuangan.

          Spin Off pemisahan tidak murni (dikenal juga sebagai pemisahan perusahaan sebagian) merupakan perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan sebagian aset dan utang atau modal perseroan beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih (perseroan yang memisahkan diri). Dilihat dari Pasal 135 ayat 1 dan Ayat 3, Pasal 1 angka 12 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hal ini berarti bahwa perseroan yang melalukan pemisahan tersebut masih tetap ada/eksis, hanya saja aktiva dan pasiva perusahaan lama berkurang karena sebagai diberikan kepada perusahaan yang baru.

          Sebagai contoh, diilustrasikan PT A dengan aset Rp 400.000.000.000 melakukan pemisahan terhadap salah satu bidang usahanya menjadi perusahaan baru dan tersendiri bernama PT B dengan aset Rp 200.000.000.000. Maka, PT A yang menjadi perusahaan induk tetap eksis dengan aset tersisa Rp 200.000.000.000. setelah itu, PT A dan PT B dapat menjalankan perusahaannya dengan melakukan kegiatan usaha secara bersama.

          Sedangkan aspek akuntansi mengacu pada pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) yang terkait. Aspek perpajakan mengacu kepada perundang-undangan pajak, termasuk peraturan turunannya seperti Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Pada tulisan ini penulis hanya fokus pada aspek perpajakan dalam rangka pemekaran usaha.

Aspek Perpajakan

          Terkait dengan pemekaran usaha terdapat beberapa peraturan perpajakan yaitu UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) dan Undang-undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (UU PPN & PPnBM). Untuk PPh terdapat Pasal 10 Ayat 3 menyebutkan bahwa pemekaran usaha menggunakan pengalihan harta berdasarkan harga pasar kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

Makna dari pasal ini bahwa pada dasarnya pajak menggunakan harga pasar, sedangkan pada aturan turunannya yaitu PMK No. 56/PMK.010/2021 Pasal 1 Ayat 2 disebutkan dapat menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka pemekaran setelah mendapatkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak.

Dengan demikian penggunaan nilai buku tidak serta merta berlaku, tetapi harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Direktur Jenderal Pajak. Jika disetujui maka Wajib Pajak baru diperkenankan menggunakan nilai buku, tetapi jika tidak disetujui maka Wajib Pajak harus menggunakan harga pasar. Jika menggunakan harga pasar, maka harta yang dialihkan harus dilakukan penilaian oleh appraisal independen (publik). Harta yang dinilai kembali tentu harta yang harga pasarnya lebih tinggi dari nilai bukunya, seperti aset tetap  tanah, juga persediaan.

Umumnya tanah yang nilainya lebih tinggi dari nilai buku, sedangkan untuk persediaan bisa lebih rendah dari nilai buku. Atas nilai lebih penilaian tersebut merupakan gain yang merupakan objek PPh seperti yang diatur pada Pasal 4 Ayat (1) huruf d butir 3 UU PPh. Sehingga atas keuntungan penilaian kembali akan dikenakan tarif Pasal 17 UU PPh yaitu 22%. Khusus untuk pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan akan dikenakan tarif pajak final sebesar 2,5% dari jumlah nilai pasar dari tanah dan atau bangunan yang dialihkan. Jika menggunakan nilai buku, maka tidak ada isu PPh, karena tidak ada unsur capital gain.

Wajib Pajak (WP) harus mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dan harus memenuhi kriteria spin off yang diperbolehkan menggunakan nilai buku sesuai dengan ketentuan PMK No. 56/PMK.010/2021 ayat (5) :

“Pemisahan usaha Wajib Pajak badan dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham menjadi 2 (dua) Wajib Pajak badan dalam negeri atau lebih dengan cara mendirikan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melakukan likuidasi badan usaha yang lama”

Terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), bahwa penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha, tidak terutang PPN selama memenuhi syarat yang diatur dalam UU PPN.

Undang-Undang PPN No. 42 Tahun 2009 Pasal 1A ayat (2) huruf (d): yang tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) adalah:

(d) Pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambil-alihan usaha dengan syarat pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah pengusaha kena pajak (PKP).

Aturan Nilai Buku  

          Pemekaran usaha secara hukum tunduk pada UU Perseroan Terbatas. Untuk aspek perpajakan atas pengalihan harta kepada badan usaha yang baru menggunakan harga pasar. Aturan turunannya menyebutkan Wajib Pajak dapat menggunakan nilai buku dengan persyaratan tertentu. Pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha bukan merupakan penyerahan barang kena pajak (Non BKP), dengan syarat perusahaan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), sehingga tidak terutang PPN.

BERITA TERKAIT

Indonesia Perkuat Peran Global Lewat Konferensi ke-19 PUIC

  Oleh: Laras Indah Sari, Pemerhati Kebijakan Internasional   Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai kekuatan diplomasi strategis di dunia Islam…

Strategi Peningkatan Daya Beli Upaya Penguatan Ekonomi Nasional

    Oleh : Jodi Mahendra, Pengamat Kebijakan Publik     Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah…

Menyoal Hitung Kerugian Negara Kasus Tom Lembong

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik   Ketika Tom Lembong ditersangkakan merugikan keuangan negara Rp578 miliar melalui…

BERITA LAINNYA DI Opini

Indonesia Perkuat Peran Global Lewat Konferensi ke-19 PUIC

  Oleh: Laras Indah Sari, Pemerhati Kebijakan Internasional   Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai kekuatan diplomasi strategis di dunia Islam…

Strategi Peningkatan Daya Beli Upaya Penguatan Ekonomi Nasional

    Oleh : Jodi Mahendra, Pengamat Kebijakan Publik     Pemerintah terus berupaya menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah…

Menyoal Hitung Kerugian Negara Kasus Tom Lembong

    Oleh: Dr. Wirawan B. Ilyas, Akuntan Forensik   Ketika Tom Lembong ditersangkakan merugikan keuangan negara Rp578 miliar melalui…