Pakar Agraria Rekomendasikan Pembaharuan UUPA

NERACA

Jakarta - Pakar Agraria/Pertanahan B.F. Sihombing merekomendasikan pemerintah melakukan pembaharuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).

Hal tersebut disampaikannya dalam pidato berjudul "Konflik Tanah Hak-Hak Barat Terus Berlanjut" untuk pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap Hukum Agraria/Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Pancasila, Jakarta Selatan, Rabu lalu (28/9).

"Melakukan pembaharuan dan mencabut semua hak-hak barat yang ada di UUPA Nomor 56 Tahun 1960 dan peraturan pelaksanaannya," kata Sihombing dikutip Antara, kemarin.

Dalam kurun waktu 62 tahun dari 1960 hingga 2022 UUPA masih mengakui keberadaan hak-hak barat di Indonesia, meskipun dalam konsiderannya memutuskan telah di cabut. Hal ini, katanya, menjadi kontroversial atau janggal dari pandangan teori perundang-undangan.

"Di dalam konsideran memutuskan dikatakan semua hak barat dicabut, tapi di dalam ketentuan penutup dikatakan bahwa hak barat itu masih bisa dikonversi atau masih bisa diberikan sertifikat hak atas tanah kepada pemilik bekas hak-hak barat ini," ujarnya.

Oleh karena itu, Sihombing menilai UUPA Nomor 5 Tahun 1960 tersebut telah bertentangan asas dan kaidah atau norma hukum tertinggi di pembukaan (preambule) UUD 1945 tentang Kedaulatan Negara dan Kedaulatan Rakyat.

Ia juga mengatakan ada tiga peraturan perundang-undangan dari peraturan pelaksanaan dari UUPA dan satu yang lahir sebelum UUPA yang masih mengakui keberadaan hak-hak barat (Belanda) di Indonesia."Menjadi salah satu sumber konflik tanah hak-hak barat yang terus berlanjut," ucapnya.

Selain itu, Sihombing juga meminta Pemerintah mencabut semua Peraturan Pelaksanaan UUPA yang masih mengakui hak-hak barat. "Juga pemerintah setelah ada UUPA yang baru nanti dia harus mengeluarkan peraturan pelaksana," kata Sihombing.

Kemudian Sihombing merekomendasikan pemerintah segera menyelesaikan ganti kerugian tanah-tanah hak-hak barat sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir.

"Pemerintah supaya segera mungkin menyelesaikan ganti kerugian tanah-tanah hak-hak barat yang terkena Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah Partikelir," kata Sihombing.

Ia menyebut bahwa dalam kurun 64 tahun dari 1958 hingga 2022, Pemerintah masih mengakui keberadaan tanah partikelir yang dapat diberikan hak-hak atas tanah dan ganti kerugian kepada bekas pemegang surat hak-hak barat tersebut."64 tahun pemberian sertifikat tanah dan ganti kerugian kepada ahli waris belum tuntas," tuturnya.

Pensertifikatan dan ganti kerugian yang belum lancar tersebut, ujarnya, membuat banyak konflik pertanahan bermunculan di kota-kota besar maupun kota-kota kecil.

"Hal ini menjadi banyak tumpang tindih, baik tanah partikelir dengan tanah yang sudah bersertifikat, atau belum bersertifikat yang digarap atau diduduki/didiami oleh masyarakat dan badan hukum," ucapnya.

Ia menyebut jumlah luas tanah partikelir di Indonesia sendiri cukup luas yakni ada dua juta hektar dan 200 ribu bidang yang di dalamnya ada hak barat, yang dimiliki orang Eropa, Timur Asing dan Badan Hukum Asing.

Sihombing pun menjelaskan bahwa konflik tanah semakin meningkat dilatarbelakangi harga tanah yang kian mahal akibat dari pertumbuhan penduduk dan penambahan pembangunan sarana prasarana yang sangat membutuhkan tanah.

"Sehubungan dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, maka pembangunan sarana dan prasarana juga makin meningkat," kata Sihombing.

Selain Sihombing, Universitas Pancasila juga mengukuhkan empat guru besar lainnya. Sejumlah tokoh yang hadir antara lain Wakil Presiden RI ke–6 Try Soetrisno, mantan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, mantan Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko kesra) Haryono Suyono, Rektor Universitas Pancasila Edie Toet Hendratno dan para tamu undangan lainnya. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Kadivhumas Polri Paparkan Strategi Sukseskan World Water Forum di Bali

NERACA Jakarta - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Sandi Nugroho memaparkan strategi untuk menyukseskan agenda World Water Forum ke-10…

Kemenkumham: Indonesia Telah Terapkan Kebebasan Beragama dengan Baik

NERACA Surabaya - Direktur Kerja Sama Hak Asasi Manusia Ditjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Harniati mengemukakan Indonesia merupakan negara…

KPK-Pemkab Serang Gelar Bimtek Keluarga Berintegritas Cegah Korupsi

NERACA Serang - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia bekerja sama dengan Inspektorat Kabupaten Serang menggelar bimbingan teknis keluarga berintegritas,…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kadivhumas Polri Paparkan Strategi Sukseskan World Water Forum di Bali

NERACA Jakarta - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol. Sandi Nugroho memaparkan strategi untuk menyukseskan agenda World Water Forum ke-10…

Kemenkumham: Indonesia Telah Terapkan Kebebasan Beragama dengan Baik

NERACA Surabaya - Direktur Kerja Sama Hak Asasi Manusia Ditjen HAM Kementerian Hukum dan HAM Harniati mengemukakan Indonesia merupakan negara…

KPK-Pemkab Serang Gelar Bimtek Keluarga Berintegritas Cegah Korupsi

NERACA Serang - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia bekerja sama dengan Inspektorat Kabupaten Serang menggelar bimbingan teknis keluarga berintegritas,…