Oleh: Mahpud Sujai, Analisis Kebijakan Ahli Madya di BKF Kemenkeu *)
Kondisi perekonomian global saat ini penuh dengan tantangan yang cukup berat. Tekanan terhadap pemulihan ekonomi global pasca krisis pandemi yang mulai mereda kembali meningkat sebagai akibat dari krisis geopolitik karena perang di Ukraina. Tekanan terhadap perekonomian global tersebut terutama disebabkan oleh inflasi yang terus meningkat sebagai akibat dari harga komoditas yang melonjak dan supply disruption yang semakin parah.
Tekanan inflasi tidak hanya dialami negara-negara berkembang, namun juga dialami oleh negara-negara maju. Bahkan tekanan inflasi yang kuat dialami oleh Amerika Serikat, dengan tingkat inflasi mencapai 9,1 persen pada semester pertama tahun ini dan terus meningkat hingga saat ini. Situasi tersebut mendorong Otoritas Moneter The Fed untuk melakukan kenaikan suku bunga yang tajam. Bahkan hingga akhir tahun 2023, kenaikan suku bunga tersebut diperkirakan akan terus berlanjut hingga mencapai 3,75 persen. Kenaikan suku bunga tersebut juga diikuti oleh kontraksi Balance Sheet The Fed yang berpotensi membuat likuiditas global semakin ketat.
Meningkatnya risiko stagflasi global hampir menjadi kenyataan karena prospek pertumbuhan global yang semakin melemah seiring dengan tekanan inflasi yang terus meningkat. Hal ini tercermin dari berbagai proyeksi lembaga internasional seperti IMF, World Bank dan ADB yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi jauh lebih rendah dari proyeksi sebelumnya dengan outlook inflasi yang lebih tinggi.
Inflasi Domestik
Namun inflasi yang terjadi secara global cukup mampu diredam oleh pemerintah secara domestik. APBN memiliki peran penting dalam meredam external shocks sehingga gunjangan yang terjadi di lingkup global dapat diredam sehingga lebih ringan diterima oleh perekonomian domestik. Akibatnya, inflasi Indonesia relatif stabil dibandingkan dengan Negara-negaera lain sehingga dapat menciptakan ruang kebijakan yang memadai bagi Indonesia di tengah volatilitas global.
Dalam lima tahun terakhir, Pemerintah Indonesia berhasil menjaga inflasi pada kisaran angka yang stabil sekitar 3,0 persen year on year. Namun, kenaikan inflasi global membuat inflasi domestik juga sedikit terpengaruh terutama akibat penyesuaian harga BBM yang dilakukan oleh Pemerintah pada awal bulan ini. Inflasi domestik yang meningkat juga dipengaruhi oleh beberapa komponen volatile food dan komponen inti, sedangkan administered prices relatif teredam.
Dalam menghadapi peningkatan risiko inflasi, pemerintah terus memberikan berbagai perlindungan kepada kelompok yang paling rentan. Penerimaan yang kuat, karena harga komoditas yang tinggi, memungkinkan pemerintah untuk menggunakan instrumen anggaran sebagai peredam kejut. Pemerintah akan terus membentengi daya beli masyarakat yang dapat ditantang oleh kenaikan harga komoditas.
Inflasi yang dapat diredam menyebabkan pertumbuhan ekonomi lebih dirasakan dampaknya oleh seluruh lapisan masyarakat. Perekonomian Indonesia telah kembali menggeliat pasca krisis pandemi. Momentum pemulihan tersebut akan diproyeksikan akan berlanjut hingga tahun-tahun kedepan. Pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mampu kembali bounce back ke level pra pandemic dengan tumbuh sebesar sebesar 5,4 persen pada kuartal kedua tahun ini.
Optimisme Ekonomi
Pemulihan ekonomi Indonesia selain ditopang oleh program Pemulihan Ekonomi Nasional, juga didukung oleh ekspansi di sektor produksi dan pengeluaran. Pemulihan ekonomi terjadi secara luas pada sisi pengeluaran dan produksi. Dari sisi pengeluaran, konsumsi membaik dan investasi juga meningkat, ditopang oleh meningkatnya kepercayaan pelaku usaha dan pemulihan ekonomi yang sehat. Selain itu, ekspor juga mencatat pertumbuhan tinggi, sementara ekspansi produksi juga mendorong pertumbuhan impor.
Selain dari sisi pengeluaran dan produksi, aktivitas konsumsi dan investasi juga terus tumbuh seiring meningkatnya confidence di tengah situasi pandemi yang membaik. Mobilitas masyarakat telah kembali ke tingkat pra-pandemi seiring dengan membaiknya situasi pandemi. Pada semester pertama tahun ini, mobilitas masyarakat telah melonjak ke level tertinggi.
Indikator-indikator perekonomian lain juga mengkonfirmasikan bahwa kegiatan ekonomi semakin menguat, seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menguat di level 128,2 dan Indeks Penjualan Ritel (RSI) relative stabil pada 229,1 pada semester pertama tahun ini. Indikator dari sisi produksi juga terus menguat seperti ditunjukkan oleh PMI manufaktur Indonesia yang terus meningkat dan tetap berada di zona ekspansi. Konsumsi listrik untuk sektor industri dan bisnis juga mencatat pertumbuhan yang tinggi dalam beberapa bulan terakhir. Kapasitas produksi untuk manufaktur dan pertambangan terus meningkat, mendekati level pra-pandemi.
Dilihat dari isu sektoral, sektor-sektor utama tetap bertumbuh, sedangkan sektor pariwisata siap untuk rebound. Sektor manufaktur dan perdagangan menunjukkan kelanjutan perbaikan. Pemulihan konsumsi domestik dan peningkatan permintaan ekspor mendorong sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Sektor konstruksi juga tumbuh kuat sejalan dengan meningkatnya aktivitas investasi, terutama proyek-proyek strategis nasional. Laju pemulihan sektor pariwisata semakin kuat berkat pelonggaran pembatasan mobilitas dan kebutuhan perjalanan yang mendorong peningkatan kegiatan pariwisata.
Seiring dengan pemulihan ekonomi, indikator lain terutama ketenagakerjaan terus membaik. Tingkat pengangguran turun menjadi sekitar 5 persen dari sekitar 6 persen pada tahun lalu. Pemulihan ekonomi telah mampu menciptakan sebanyak 4,55 juta lapangan kerja baru. Tiga sektor dengan kontribusi penyerapan tenaga kerja terbesar adalah pertanian (1,86 juta orang), manufaktur (0,85 juta orang), dan perdagangan (0,64 juta orang).
Berdasarkan berbagai indikator perekonomian tersebut, Pemerintah tetap optimis bahwa ekonomi akan tumbuh sebesar 5 hingga 5,4 persen pada tahun ini. Pertumbuhan tersebut akan ditopang oleh membaiknya situasi pandemi, peningkatan konsumsi, dan perluasan kegiatan investasi. Sementara tekanan global menambah risiko penurunan, banyak faktor seperti membaiknya situasi pandemi, permintaan yang tertahan sebagai akibat dari harga komoditas yang lebih tinggi, kinerja ekspor yang kuat, dan peran perbankan, akan mendukung perekonomian untuk paruh kedua tahun ini. tahun. Kebijakan anggaran yang responsif juga akan berkontribusi pada percepatan pemulihan ekonomi.
Sehingga meskipun inflasi global masih sangat tinggi yang diikuti dengan pelemahan pertumbuhan ekonomi, namun perekonomian nasional kita diproyeksikan akan tetap tumbuh dan tetap kuat ditengah guncangan berbagai faktor ketidakpastian global. *) Tulisan ini merupakan pendapat pribadi .
Oleh: Luna Sintia Nanda, Pemerhati Sosial Budaya Fenomena Judi Daring di Indonesia kini memasuki babak baru yang semakin meresahkan.…
Oleh : Benny Alvian, Pengamat Investasi dan Industri China tengah menjajaki peluang kerja sama strategis dengan…
Oleh: Andika Pratama, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Indonesia saat ini berada dalam momentum penting untuk menata arah masa…
Oleh: Luna Sintia Nanda, Pemerhati Sosial Budaya Fenomena Judi Daring di Indonesia kini memasuki babak baru yang semakin meresahkan.…
Oleh : Benny Alvian, Pengamat Investasi dan Industri China tengah menjajaki peluang kerja sama strategis dengan…
Oleh: Andika Pratama, Pemerhati Ekonomi Pembangunan Indonesia saat ini berada dalam momentum penting untuk menata arah masa…